Friday, April 23, 2010

Children Learn What They Live

If children live with criticism, they learn to condemn.

If children live with hostility, they learn to fight.

If children live with fear, they learn to be apprehensive.

If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.

If children live with ridicule, they learn to feel shy.

If children live with jealousy, they learn to feel envy.

If children live with shame, they learn to feel guilty.

If children live with encouragement, they learn confidence.

If children live with tolerance, they learn patience.

If children live with praise, they learn appreciation.

If children live with acceptance, they learn to love.

If children live with approval, they learn to like themselves.

If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.

If children live with sharing, they learn generosity.

If children live with honesty, they learn truthfulness.

If children live with fairness, they learn justice.

If children live with kindness and consideration, they learn respect.

If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.

If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.

Excerpted from the book CHILDREN LEARN WHAT THEY LIVE
©1998 by Dorothy Law Nolte and Rachel Harris
The poem “Children Learn What They Live”
©Dorothy Law Nolte

Wednesday, April 14, 2010

DUNIA MEMBUTUHKAN ORANG - ORANG :

yang tidak bisa dibeli;

yang perkataan-perkataannya bisa diandalkan;

yang lebih menghargai karakter dari pada kekayaan;

yang mempunyai pendapat sendiri dan berkemauan keras;

yang lebih besar dari jabatannya;

yang tidak gentar untuk mengambil resiko;

yang tidak kehilangan individualitasnya dalam kumpulan massa;

yang jujur terhadap soal-soal yang kecil maupun yang besar;

yang tidak mengadakan kompromi dengan yang jahat;

yang tidak hanya memikirkan kepentingannya sendiri;

yang tidak mengatakan bahwa mereka melakukan sesuatu, karena "tiap orang melakukannya";

yang setia kepada kawan-kawannya dalam keadaan susah dan senang;

yang tidak percaya bahwa kelicikan, keras kepala, dan tipu muslihat adalah cara-cara untuk mencapai sukses;

yang tidak malu atau takut untuk berpegang pada kebenaran meskipun tidak populer, dan

yang dapat berkata "tidak" dengan tegas, meskipun seluruh dunia berkata "ya".

Nasehat dari Bunda Teresa

Orang kerap kali tak bernalar, tak logis, dan egois.
Biar begitu, maafkan mereka.

Bila engkau baik, orang mungkin akan menuduhmu menyembunyikan motif yang egois.
Biar begitu, tetaplah bersikap baik.

Bila engkau mendapat sukses, engkau bakal pula mendapat teman-teman palsu, dan musuh-musuh sejati.
Biar begitu, tetaplah meraih sukses.

Bila engkau jujur dan berterus terang, orang mungkin akan menipumu.
Biar begitu, tetaplah jujur dan berterus terang.

Apa yang engkau bangun selama bertahun-tahun, mungkin akan dihancurkan seseorang dalam semalam.
Biar begitu, tetaplah membangun.

Bila engkau menemukan ketenangan dan kebahagiaan, orang mungkin akan iri.
Biar begitu, tetaplah berbahagia.

Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, sering bakal dilupakan orang keesokan harinya.
Biar begitu, tetaplah lakukan kebaikan.

Berikan pada dunia milikmu yang terbaik, dan mungkin itu tak akan pernah cukup.
Biar begitu, tetaplah berikan pada dunia milikmu yang terbaik.

Ketahuilah pada akhirnya,
sesungguhnya ini semua adalah masalah antara kau dan Tuhan.
Tak pernah antara engkau dan mereka.

Tuesday, April 13, 2010

Anak-Anak Kita

Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk.

Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi.

Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu.

Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah.

Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar.

Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri.

Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi.

Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan.

Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin.

Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri.

Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.


(dari sebuah catatan Guru Sekolah Minggu)

Berbagai Cara Kita Terluka

(diambil dari buku 'MARGIN', karya Richard A. Swenson, M.D. Diterbitkan oleh NAVPRESS Indonesia)

Meskipun sifatnya umum, sindrom kelebihan beban tampak berbeda pada masing-masing orang. Selain itu, setiap orang mempunyai tingkat toleransi yang berbeda-beda pula.

Titik ambang batas tempat "patahan" mulai terjadi, sangat beragam pada tiap-tiap orang. Akan tetapi, saya belum pernah bertemu dengan seseorang yang bisa tahan terhadap kelebihan beban yang semakin meningkat, tanpa akhirnya mengalami rasa sakit yang ditimbulkannya.

Bila orang-orang yang kelebihan beban ini mencari pertolongan pada para profesional, bentuk kelebihan beban macam apa yang mungkin ditemukan oleh para penasihat itu?

Beberapa korban kelebihan beban mungkin mengalami kegelisahan. Bebannya benar-benar terlalu berat untuk ditanggung, dan obat-obat penenang adalah jalan keluar yang diinginkan. Akan tetapi, bila beban tersebut tidak segera diringankan, maka kerusakan dapat terjadi.

Ketika tubuh dan perasaan kita tak bisa lagi menghadapi tuntutan-tuntutan yang tertuju padanya dan ketika kelebihan beban menjadi terlalu besar, satu-satunya tindakan adalah menghentikan semuanya,” Robert Banks menjelaskan. ”Bagi banyak orang, kerusakan fisik atau kerusakan saraf adalah satu-satunya jalan keluar dari jalan buntu ini.”

Orang-orang lain mewujudkannya dengan permusuhan, menyalahkan kondisi mereka yang kelebihan beban pada orang-orang di sekitarnya. Siaran berita setiap malam memberitakan secara rinci akibat-akibat yang ditimbulkannya : penembakan-penembakan yang terjadi di jalan raya bebas hambatan akibat beban lalu lintas yang berlebihan; kekejaman yang terjadi di kota-kota besar akibat kesalahan orang-orang yang kelebihan beban; keributan di Asosiasi Basket Nasional Amerika (NBA) akibat beban kompetisi yang berlebihan, dan lain sebagainya.

Beberapa jenis kepribadian, menjadi depresi ketika kelebihan beban. Mereka mungkin bermusuhan, namun permusuhan itu ditujukan ke dalam dirinya. Perasaan gagal memenuhi harapan-harapan mereka sendiri, dan harapan-harapan orang lain, menyebabkan mereka menarik diri ke dalam kabut kemuraman. Banyak orang mengembangkan rasa dendam, yang sering ditujukan pada pekerjaan mereka. Mereka mungkin mencintai pekerjaan mereka, namun beban yang melampaui batas kemampuan mereka menyebabkan pekerjaan itu menjadi musuh.

********/*******

Mudah Keliru Dalam Mendiagnosis

Karena sindrom kelebihan beban itu muncul berbeda-beda pada tiap-tiap orang, kita harus berhati-hati terhadap penilaian-penilaian kita. Keliru mendiagnosis adalah hal yang umum terjadi.

Bahkan saya bisa mengatakan, bahwa keliru mendiagnosis itu menjadi sesuatu yang umum. Sindrom kelebihan beban kerap kali secara tidak tepat disebut kelemahan, apatis, atau kurang komitmen.
Contohnya, baru-baru ini saya membaca sebuah artikel yang mengkritik frase, ”saya terlalu sibuk.” Penulisnya, seorang pemimpin rohani nasional yang terkenal, merasa agak kesal karena ia terlalu sering mendengar alasan ini. ”Mengatakan bahwa Anda terlalu sibuk adalah perlindungan yang sempurna,” tulisnya, ”karena dalih kesibukan itu sulit untuk ditentang.

Padahal, bagaimana mungkin seseorang berkata pada anda, ”tidak, Anda tidak terlalu sibuk. Anda hanya memakai itu sebagai alasan saja.

Alasan karena kesibukan, sebenarnya adalah masalah kurangnya perhatian,” begitu kesimpulannya.

Rasa frustrasi sangat kental terasa di sini. Namun dalam banyak kasus, tuduhannya akan kehilangan diagnosisnya. Masalahnya memang kesibukan, bukan apatis. Masalahnya kelebihan beban. Hal itu nyata dan benar-benar ada di sini. Mari kita salahkan kelebihan beban itu, dan jangan saling menyalahkan.

Masing-masing kita perlu mencari berapa jauh tingkat keterlibatan kita, dalam suatu hal atau kegiatan, dan tidak membiarkan standar kita ditetapkan oleh ekspektasi-ekspektasi orang lain yang sering terlalu tinggi. Orang-orang di sekitar kita, yang lebih banyak berkecimpung dalam kegiatan itu daripada kita, mungkin tidak memahami mengapa kita memilih untuk tidak terlibat lebih jauh. Ada juga orang-orang lain, yang mungkin justru lebih sedikit melibatkan diri dibandingkan dengan kita – kita berasumsi mereka tidak peduli. Kita harus memahami bahwa setiap orang memiliki toleransi yang berbeda terhadap kelebihan beban, dan tingkat ambang batas yang berbeda, yaitu titik di mana mereka mulai patah. Kita harus membiarkan orang dengan bebas menentukan tingkat keterlibatan mereka masing-masing dalam suatu kegiatan.

Sayangnya, ketika kebebasan diberikan, prinsip kelebihan beban ini akan dimanfaatkan oleh sebagian orang sebagai alasan untuk bermalas-malas. Mereka akan mengatakan bahwa mereka kelebihan beban, tetapi sebetulnya mereka hanya tidak disiplin. Jika saya harus berbicara kepada mereka tentang hal ini, maka saya harus menggunakan takaran welas asih yang besar. Apabila saya menuduh mereka, maka sesungguhnya saya merendahkan mereka di hadapan Allah. Menolong mereka untuk bertanggung jawab kepada-Nya bukan berarti memaksa mereka melakukan sesuatu seperti yang saya harapkan. Perjalanan spiritual saya di tengah-tengah keadaan saya yang kelebihan beban pun, sudah cukup berat sehingga saya senantiasa sibuk.

Menurut pengalaman saya, masalah yang lebih besar dalam masyarakat kita bukanlah terletak pada kurangnya pertanggung jawaban, melainkan pada besarnya hasrat untuk mengendalikan kehidupan orang lain. Daripada kita keliru menilai orang-orang yang kelebihan beban, lebih baik kita tidak menghakimi orang-orang yang malas. Bila orang kelebihan beban, maka celaan yang kita lontarkan terhadap mereka hanya akan menambah beban mereka, yang seharusnya tidak perlu mereka alami. Jadi, bila kita keliru, setidak-tidaknya kita keliru karena kita berbelas kasihan.

********/*******

Tak Pernah Ada Sebelumnya

Bukankah kita selalu kelebihan beban? Tidak.

Tesis penting dari buku ini adalah, bahwa kita hidup pada jaman yang belum pernah ada sebelumnya. Jaman modern kita ini bukan hanya berbeda secara kuantitatif. Buku-buku sejarah di masa depan akan memerlukan kosakata yang berbeda untuk menggambarkan fenomena masa kini, dan yang menonjol di antara kata-kata itu pastilah ”eksponensial”, ”batas-batas”, ”ambang batas”, dan ”kelebihan beban”.

Kelebihan beban adalah masalah matematika, dan matematika masa kini menghitung dengan cara berbeda.
Kehidupan, perubahan, sejarah – semua berkembang secara eksponensial. Ambang berbagai batas dicapai dengan kesekonyong-konyongan yang menakutkan. Kelebihan beban terjadi hanya dalam semalam.

Akan tetapi, banyak orang terperangkap dalam paradigma garis linier, pola pikir yang hanya bisa melihat ke arah yang lurus ke depan. Walaupun mereka memahami perubahan-perubahan kualitatif yang terjadi, mereka gagal untuk memahami sifat kuantitatif dari ”kekagetan masa depan.”

Selama hal ini masih menjadi masalahnya, maka berbagai penyebab dari masalah-masalah masa kini akan tetap tak terlihat oleh mereka.

********/*******

Seluk Beluk Sindrom

Berikut ini adalah ringkasan dari pembahasan-pembahasan seputar sindrom kelebihan beban, dalam berbagai perwujudannya.

*) Kelebihan Beban Aktivitas
Berbagai kegiatan yang telah terjadwal beberapa minggu sebelumnya, menandakan bahwa kita adalah orang yang sibuk. Dalam upaya untuk bisa lebih memadatkan banyak hal ke dalam jadwal, kita berusaha melakukan dua atau tiga hal pada waktu yang bersamaan. Kelebihan beban aktivitas merampas kesenangan dalam mengantisipasi sesuatu, dan kegembiraan dalam mengenang hal-hal yang telah berlalu.

*) Kelebihan Beban Perubahan
Dalam milenium-milenium yang lalu, perubahan terjadi secara lambat, terkendali dan dapat diperkirakan. Sekarang perubahan itu melesat dengan kecepatan yang luar biasa. ”Tak ada yang dapat menggambarkan zaman kita dengan lebih baik selain peningkatan kecepatan perubahan yang hebat dan terus-menerus,” sejarawan Arthur M. Schlesinger, Jr. menyimpulkan.

*) Kelebihan Beban Pilihan
Pada tahun 1980, ada dua belas ribu (12.000) macam barang di toko swalayan secara umum; dan kini ada 30.000, termasuk 186 pilihan sereal makan pagi yang berbeda di toko-toko swalayan setempat. Jika seseorang membeli saluran televisi kabel, maka baginya tersedia 1.100 pilihan film setiap bulannya untuk di tonton.
Dengan jumlah pilihan yang makin berkembang jauh,” tulis profesor sosiologi Barry Schwartz dalam The Paradoks of Choice, ”hal-hal yang negatif meningkat pesat sampai kita menjadi kelebihan beban. Pada titik ini, pilihan tidak lagi membuat kita bebas melainkan menghambat. Bahkan mungkin bisa dikatakan menguasai.

*) Kelebihan Beban Komitmen
Sebagian besar dari kita memiliki lebih banyak komitmen daripada waktu yang tersedia. ”Beberapa orang tak bisa bilang tidak,” Dr. J. Grant Howard mengamati. ”Mereka menjalin terlalu banyak hubungan dan mengambil terlalu banyak tanggung jawab. Mereka mengikuti begitu banyak kursus, mengerjakan terlalu banyak pekerjaan, menjadi sukarelawan dalam berbagai tugas, membuat terlalu banyak janji pertemuan, memikul tanggung jawab dalam berbagai kepengurusan, dan memiliki terlalu banyak teman. Pada saat yang bersamaan, mereka berupaya untuk menjadi segalanya bagi semua orang dengan segala usaha mereka sendiri.

*) Kelebihan Beban Utang
Akhir-akhir ini setiap sektor masyarakat dibanjiri tinta merah; rekening koran berbagai sektor tersebut ada pada posisi minus sehingga ditulis dengan tinta merah. Salah seorang senator Amerika mengeluh sehubungan dengan utang negara, ”secara institusi kita tidak mampu untuk berkata 'tidak'.
Dalam defisit neraca perdagangan luar negeri, Amerika adalah bangsa pengutang yang terbesar di dunia. Tingkat utang perusahaan dan pribadi lebih berfungsi menyerupai jangkar, daripada sebagai katalis.

*) Kelebihan Beban Keputusan
Setiap tahun hal yang harus kita putuskan semakin banyak, sementara waktunya semakin sempit. Keputusan-keputusan kecil tidak terlalu merepotkan kita, seperti: "mau minuman ringan apa?" atau "taburan pizza apa yang kita mau?" atau "pasta gigi mint atau gel dengan pengontrol tartar?"
Akan tetapi, bersamaan dengan keputusan-keputusan kecil seperti ini, muncul pula pilihan-pilihan lain yang tak habis-habisnya dan yang sama sekali tidak mudah: "mau punya anak atau tidak dan berapa banyak"; "akan pindah atau berganti pekerjaan atau tidak"; "haruskah suami dan istri bekerja di luar atau tidak"; "apakah akan menaruh nenek di rumah jompo atau tidak".
Banyaknya keputusan yang harus dibuat – kecil maupun besar – dalam waktu yang sangat pendek, merupakan kelebihan beban yang klasik.

*) Kelebihan Beban Ekspektasi
Suatu hasil yang jelas dari jaman komunikasi makmur seperti sekarang ini, adalah peningkatan ekspektasi secara tetap. ”Dunia anda haruslah tanpa batas,” kata iklan sebuah perusahaan investasi. ”Bila anda dapat memimpikannya, tentu anda dapat melakukannya. Sekarang kemampuan anda tiada batas,” pernyataan suatu perusahaan asuransi.

*) Kelebihan Beban Kepenatan
Kita adalah masyarakat yang kelelahan. Bahkan waktu yang kita gunakan untuk bersenang-senang pun, menjadi waktu yang melelahkan. 54 persen dari kita mengakui, bahwa kita menjadi lebih lelah di akhir liburan daripada di awal liburan. Alat penunjuk pada generator terus-menerus memperlihatkan kapasitas daya yang kosong. Tidak heran bila baterai kita kering. Keadaan kita yang letih dan loyo bukanlah rencana Allah. Kelebihan beban kepenatan menyerang emosi kita sehingga kita melindungi diri sendiri, menyerang tubuh kita hingga kita menjadi lemah dan menyerang hubungan kita sehingga kita menjadi terisolasi. Kalau kita menjadi terlalu lelah, maka bukan aktivitas atau teman-teman kita yang salah, melainkan salah kelebihan beban.

*) Kelebihan Beban Ketergesa-gesaan
Ketergesa-gesaan adalah penyakit jaman modern. Kehidupan kita tak pernah berhenti, dan kita hidup dengan laju yang membuat nafas terengah-engah. Kita berjalan cepat, berbicara cepat, makan dengan cepat, dan kemudian mohon diri dan berkata, ”saya harus pergi.
Tiga puluh enam persen (36%) dari kita mengatakan, bahwa kita tergesa-gesa sepanjang waktu. Padahal, seperti diajarkan oleh pepatah dari Finlandia, "Allah tidak menciptakan ketergesa-gesaan."

*) Kelebihan Beban Informasi
Edisi tunggal dari surat kabar New York Times, berisi lebih banyak informasi dibandingkan dengan apa yang pernah ditemukan oleh orang Inggris, pada abad ketujuh belas selama hidupnya. "Jika saya membaca dua artikel kesehatan setiap hari, maka tahun depan saya mungkin akan tertinggal delapan abad." Kita terkubur oleh data-data setiap harinya.

*) Kelebihan Beban Media
Sembilan puluh sembilan persen (99%) rumah di Amerika memiliki televisi, dan rata-rata setiap pesawat televisi dinyalakan lima puluh lima jam setiap minggunya. Berita disampaikan selama 24 jam, 7 hari seminggu. Kita membeli lebih banyak buku per kapita daripada yang pernah terjadi sebelumnya, dan dapat memilih dari antara 63.000 judul baru setiap tahunnya. Setiap hari, selalu saja ada berita baru di surat kabar yang kita beli. Bagaimana otak kita bisa menampung informasi yang begitu deras belakangan ini?

*) Kelebihan Beban Kebisingan
Kebisingan telah menjadi salah satu dari bentuk-bentuk polusi yang universal dalam dunia industri. Setiap hari 50% penduduk Amerika akrab dengan suara-suara bising yang mengganggu pembicaraan maupun tidur. Ketenangan sejati amat lah jarang didapat.

*) Kelebihan Beban Menghadapi Orang
Saya lebih suka duduk di atas labu kuning menikmati waktu pribadi, daripada dikelilingi oleh banyak orang di sofa beludru,” tulis Henry David Thoreau. Secara pribadi, sebagai sesama orang introver, saya setuju dengan pendapatnya.
Namun, dunia yang kita tinggali tidaklah demikian. Allah telah memberikan kepada kita sesama untuk kita kasihi dan dilayani. Ada milyaran orang. Masing-masing kita dihadapkan pada jumlah orang yang lebih besar daripada sebelumnya. Sosialisasi dan komunitas adalah hal yang sangat baik. Sayangnya, kerumunan kerap kali menyebabkan orang kehilangan identitas pribadinya serta mengakibatkan kekasaran.

*) Kelebihan Beban Harta Benda
Sekarang ini setiap orang di Amerika memiliki lebih banyak barang, daripada bangsa-bangsa lain dalam sejarah. Lemari-lemari pakaian penuh sesak, ruangan penyimpanan habis terpakai, dan mobil-mobil tak bisa masuk ke dalam garasi. Kepemilikan pertama-tama memenjarakan kita dalam uang, kemudian mengambil alih rumah-rumah kita dan memenuhi waktu kita. Kedengarannya seperti penyerbuan. Segala sesuatu yang saya miliki ternyata memiliki saya. Mengapa saya ingin mempunyai lebih banyak barang?

*) Kelebihan Beban Teknologi
Sudah diperkirakan bahwa rata-rata manusia harus belajar mengoperasikan dua puluh ribu (20000) buah peralatan. Beberapa diantaranya, mendatangkan rasa syukur kita. Sedangkan yang lainnya menggusarkan kita. Saya, contohnya, mempunyai gelar sarjana muda dalam bidang fisika, namun saya tak tahu bagaimana cara menyetel jam saya.

*) Kelebihan Beban Lalu Lintas
Kita sekarang memiliki lebih banyak mobil per keluarga, daripada pengendara per keluarga. Kata travel berasal dari kata travail (bekerja sangat keras, atau rasa sakit ketika melahirkan), dan sekarang ini kita mengalami artinya yang sebenarnya. Karena untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain kita memerlukan kerja keras, perlu waktu selama berjam-jam.

*) Kelebihan Beban Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah. Akan tetapi, pekerjaan yang melebihi beban bukanlah bagian dari rencana Allah semula. Walaupun begitu, setiap pagi jutaan orang Amerika pergi menuju tempat pekerjaan yang menjemukan, dengan jadwal pekerjaan yang melelahkan, dan membuat mereka menjadi stres serta keletihan. Perkiraan awal mengenai hari kerja per minggu yang lebih pendek, dan pendapatan yang lebih tinggi, nyatanya telah menjadi bumerang. Sering sekali jumlah jam kerja keluarga melebihi delapan puluh (80) jam per minggu – sementara keluarga yang lain ”terlalu banyak bekerja dan kurang berhubungan.”


Sindrom "kelebihan beban" manakah yang sedang terjadi dalam diri anda saat ini?

********/*******

Dengan berbagi, dengan memiliki kawan berkomunikasi, adalah salah satu cara untuk mengurangi "kelebihan beban" pada hidup kita, di jaman modern sekarang ini.

Jaman memang tidak dapat diubah semau kita, tapi kita harus hidup dengan menyesuaikan diri terhadapnya.

Friday, April 9, 2010

Lupakah Engkau? When I Say That I Love You?

Dua lagu tadi, akhir-akhir ini sering saya putar di winaMP3 saya. Entah kenapa, ada sebuah rasa yang nyaman, saat mendengarkan kedua lagu itu.

Audy - Lupakah Engkau

Mengapa kau berpaling?
Seolah tak rela hatimu menerima,
apa yang kini
t'lah Allah berikan.

Kepadamu dariNya,
mungkin memang 'kan
menggoreskan luka hati,
yang teramat sangat pelan

Jangan kau jadi hancur,
kar'na kau merasa sendiri.

Lupakah engkau ada Dia
yang mengasihi dirimu.
Lupakah engkau ada Dia
yang setia menemanimu.

Di saat engkau terjatuh
terhempas tenggelam,
dalam pahitnya kenyataan,
yang menimpa hidupmu.

Lagu itu masuk dalam kompilasi album, saat Aceh ditimpa tsunami. Lagu yang beberapa kali menguatkan saya, dan selalu mengingatkan saya, bahwa saya tidak pernah sendiri. Ada Dia yang selalu bersama saya.

Franky Sihombing - When I Say That I Love You

You feel that youre lonely,
it doesn't prove you are alone.
You feel that nobody wants you,
doesn't mean that no one cares about you.

Listen to the words I say,
that I will always be by your side.
You mean everything to Me,
I will never leave you cause I love u so.

You think that you're nothing,
before Me you are something beautiful.
You think that you can't do anything,
but you can do a lot of things with Me.

Listen to the words I say,
that I will always be by your side.
You mean everything to Me,
I will never leave you cause I love u so.

When I say that I love you,
it means I give the best for you.
When I say that I love you,
I will give everything for you.
No more fear about the future,
and blame for the past.

I'll give everything,
when I say that I love you.

I want you to know that I died for you.
I want you to know that I give all My life for you.
When I say that I love You.

Lagu yang ditulis dan dinyanyikan oleh tulang saya, Franky Sihombing, selalu mengingatkan saya akan cinta Tuhan Yesus. Sama seperti di lirik lagu "Lupakah Engkau" yang dinyanyikan oleh Audy, lagu ini juga mengingatkan saya, bahwa saya tidak pernah sendiri. Selalu ada Yesus, sahabat dan 'ayah' saya, yang paling bisa mengerti dan menerima, apa adanya diri saya.

Great songs!

Saturday, April 3, 2010

Saat Arsene Wenger Mengganti Bacary Sagna

Pertandingan Liga Champions musim ini sudah berjalan hingga leg 1 babak perempat final. Hasilnya tidak meleset dari beberapa prediksi majalah olahraga. Lyon bisa mengatasi Bordeaux, Bayern Munich bisa mengalahkan Manchester United, Inter Milan bisa menaklukkan CSKA Moskow, dan Arsenal bisa mengimbangi permainan Barcelona.

Buat saya, Arsenal menang atas Barcelona semalam. Dengan ball possesion 69-31 untuk keunggulan Barca, Arsenal akhirnya bisa menyamakan kedudukan 2-2, setelah tertinggal 2 gol terlebih dahulu. Sungguh malam yang luar biasa. Saya masih belum bisa melupakannya.

Saya juga belajar sesuatu dari pertandingan itu. Semalam saat saya melihat, apa yang bisa dilakukan oleh seorang Theo Walcott, saat dimasukkan sebagai pemain pengganti untuk Bacary Sagna, saya teringat tulisan salah seorang warga ngerumpi.

Jujur saja, saya mengumpat saat melihat Walcott dimasukkan oleh Arsene Wenger. Saya berpikir, apa sih maunya Wenger? Udah tau diserang terus, kok malah ganti bek dengan pemain sayap?
Tapi pertanyaan saya terjawab tidak lama kemudian. Saat Walcott, sprinter tercepat di timnas Inggris itu, menggiring bola dari tengah lapangan dan memaksa Valdes memungut bola dari gawangnya. Theo Walcott, pemain pengganti itu, membuat gol untuk Arsenal, hingga akhirnya Arsenal kembali bangkit dan bisa mencetak gol di menit-menit akhir pertandingan. Sungguh akhir pertandingan yang luar biasa! Tapi saya tidak mempercayainya dari semula.

Sering juga kan, kita memprotes kebijakan pemerintah, presiden, saat mengganti kabinetnya? Saat presiden membuat keputusan. Saat MPR/DPR memutuskan undang-undang. Bahkan tidak jarang, banyak orang berdemo karenanya. Tapi apakah kita benar-benar mengerti, maksud dari pemimpin-pemimpin kita melakukannya?

Jika saya tahu maksud Wenger dari awal, saat mengganti Sagna dengan Walcott, saya pasti tidak akan mengumpat dan mempertanyakannya. Kenyataannya, dia (Wenger) lebih mengerti kondisi pemain dan situasi di lapangan.

Saat Diaby gagal menguasai bola. Saat Messi gagal mengkonversi peluang menjadi gol. Saat Fabregas gagal mengeksekusi tandangan bebas. Saat Ibrahimovic menendang bola melenceng dari gawang. Saat Xavi gagal memblok bola dari kaki Nasri. Apa yang penonton lakukan?

Mengoloknya.
"Gitu aja gak bisa?!"
Menuduhnya.
"Bisa maen bola gak sih?"
Dan lain sebagainya.

Tapi coba dipikir lagi. Dalam situasi dan kondisi yang sama, apakah kita bisa melakukannya, dengan lebih baik, dibanding mereka? Jika toh bisa, kata diri kita, mengapa kita tidak bisa masuk dalam tim yang kita bela? Pastinya, orang yang masuk tim, adalah mereka yang terbaik bukan? Atau, mereka yang dengan usahanya, dan dengan keberuntungannya, akhirnya bisa masuk tim dan menjalankan pertandingannya.

Begitu juga dengan kinerja orang-orang di atas sana, para pemimpin kita.

Apakah dengan berdemo, itu berarti kita bisa lebih baik dari mereka? Apakah dengan kita berkata, "memberantas korupsi aja nggak bisa?", itu artinya kita bisa melakukannya?

Banyak hal yang terjadi di luar kendali kita. Di luar sepengetahuan kita. Perjanjian politik misalnya. Istilah kerennya, aturan partai koalisi. Apakah kita tahu apa yang menjadi kesepakatan politik di Senayan sana?

Misalkan, seluruh mahasiswa yang berdemo untuk menurunkan presiden, wakilnya, dan menteri-menterinya, kemudian digilir untuk menjabat sebagai presiden, wakil presiden, dan staf menteri serta pejabat negeri ini, dalam 100 hari. Apakah yakin hasilnya akan lebih baik dari sebelumnya? Atau, demonstrasi hanya politik kepentingan semata? Agar sang orator dilirik oleh "pencari bakat" politikus, dan diberikan kedudukan di pemerintahan Indonesia? (teringat salah satu teman Soe Hok Gie).

Bukankah semua pejabat pemerintah, anggota dewan, dan pejabat aparatur negara, dulunya juga mahasiswa? Kemanakah semangat idealisme mereka? Mungkin juga, ada beberapa dari mereka, yang dulunya menjadi korlap saat peristiwa reformasi 1998. Kemanakah mereka semua?

Oleh karenanya, mulailah semua dari diri sendiri. Tetaplah percaya kepada pemimpin-pemimpin kita, walaupun sulit untuk percaya pada mereka. Betapa pun sukarnya untuk mengikuti aturan mereka. Biar bagaimanapun, merekalah yang sekarang menjadi pemimpin negara kita.

Kalau tidak bisa terima, lakukanlah dengan cara yang anggun dan berkelas. Misalnya dengan berusaha untuk menjadi presiden masa depan. Kemudian, kita bisa terapkan aturan-aturan yang kita impikan untuk negara kita. Dan kita akhirnya tahu, bagaimana susahnya menjadi presiden, anggota dewan, atau pejabat pemerintahan, dalam mengatur negara di bawah tekanan rakyatnya atau lawan politiknya.

Lebih tinggi mana sih kedudukannya? Hukum (undang-undang) atau politik (anggota dewan/partai)? Bukankah lebih tinggi kedudukan politik, bukan? Karena siapakah yang membuat hukum? Bukankah anggota dewan/partai yang menyusun undang-undang? Jadi, kita tahu sebabnya, mengapa ada undang-undang atau peraturan yang menaikkan gaji menteri dan anggota dewan? Ya karena mereka sendiri yang memutuskan. Itu kenapa orang lebih memilih menjadi politikus, daripada pejabat hukum atau pejabat yang lain.

Kalau mau diteruskan, hal ini gak ada habisnya. Sama seperti semalam, saat memperdebatkan, lebih baik mana memasukkan Diaby atau Rosicky, atau mengapa Ibrahimovic diganti Thierry Henry.

Semoga kita bisa menjadi supporter bola yang lebih baik, dan warga negara yang lebih bijak.

Seperti kata pepatah, "hate the game! Don't hate the player."