Monday, March 29, 2010

Earth Day is Every Day

Apa yang kita, manusia, akan lakukan saat sel-sel darah putih yang ada dalam tubuh, menjadi ganas dan memakan sel darah merah? Atau, saat sebagian hati kita membusuk, sehingga fungsi organ yang lain akan terganggu.

Kita pasti akan membunuh sel-sel darah putih yang ganas itu, bukan? Sehingga kita bisa sembuh dari leukimia, dan tubuh kita menjadi sehat kembali.
Kita juga akan memotong dan membuang bagian hati kita yang busuk itu, bukan? Sehingga hati kita bisa beregenerasi lagi dengan baik, dan tubuh kita menjadi sehat kembali.

Saat segala sesuatunya, dalam sebuah sistem tidak berjalan dengan baik, dengan semestinya, karena ada sebuah keanehan atau kerusakan yang kalau dibiarkan, akan mengganggu kelangsungan hidup sistem tersebut, secara otomatis atau manual, sistem itu, atau pengendali sistem itu, akan mengeliminasi penyebab kerusakan itu. Sehingga suatu sistem, apapun itu, dapat berjalan lagi dengan baik dan semestinya.

Sekarang, bayangkan sebuah sistem kehidupan di bumi.

Saat bumi menjadi terganggu, karena terjadi kerusakan di dalamnya, dan mengancam kelangsungan hidup bumi, yang itu semua dilakukan oleh salah satu elemen kehidupan di bumi, yaitu manusia, kira-kira apa yang akan bumi lakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya?

Bumi pasti akan mengurangi dan membuang sebagian manusia, bukan? Dengan membunuh manusia-manusia ganas itu, sehingga bumi bisa tetap hidup dan sehat.

Memang manusia diperintahkan Allah untuk mengelola bumi DAN MERAWATNYA, bukan menghancurkannya. Seperti yang disebutkan iklan perusahaan energi di TV, "energi yang kita pinjam hari ini, harus kita kembalikan esok hari."

Manusia seharusnya hidup selaras dengan alam. Menjadikan alam adalah sahabat kita.

Tetapi, apa yang dilakukan manusia belakangan ini?

Saat populasi manusia semakin bertambah banyak, manusia membutuhkan rumah. Akhirnya manusia membuka lahan dengan menebang hutan atau daerah hijau, seperti persawahan dan perkebunan. Area hutan semakin sempit. Padahal, seperti kata ilmuwan, tiap pohon bisa memberikan oksigen untuk dua (2) manusia. Menjadi timpang, bukan? Saat populasi bertambah, ironisnya jumlah pohon berkurang.

Saat populasi manusia semakin bertambah banyak, manusia membutuhkan makanan. Manusia kemudian menjarah laut lebih banyak. Manusia mengambil energi bumi seperti minyak, batubara, dan gas alam semakin intens. Manusia memanen sawah dan kebun semakin cepat. Padahal tanah juga butuh bernafas, dan tidak sehat jika tiap hari selalu "cabut-tanam". Juga, lahan semakin sempit karena kebutuhan akan lahan, manusia kemudian menciptakan makanan buatan pabrik yang limbahnya mengganggu ekosistem alam. Sebut saja kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh manusia : lumpur lapindo, kebakaran hutan, kerusakan terumbu karang, dll.

Saat populasi manusia semakin bertambah banyak, manusia butuh bepergian. Manusia menciptakan kendaraan bermotor yang menciptakan polusi udara yang bertambah banyak. Tiap tahun saja, dari satu merk motor yang ada di Indonesia, mampu terjual 300000 unit. Artinya, dalam satu tahun, ada sekitar satu juta (1000000) motor yang menambah populasi di jalan raya. Energi semakin banyak dibutuhkan, polusi dari gas buang kendaraan bermotor semakin banyak di udara. Dan ironisnya, hal ini masih ditambah dengan jumlah populasi mobil dan kendaraan lainnya yang selalu bertambah setiap tahunnya.

Banyak hal yang terjadi, saat populasi manusia semakin bertambah banyak. Manusia membutuhkan hiburan. Manusia membutuhkan komunikasi. Manusia membutuhkan sabun cuci. Manusia menciptakan limbah. Manusia menciptakan peperangan. Manusia menggunakan lemari es, Air Conditioner (AC), yang freonnya, justru menambah gas CO yang menyebabkan efek rumah kaca, penyebab global warming. Bumi semakin panas, semakin banyak manusia menggunakan pendingin udara, gas CO semakin bertambah, bumi semakin panas, semakin banyak lagi manusia menggunakan pendingin udara, gas CO semakin bertambah lagi, dan seterusnya...

Jadi, wajar saja kan, jika bumi kemudian membunuh populasi manusia sedikit demi sedikit?

Dengan sedikit saja menggoncangkan tubuhnya, ratusan ribu manusia mati akibat "gempa bumi".
Dengan sebentar saja air laut menyapa daratan, ratusan ribu manusia mati akibat "tsunami".
Dengan menggugurkan tanah sedikit saja di bukitnya, ratusan ribu manusia mati akibat "tanah longsor".
Dengan batuk sebentar saja melalui mulut gunungnya, ratusan ribu manusia mati akibat "gunung meletus".
Dengan sedikit lebih banyak saja menumpahkan air melalui awannya, ratusan ribu manusia mati akibat "banjir".

Bayangkan, saat pohon berhenti bertumbuh, dedaunan berhenti memproduksi oksigen dan tidak menyerap karbondioksida, air sungai tidak mengalir ke lautan, ikan-ikan menjauh dari bibir pantai, semua lebah tidak melakukan tugasnya, semut-semut bersantai di dalam tanah, dan tanah berhenti memberikan energinya kepada manusia.
Bayangkan hal-hal itu terjadi dalam sebulan saja. Dalam sebulan, alam menyatakan "peperangan" terhadap manusia. Apa yang bisa kita lakukan? Terbukti bukan? Bahwa kita, seluruh umat manusia, tidak lebih hebat dari alam ini, juga tidak lebih tangguh dari bumi.

Jadi mengapa kita, seluruh umat manusia, tidak bersahabat saja dengan bumi? Dengan melakukan hal-hal yang menunjukkan tindakan merawat alam dan sikap persahabatan dengannya. Lakukan yang bisa dilakukan.

Nikah satu kali saja. Punya anak tidak terlalu banyak. Dengan begitu, kita bisa ikut mengendalikan populasi manusia.
Jalan kaki atau bersepeda saat menempuh perjalanan yang tidak jauh. Dengan begitu, kita bisa menghemat energi yang bumi hasilkan dan mengurangi polusi asap kendaraan bermotor.
Matikan AC saat ruangan kosong atau tidak digunakan. Dengan begitu, kita bisa menghemat energi yang bumi hasilkan dan mengurangi banyaknya gas CO di udara.
Matikan lampu saat tidak digunakan, saat terlelap. Selain bisa menghemat energi, tidur dalam kegelapan bisa membuat badan lebih bugar saat bangun.
Makan secukupnya saja. Jangan berlebihan. Apalagi membuang makanan. Dengan begitu, kita bisa menghemat dan berbagi dengan sesama manusia.
Matikan air saat bak penampungan air sudah penuh. Banyak daerah yang kekurangan air bersih. Kita jadi lebih bisa menghemat air tanah.
Gunakan kantong plastik hingga rusak. Atau jika tidak terburu-buru, makanlah di tempat. Paling tidak, kita bisa mengurangi sampah plastik yang bisa merusak ekosistem tanah.
(silahkan ditambahkan sendiri)
Hematlah penggunaan kertas. Setelah bertransaksi di ATM,
kalau gak penting jangan cetak print outnya. Atau gunakan kertas daur ulang. Hal itu bisa menyelamatkan ribuan pohon tiap tahunnya.
Gunakan sapu tangan, dibanding tissue. Sama seperti penghematan kertas, berkurangnya kebutuhan akan tissue, bisa menyelamatkan krisis pohon di bumi.


Lakukanlah hal-hal itu setiap hari. Jangan hanya saat ada sebuah gerakan "Earth Hour" saja. Atau saat eforia gerakan "Go Green" saja. Lakukan dengan rutin, maka hal itu akan menjadi sebuah kebiasaan.

Saat manusia sudah bisa bersahabat dengan alam, saat manusia sudah bisa merawat bumi, saat sistem kehidupan berjalan dengan semestinya, niscaya, kita seluruh umat manusia, akan bisa hidup dengan lebih baik tanpa perlu takut binasa, karena bumi menjadi marah kepada kita.

Mari bersahabat dengan lingkungan kita.
Dimulai dari saat ini, dan dari diri kita sendiri.

SAVE THE WORLD, and THE WORLD will SAVE YOU.



*) Untuk kehidupan di bumi yang lebih baik

**) Terinspirasi dari "Earth Hour" semalam dan setelah menonton film "The Happening"

Saturday, March 27, 2010

Kepada: Yth. Pak Jenggot

Hai, gimana kabar? Baik-baik saja kan? Masih hidup kan? Atau sudah mati? Maksud saya, apakah jiwa anda sudah mati?

Imagine this:

Anda, bertukar tubuh dengan mereka...

Ah, tidak. Saya kira otak anda tidak cukup imajinatif seperti saya.

Begini saja.

Anda berada di sebuah negara, dimana anda menjadi minoritas. Lalu, anda dan kaum minoritas anda, saat berkumpul, melakukan hal yang menurut anda dan pengikut anda benar, tiba-tiba, diserang oleh kaum mayoritas. Mereka menghakimi anda, dengan mengatakan bahwa anda dan pengikut anda sedang melakukan hal yang menentang hukum menurut keyakinan mereka.

Tanpa pengadilan, tanpa peringatan.

Lalu, anda dan pengikut anda diserang, tempat pertemuan kalian dikepung, kalian diteriaki sebagai pendosa dan harus mati. Gedung tempat pertemuan kalian akan dibakar atau . . . kalian harus mau diusir dengan paksa dari tempat itu, tanpa berhak mengucapkan kata pembelaan sepatah kata pun.

Apa yang akan anda dan pengikut anda katakan di dalam hati?

"Hai.. kami juga manusia. Kami punya hak yang sama dengan kalian."

atau,

"Hai.. jangan hukum kami. Kami tidak tahu salah kami. Kami hanya menganggap yang kami lakukan ini benar."

atau bisa juga,

"Kenapa kalian memusuhi kami? Apa salah kami terhadap kalian, sehingga kalian dengan sedemikian rupa membenci kami, dengan memperlakukan kami seperti ini? Apakah karena kami minoritas dan kalian mayoritas?"

********/*******
Orang bijak bilang: kalau ingin melakukan sesuatu kepada orang lain, tariklah hal itu terlebih dahulu kepada diri kita. Mau gak kita diperlakukan seperti itu? Seperti kita melakukannya kepada orang lain?

Kekerasan hanya menghasilkan sebuah kekerasan lain. Oleh karenanya, kekerasan dalam bentuk apapun, untuk tujuan apapun, walaupun hal itu benar, kekerasan tidak pernah dapat dibenarkan.

Apa sih yang buat kita bisa beringas terhadap sesama kita? Mereka juga sama-sama manusia. Singa saja tidak pernah menyerang sesamanya. Apakah memang kodrat kita sudah lebih rendah daripada binatang?

Terus mereka berteriak: "Mereka kan berdosa..." atau "mereka kan melanggar hukum Allah" atau "mereka kan bla bla bla... dst"

Lalu? Apakah dengan begitu kita bisa dibenarkan saat menghakimi mereka? Melakukan kekerasan terhadap mereka? Melanggar hak asasi mereka, yang juga manusia?

Pelaku kekerasan terhadap manusia, itu . . . manusia juga bukan sih? Atau mereka hanya hewan-hewan bertubuh manusia dan berotak ayam?

Jangan menghakimi kalau tidak ingin dihakimi.

Lihat segalanya lebih dekat, maka kau akan mengerti. [Mira Lesmana]

Mengapa mereka melakukan itu, mengapa mereka berperilaku seperti itu, mengapa mereka bisa menjadi seperti itu . . . dengarkanlah mereka, rasakanlah apa yang mereka rasakan, ber-empati-lah terhadap mereka. Kemudian kita akan tahu, bahwa kekerasan itu gak akan pernah menjadi penyelesaian masalah.

Saya menyukai semua manusia, tapi saya hanya membenci iblis di dalam diri mereka. [Italian Job, movie]

Jadi, jangan bunuh orangnya, jangan lukai manusianya, tapi . . . bunuhlah iblis yang ada dalam diri mereka. Bagaimana caranya?

Dekati, dengarkan, tunjukkan sebuah pengertian ... berbagilah, bawalah dia kepada Tuhan. Selanjutnya, terserah Tuhan ingin berbuat apa kepada masing-masing mereka. Bukankah Dialah Sang Raja Manusia? Jadi gak ada hak sesama manusia untuk menghakimi sesamanya, apalagi bawa-bawa niat "membela Sang Raja Manusia".

Sang Raja Manusia itu gak perlu dibela manusia. Dia punya kuasa dan kekuatan yang melebihi apapun di dunia. Justru dengan bergerak "membela Dia", menunjukkan bahwa kelompok manusia itu tidak percaya akan kuasa dan kekuatanNya, dan hal itu berarti merendahkanNya. Merendahkan Sang Raja Manusia, pasti ada hukumannya bukan?

Kalau Tuhan perlu dibela, mungkin Dia tak layak jadi Tuhan. [Jenny Jusuf]

Tuhan gak perlu dibela. Manusia sebenarnya hanya membela simbol dan keyakinannya yang di'cap' sebagai kebenaran. Padahal, apa yang kamu yakini sebagai sebuah kebenaran, mungkin bukanlah sebuah kebenaran buat yang lainnya. [Dewa 19]

Aku benar-benar tidak simpati. Aku ingin melihat mahasiswa-mahasiswa jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka harus berani mengatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas nama agama, ormas, atau golongan apapun. [Soe Hok-Gie]

Hiduplah dalam kebahagiaan, matilah dalam damai. Hidup ini singkat. Kehidupan setelah kematian, itulah yang kekal.

********/*******

Ok, itu saja yang mau saya katakan, Pak Jenggot. Semoga anda dan teman-teman anda mengerti yang saya maksudkan.


with love and peace,
LetKol. (SR) Victor Hasiholan
-2nd command in middle earth-

Monday, March 1, 2010

Obrolan di Angkringan

Sore kemarin, saya makan di angkringan (maklum anak kost di tanggal 2*). Suasana angkringan sebenernya enak, cuma mulai risih dan gak nyaman saat ada kabut asap rokok di depan muka saya. Tapi untungnya, kemarin sore gak ada perokok yang makan di tempat itu.

Selain suasana, saya suka dengan obrolan yang ngasal njeplak (asal bicara) tentang apa saja. Pernah, saya dengar percakapan seperti ini :

A : "eh, mau aku kuliah bareng cah semester 4" (tadi saya kuliah bersama anak semester 4)
B : "kok iso? lha kowe emange njupuk opo?" (kok bisa? emangnya kamu ngambil apa?)
A : "lha aku kan mendalami meneh kuliah ekonomi mikro" (aku kan mendalami lagi kuliah ekonomi mikro)
C : "gayamu... mendalami. Ngulang wae, sok."
B : "iyo, bahasamu kuwi ra nyandak" (iya, bahasamu itu ketinggian)
A : "mbok ben, sakarepku to?" (biarin, terserah aku kan?)
D : "emang kowe wis semester piro?" (memang kamu udah semester berapa?)
C : "semester 16, pak... wis 8 tahun ra lulus-lulus"

semuanya ketawa -termasuk saya- *kesindir*
:-/

D : "ra popo le, wajib belajar raan 9 taun to? Teruske wae, nanggung, setahun engkas" (ga papa nak, wajib belajar 9 tahun kan? Teruskan saja, nanggung, setahun lagi)

lagi-lagi semua ketawa, cuma si A yang misuh-misuh...

Lucu... lumayan, denger guyonan gratis. Cuma makannya bayar.

********/*******

Sore kemarin juga ada percakapan di angkringan itu,

A : "eh, ngerti ra, Bagus mau kelangan hape neng kos." (eh, tau gak, Bagus tadi kehilangan hape di kos)
B : "kok iso? Sing njupuk sopo?" (kok bisa? Yang ngambil sapa?)
A : "yo maling... sopo eneh?" (ya maling... sapa lagi?)
C : "halah, mbok ben. Deknene nek dewe njaluk tulung yo ra tau gelem nulungi. Mbasan mau kelangan hape neng kamare, gek kelingan konco. (halah, biarin aja. Kita kalo minta tolong ke dia, dianya gak pernah mau nolong. Setelah tadi kehilangan hape di kamarnya, baru inget teman).
B : "lha kan emang dewe koncone? Kowe yo sok nyilih motore deknene" (lha kan memang kita temannya? Kamu ya suka pinjem motornya)

********/*******

Saat mendengar itu, saya jadi teringat cerita ini,

Sepasang petani pulang ke rumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam "hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"

Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus.

Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak "Ada perangkap tikus di rumah... di rumah sekarang ada perangkap tikus..."

Ia mendatangi ayam dan berteriak "ada perangkap tikus". Sang Ayam berkata, "Tuan Tikus, aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku".

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing mengatakan hal yang sama. Sang Kambing pun berkata, "Aku turut bersimpati... tapi tidak ada yang bisa aku lakukan".

Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban yang sama. "Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali".

Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang Ular berkata "Ahhh... perangkap tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku".

Akhirnya Sang Tikus kembali ke rumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.

Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah. Walaupun sang Suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat diselamatkan. Sang suami harus membawa istrinya ke rumah sakit dan kemudian istrinya sudah boleh pulang, namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam.

Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya (sop ceker ayam sangat bermanfaat buat mengurangi demam). Suaminya dengan segera menyembelih ayamnya.

Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya.

Masih, istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia. Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.

Dari kejauhan... Sang Tikus melihat satu per satu kematian teman-temannya, menatap dengan penuh kesedihan, dan akhirnya dia pergi meninggalkan rumah itu.

Jadi, ketika suatu hari ANDA MENDENGAR SESEORANG DALAM KESULITAN, dan mengira ITU BUKAN URUSAN ANDA... pikirkanlah sekali lagi cerita tadi.

********/*******

Seringkali, saat kita melihat berita di TV, melihat masalah-masalah negeri ini, dari kasus Century sampai bencana di Sukabumi, kita sering tidak ambil peduli. Kita berpikir, "itu gak ada hubungannya dengan saya". Tapi apakah benar demikian adanya?

Memang, kita tidak harus langsung turun tangan di setiap masalah negara ini, tapi bukankah kita masih bisa berperan? Misal, berdoa untuk semua permasalahan bangsa dan negara ini. Bukankah doa orang benar sangat besar kuasanya? Kalau melihat keadaan sekarang, semua bisanya saling menyalahkan. Ya presidennya, DPRnya, menterinya. Apa kalau saling menyalahkan gitu persolan selesai? Lakukanlah yang bisa dilakukan. Kalau kata sebuah iklan sabun mandi, "Pemikiran, keinginan, dan harapan tidak akan terwujud tanpa diawali dengan perbuatan yang nyata."

Kata seorang filsuf, "jangan tanyakan apa yang sudah negara ini berikan untukmu, tapi tanyakanlah apa yang sudah kamu berikan untuk negara ini dalam bentuk yang nyata".

*) Untuk Indonesia yang lebih baik ;)

Semua Ada Waktunya

Jam 8 malam.
Sudah cukup lama aku berkutat dengan pekerjaanku. Aku bersiap-siap untuk meninggalkan kantor. Dengan enggan kuangkat tas berat itu ke pundakku. Beban yang menekan di pundakku terasa begitu mengganggu, tapi aku memang harus membawa tas ini.

Di perjalanan pulang, aku mengendarai sepeda motorku masih dengan konsentrasi pada tas yang membebani pundakku. Seorang anak kecil menyeberang dengan sepedanya tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Huh, aku memaki dalam hati. Masih kecil sudah menyebalkan, gimana gedenya nanti.

Aku melanjutkan perjalanan masih dengan sejuta omelan dalam hati. Ingin rasanya cepat sampai di rumah, supaya aku bisa beristirahat. Suara klakson yang berbunyi nyaring mengagetkan aku dari lamunanku. Kulirik spion dan kulihat seorang anak muda dengan mobil mewahnya membunyikan klakson dengan nada tak sabar.
Huh, kenapa sih dengan orang-orang ini? Memangnya dia nggak lihat kalau jalanan emang lagi macet? Memangnya dikira enak membawa tas seberat ini?

Ketika sampai di rumah, ternyata perasaan nyaman yang kuimpikan tak dapat kutemui. Suasana hiruk pikuk keluargaku terasa seperti dentuman-dentuman keras di kepalaku. Lagi-lagi aku memaki dalam hati. Aku capek. Aku ingin istirahat. Berat sekali yang harus aku angkat. Kenapa sih nggak ada yang mau mengerti?

Malam hari.
Akhirnya aku memperoleh ketenangan. Aku bisa tidur dan beristirahat. Tapi tas besar dan berat ini terasa mengganggu sekali. Aku tak bisa tidur. Tapi aku tak bisa melepaskannya. Aku kesal.

Aku mulai berdoa, "Bapa, kenapa sih berat sekali? Sungguh-sungguh sangat mengganggu..."

Aku mengeluh sambil meneteskan air mata.

"Mengapa engkau tidak meletakkan tas itu anakKu?"

"Tapi aku tak bisa Bapa"

"Kenapa?"

"Lihatlah, semua tas ini berlabelkan tanggung jawab. Semua harus aku bawa setiap saat, aku tak bisa meletakkannya. Tas hitam yang paling besar ini, lihat tulisan di depannya, PEKERJAAN. Semua tanggung jawab pekerjaanku ada di dalamnya.

Lalu yang coklat ini, KELUARGA. Aku juga tak bisa meletakkannya. Semuanya adalah bebanku. Dan yang biru ini, PELAYANAN. Engkau tentu tak ingin aku meletakkannya bukan?"

Aku berusaha menjelaskan.

Bapaku yang baik hanya tersenyum, lalu mendekatiku.

"Kemarilah, Aku ingin melihatnya."
Ia melihat tas hitam besar yang kuletakkan di pundakku.
"AnakKu, engkau dapat meletakkan tas ini. Ini memang tanggung jawab pekerjaanmu. Engkau memang harus menanggungnya. Namun saat engkau melangkah keluar dari kantor, engkau dapat meletakkan tas ini di samping meja kerjamu. Tenanglah, tidak akan ada yang mengambilnya. Lagi pula semua isinya adalah tanggung jawabmu bukan?

Percayalah, tak akan ada yang tertarik untuk mengambil tas ini, sehingga keesokan hari, saat engkau kembali ke kantor, pasti tas ini akan tetap ada di sana, dimana engkau meletakkannya. Engkau dapat mengambilnya kembali dan melanjutkan tanggung jawabmu".

Ia tersenyum menunggu jawabanku.

"Benar Bapa, tapi aku tak dapat meletakkannya. Ia melekat terus di pundakku".

Ia menatapku dengan penuh kasih, lalu perlahan mengambil tas itu dari pundakku.

"Kemarilah anakKu. Di saat engkau tak dapat meletakkannya, Aku dapat membantumu untuk meletakkannya. Esok, Aku pun dapat membantumu untuk mengenakannya kembali."
Ia meletakkan tas hitam itu di dekat tempat tidurku.

Rasanya pundakku lega sekali.
Tas paling berat yang selalu menekanku telah diambil.
Aku menggerak-gerakkan pundakku sambil tersenyum.
"Engkau benar Bapa, rasanya enak sekali. Ringan.
Besok aku akan lebih siap untuk melanjutkan pekerjaanku. Esok, pasti tas itu tidak akan terasa terlalu berat lagi".

Aku menatap wajah Bapaku yang penuh kasih.
Sungguh indah senyum dan sinar mataNya.

Ia menatap tas coklat di pundakku. "Lalu itu? engkau tidak ingin meletakkannya juga?"

"Bapa, aku tidak bisa. Ini adalah tanggung jawab KELUARGA. Kemanapun aku pergi aku harus membawanya."

"AnakKu, Aku sungguh bahagia karena engkau memperhatikan setiap tanggung jawab yang kuberikan padamu mengenai keluargamu. Tapi engkau pun tak boleh lupa, bahwa keluargamu pun adalah milikKu. Aku memelihara setiap kepunyaanKu. Engkau memang harus membawa tas itu bersamamu, tapi sesekali letakkanlah, agar engkau dapat bermain dengan bebas dengan keponakanmu, bercanda dengan kakakmu, atau sekedar berbincang dan bercerita dengan orang tuamu. Rasanya belakangan ini Aku jarang melihatmu melakukannya" .

Aku tertunduk malu.
Ia benar. Aku membawa tas ini kemana-mana, dan kulaksanakan setiap tanggung jawab untuk keluargaku, tapi sepertinya ternyata tas ini menjadi jauh lebih berharga dari pada kehadiran keluargaku sendiri.

Sekali lagi Bapa mengambil tas dari pundakku.
"Mari anakKu, letakkanlah. Di saat engkau perlu, letakkanlah. Karena engkau dapat yakin, walaupun engkau meletakkannya dan meluangkan waktu dengan keluargamu, Akulah yang akan tetap menjagamu dan keluargamu".

Akhirnya pundakku menjadi jauh lebih lega.
Kini hanya tinggal satu tas biru yang masih memberati pundakku.
"Bapa, tas yang satu ini sungguh-sungguh tak dapat kuletakkan. Setiap saat setiap waktu aku harus membawanya. Karena setiap detik kehidupanku adalah pelayananku untukMu. Engkau tentu tak ingin aku meletakkannya bukan?"

"Hmm... benar juga".
Aku terkejut mendengar jawabanNya. Sepertinya agak tidak sesuai harapanku.
Ia telah membantuku meletakkan kedua tasku sebelumnya, dan sepertinya aku sungguh-sungguh berharap agar tas ini juga dapat kulepaskan.

"Mari coba kulihat tas itu"
Ia melihat dan meraba tas biru yang masih melekat di pundakku.

"Anakku, sepertinya ada yang salah dengan tasmu ini. Kemarilah, coba lepaskan".
Ia mengambil tas biruku.
"Anakku, engkau benar. Aku ingin agar engkau selalu melayaniKu dalam setiap detik kehidupanmu. Percayalah, itu sungguh-sungguh menyenangkan hatiKu. Tapi sepertinya tasmu ini bahannya terlalu berat, sehingga menekan pundakmu terlalu berat."

Kemudian Ia memberikan aku satu tas biru yang lain.
"Ini, pakailah tas ini sebagai gantinya. Ini merupakan tas dengan bahan KASIH. Jika engkau meletakkan semua pelayananmu di dalamnya, niscaya engkau tidak akan terbebani dengan tasmu ini".

Aku menerima tas baruku dari tanganNya, lalu memindahkan semua isi tas lamaku ke dalam tas berbahan KASIH itu. Aku mencoba mengangkatnya. Ternyata Bapaku benar. Tas itu kini terasa ringan dan sungguh nyaman di pundakku.

Aku memandangNya penuh kasih.
"Terima kasih Bapa. Aku sungguh mengasihiMu. Terima kasih untuk pelajaranMu hari ini".

********/*******

Esok pagi, aku memulai hari dengan senyuman. Istirahatku sudah cukup. Aku siap untuk menghadapi tantangan hari
ini. Di perjalanan, aku masih tetap bertemu orang-orang yang menyebalkan, namun tidak lagi memaki dalam hati, melainkan aku berdoa untuk mereka.
Mungkin mereka juga masih selalu membawa tas mereka kemana-mana atau mereka juga mengenakan tas dengan bahan yang salah. Banyak sekali.

Aku melihat ada yang membawa dua tas besar, tiga bahkan empat.
Tulisannya pun bermacam-macam, ada PEKERJAAN, KELUARGA, PELAYANAN, KULIAH, SEKOLAH, BISNIS, dan masih banyak lagi.

Memang tanggung jawab adalah sesuatu yang harus kita pikul dan harus kita selesaikan. Tapi kita pun harus tetap belajar untuk menempatkan diri, ada saat dimana kita harus mengangkat dan ada saat dimana kita harus meletakkan.

Seseorang yang bijaksana pernah bertanya padaku:
"Mana yang lebih berat, mengangkat sebuah gelas dengan satu tangan selama 1 jam penuh, atau mengangkat gelas tersebut selama 10 menit lalu meletakkannya sejenak dan mengangkatnya kembali selama 10 menit dan demikian seterusnya sampai 1 jam?"

********/*******

"Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu".
(Matius 11:28)

"Sebab itu, janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari".
(Matius 6:34)

Mars vs Venus (Alien Yang Terdampar di Bumi)

John C. Maxwell, dalam buku 'Winning with People', menulis beberapa perbedaan unik antara cewek dan cowok.

- Cowok berani bayar 2 dollar untuk barang seharga 1 dollar yang dia inginkan;
- Cewek bayar 1 dollar untuk barang seharga 2 dollar yang tidak dia inginkan.

- Cewek selalu cemas akan masa depan sampai ia mendapatkan suami;
- Cowok tidak pernah merasa cemas akan masa depan, sampai ia mendapatkan istri.

- Untuk berbahagia dengan seorang cowok, cewek harus banyak memahaminya dan sedikit mencintainya;
- Untuk berbahagia dengan seorang cewek, cowok harus banyak mencintainya dan jangan berusaha memahaminya.

- Seorang cewek menikahi kekasihnya sambil mengharapkan dia akan berubah (namun ternyata dia tidak berubah);
- Seorang cowok menikahi kekasihnya sambil mengharapkan dia tidak berubah (namun ternyata dia berubah).

Memang sudah dari sananya cewek itu beda dengan cowok.

Tapi seperti yang mbak Tere pernah bilang, "bukankah kita diciptakan untuk dapat saling melengkapi? Karena tak seharusnya perbedaan menjadi jurang, harusnya cinta bisa memberi jalan untuk satukan semua harapan."

Jadi, gak perlu pake frustasi dan berteriak marah segala kepada pasangan kita, kalau berselisih paham terhadap hal-hal sepele. Walaupun bisa reda, tapi bukankah kemarahan, katanya, seperti menancapkan sebuah paku pada sebuah kayu? Pakunya bisa dicabut, tapi pasti ada bekasnya yang gak bisa hilang.

Kalau sepertinya kamu tidak bisa memahami perangai atau cara berpikir pasangan kamu, ingatlah cerita ini : konon katanya, cowok itu dari planet Mars dan cewek berasal dari planet Venus. Saat mereka jalan-jalan ke luar angkasa, pesawat ulang alik yang mereka tumpangi kehabisan "avpretamax", dan kemudian tersesat di bumi. Jadi, cowok dan cewek sebenarnya adalah alien yang tersasar di bumi. Itulah kenapa, spesifik bentuk tubuh juga berbeda. Tapi bukankah itu saling melengkapi? Begitu juga dengan sifat "bawaan" masing-masing. Misal cewek dengan lengan yang kecil tidak sanggup mengangkat beban berat, tapi cowok mempunyai lengan yang lebih besar, jadi bisa menolong sang cewek. Atau, cowok selalu kesulitan melihat hal detail, tetapi cewek yang dilengkapi dengan "mata serangga", jadi bisa melihat banyak hal dalam satu waktu, bisa membantu cowok dengan keterbatasan penglihatannya. Juga masih banyak hal lain yang tidak perlu saya jelaskan secara rinci saat ini.

Oleh karena itu, saat alien-alien sejenis ini berkumpul dan mulai membicarakan hal tentang alien jenis lainnya, pikirkan ini:
Para cewek, bisa bayangkan bumi tanpa cowok?
Para cowok, bisa bayangkan bumi tanpa cewek?


Kalian itu sama, baik cowok atau cewek itu sepadan diciptakan. Jadi mengapa saling mengunggulkan ras alien masing-masing? Kalau tetap gak bisa menerima perbedaan itu, apalagi tidak menghormati lagi perbedaan itu, silahkan pergi dari bumi dan kembali ke planet tempatmu berasal!!!

PS. Semua ini saya tulis setelah membaca spanduk iklan sebuah majalah : "Ahmad Dhani : Perempuan Itu Di Bawah Laki-Laki."