Thursday, July 22, 2010

Menulis itu Sebuah Katarsis

Tidak ada tulisan yang salah menurut saya. Tidak ada artikel, puisi, prosa, cerita, bahkan tidak ada novel yang jelek... selama ditulis dengan hati. Hanya saja, semua tergantung pada mood (baca: suasana hati) pembacanya. Saya rasa semua novel yang ditulis dengan hati layak terbit dan dicetak massal, hanya saja perlu mencari penerbit yang cocok dan editor yang moodnya sesuai dengan isi novel. Ah... saya masih penasaran dengan cara kerja seorang editor :-/

Sama seperti mendengarkan musik atau lagu. Lagu "Menerobos Gelap" tentu bagus saat pendengarnya sedang membutuhkan semangat, tapi akan terdengar biasa saja jika yang mendengarkan lagi jatuh cinta. Tidak ada yang mengatakan kalau lagu "Kasih Tak Sampai" itu gak enak didengar telinga. Tapi jika mood saya sedang tidak ingin mendengarnya, saya akan langsung menekan tombol "next" di MP3 player saya, untuk mencari lagu yang tepat dengan suasana hati saya saat itu.


Jadi, untuk apa masih takut menulis? Tulislah apa yang ada di hatimu, apa yang ingin anda katakan pada dunia.


Menulis itu seperti terapi, untuk lebih mengenal diri sendiri, untuk mencurahkan isi hati, juga untuk menghindari percobaan bunuh diri... percayalah. Karena saya pernah mendengar kisah, seorang penulis terkenal yang hampir saja melakukan bunuh diri karena masalah di keluarganya. Saat orang tuanya bertengkar, saat mendengar ibunya dihajar, bahkan saat si penulis itu sedang merasa kesepian di kamar. Awalnya dia hanya menulis, "saya ingin bunuh diri..."
Begitulah yang dia tuliskan dari hari ke hari, hingga dia mengembangkan pemikirannya, "saya ingin bunuh diri, tapi saya takut mati. Saya tidak mau meninggalkan ibu saya seorang diri. Saya juga masih ingin pergi ke Hawai, berlibur bersama ibu..." dan seterusnya. Saya lupa siapa dia. Tapi karena catatan-catatan hariannya, akhirnya dia menemukan alasan untuk tetap bertahan hidup, sampai kemudian menjadi seorang novelis terkenal yang mem"fiksi"kan pengalaman hidupnya. (sumber: iseng waktu searching acak di Google -dulu-)

Tuliskan apa yang mau kamu tulis. Tidak peduli jika nantinya tulisanmu dikatakan jelek, bahasanya picisan, atau jika dirimu dikatakan cerpenis gagal, sastrawan kurang pergaulan, dan sejenisnya. Seperti yang saya bilang diawal, tidak ada tulisan yang jelek dan salah, hanya saja tulisan anda sedang dibaca oleh orang yang suasana hatinya sedang jelek dan salah (saat membaca tulisan anda).

Saya juga berpendapat bahwa setiap orang berhak mengutarakan pendapatnya. Setiap orang berhak berfilosofi. Setiap orang berhak memberikan nasehat kepada orang lain sesuai pengalaman hidupnya. Setiap orang juga berhak menuliskan pikirannya berdasarkan apa yang ia tahu dari lingkungan, pergaulan, juga buku-buku yang sudah dibacanya. Hanya saja, orang lain juga berhak memberikan pendapatnya atas apa yang sudah anda tuliskan. Apakah dikatakan memberi inspirasi, menyetujui, atau malah mengatakan tulisan anda salah dan terkesan menggurui. Itu hanyalah reaksi pembaca. Sah-sah saja, sama seperti anda "sah-sah saja" menuliskan apapun yang ingin anda tulis. Ingatlah satu hal: tidak seorang pun dapat membahagiakan semua orang dan tidak ada satu pun pemikiran manusia di dunia yang mutlak salah atau mutlak benar. Apapun, ambillah hikmahnya yang menurut anda benar.

Akhir kalimat, apakah tulisan ini jelek? Itu tergantung bagaimana mood anda saat membaca tulisan saya :)


PS.
- Lagu "Menerobos Gelap" dan "Kasih Tak Sampai" adalah lagu dari grup band PADI.
- Terinspirasi dari artikel ini

Wednesday, July 21, 2010

Jadilah Diri Sendiri

David Beckham mempunyai tato di lengan, memakai celana jeans yang sobek di sana sini, rambut jabrik berwarna pirang, dan menggunakan jam tangan Adidas.
Lain lagi dengan Scarlett Johansson yang mempunyai dada yang besar, mata berwarna biru, rambut keriting berwarna pirang, kulit putih kemerahan, dan memakai tas bermerk Gucci.

Mereka berjalan di tempat umum, kemudian menarik perhatian orang banyak. Menjadi idola pria dan wanita.

Roy melihatnya. Dia juga ingin agar Vita tergila-gila padanya. Dengan tubuh kerempeng dan rambut ikalnya, dia mencoba menjadi David Beckham dengan segala aksesoris dan berjuang agar semirip mungkin dengannya. Hasilnya? Bayangkan sendiri bentuknya.

Lain lagi dengan Maya. Dia pergi ke dokter kulit untuk menyuntik dadanya dengan silikon. Dia juga permak perut dan hidungnya. Tidak lupa dia memakai kontak lens berwarna biru di matanya yang besar. Tak lupa ke salon untuk mengecat rambutnya menjadi pirang, sangat kontras dengan kulitnya yang putih tapi dipaksakan. Hasilnya? Orang-orang memang memperhatikannya, tapi sambil membatin, "ada alien yang kabur dari markas MIB."

Well, tidak salah memang mengikuti gaya hidup orang terkenal. Tidak salah meniru penampilan artis-artis Amerika atau Eropa. Tapi jika tidak sesuai dengan apa adanya diri kita, bukankah terlihat aneh dan nyeleneh? Atau kita meniru mereka agar membuat penampilan diri menjadi menarik lawan jenis yang kita sukai? Don't try so hard my friends. Ingat kan teori cinta nomor 8?

Misalnya anda tahu kalau gebetanmu mengidolakan Iker Casillas. Sebenarnya tidak perlu mengubah penampilan anda menjadi seperti dia. Apalagi memakai sarung tangan kiper kemana-mana. Bisa dikira orang gila. Cukup menjadi diri anda. Jika dia kemudian tidak menyukai anda, ya berarti dia memang bukan jodoh anda. Masih banyak ikan di laut, istilahnya.
Begitu juga seorang wanita, tidak perlu memaksakan diri untuk selalu tampil trendy. Laki-laki tahu apa yang dia inginkan untuk dipinang menjadi seorang istri. Jadi, tampillah apa adanya. Jika kemudian saat anda menjadi diri sendiri, ada seseorang yang mendekati, bukankah itu berarti dia melihat anda apa adanya? Bukan karena ada apa-apanya.

Anda tidak perlu mengubah rambut anda menjadi lurus agar dia memperhatikan dirimu.
Anda tidak perlu mengubah kulit anda menjadi putih agar dia melirik ke arahmu.
Anda tidak perlu mengubah mata anda menjadi biru agar dia jatuh hati padamu.
Anda tidak perlu mengubah cara dan suara anda ketika tertawa agar dia menyukai pribadimu.
Anda tidak perlu mengubah hidung anda menjadi mancung, dada anda menjadi besar, perut anda menjadi six pack, cara anda makan, minum, berjalan, hingga cara anda berpakaian... Karena di luar sana, ada seseorang yang menyukai dan akan mencintai apa adanya diri anda. Dialah belahan jiwa anda. Percayalah.

Mengapa istri/suami terbaik sebagian besar karena hubungan mereka sebelumnya adalah sahabat dekat? Karena seorang sahabatlah yang tahu sifat sebenarnya dari partnernya.

Jadilah diri sendiri, tidak perlu wanna be (...), apalagi jika kemudian sampai mengalami krisis kepribadian... Enggak banget kan? :)

Sunday, July 18, 2010

Gak Ada Yang Sempurna... percaya deh!

Seorang teman pernah bertanya kepada seorang laki-laki, mengapa ia tak kunjung menikah. Laki-laki itu menjawab, "Yah, kukira aku hanya belum bertemu dengan perempuan yang cocok saja. Kukira, aku masih mencari gadis yang sempurna itu."

"Oh, ayolah," kata teman itu, "kamu pasti pernah bertemu paling tidak dengan seorang gadis yang ingin kau nikahi."

"Ya, memang pernah, sekali. Kurasa dialah gadis yang sempurna itu... satu-satunya gadis sempurna yang pernah kujumpai."

"Lalu, mengapa kau tidak menikahinya? " tanya teman itu.

"Laki-laki itu menjawab, "Ia sedang mencari laki-laki yang sempurna..."

See? :)

Saturday, July 10, 2010

Serendipity? I Don't Think So...

Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan. [Karena tiap kejadian, pasti punya maksud dan tujuan]
(Harun Yahya) [FIKSI 'movie']

Kita membuka mata pukul 5, mandi, sarapan pukul 6, bertemu orang-orang yang tidak kita kenal di warung makan, atau saat kita antri di halte busway, bertemu dengan teman kantor di dalam busway, bekerja, merusak komputer dengan tidak sengaja, makan siang, ditegur atasan karena istirahat kelamaan, bekerja lagi, pulang, dicopet di dalam bus kota, kecapekan mengejar pencopet kemudian mampir di sebuah warung minuman, bertemu seorang teman lama yang ternyata sekarang menjadi preman, hape kita yang dicopet "disetor" padanya karena dia kepala preman, hape dikembalikan, kita traktir dia minuman, pulang, nonton berita tengah malam tentang seorang preman yang baru saja ditangkap aparat keamanan, beranjak tidur sambil memikirkan apa saja yang terjadi hari ini. Merenungkan kebetulan-kebetulan yang ada: ketemu teman kantor di bus, merusak komputer perusahaan, diomelin bos, dicopet, ketemu teman lama, hape dikembalikan, hingga nonton berita yang memperlihatkan wajah teman lama yang baru saja ditemuinya.

Ya, bisa saja kita menganggap itu semua adalah kebetulan-kebetulan yang aneh. Kemudian kita mengira itu hanya rutinitas harian biasa, yang siapa saja bisa mengalaminya. Tapi menurut saya, TIDAK ADA YANG NAMANYA KEBETULAN DI DUNIA INI. Hidup ini terlalu dangkal jika kita memaknai semuanya sebagai sebuah kebetulan. Serendipity? Kebetulan (ketidak sengajaan) yang indah? Tidak juga.

Hidup bukan serangkaian ketidaksengajaan tanpa arti. Tapi peristiwa-peristiwa yang tertata indah sesuai rencanaNYA. Tuhan sudah mengatur tiap detil kehidupan pada tiap ciptaanNYA, termasuk manusia. Jam berapa kita bangun pagi (atau siang), bertemu dengan siapa di jalan, pergi makan di manapun, ditimpa musibah apapun, hingga hal-hal kecil yang kita anggap sepele: macet di jalan, kena tilang, antri di ATM, salah naik angkutan, nyasar cari alamat, dan lain sebagainya yang kita tidak sadari, berlalu begitu saja, karena kita sudah menganggapnya sebagai rutinitas biasa. Bahkan untuk hal-hal yang kelihatannya buruk, seperti kehujanan terus kecelakaan atau terlambat datang saat ujian.

"Aku sudah menikah! Wow.. sepertinya baru kemarin saja kita duduk berdua disini sebagai orang bebas."
"Bagaimana kamu bertemu suamimu?"
"Sederhana saja peristiwanya. Aku duduk sendirian di kafe, membaca novel 'Chocolat', kemudian dia datang menghampiriku, menanyakan isi dari novel itu, kemudian kita ngobrol tentang banyak hal. Tiga hari kemudian, dia melamarku. Bayangkan saja, seandainya aku saat itu tidak pergi ke kafe itu tapi memilih kafe lain. Seandainya saja aku memilih novel lain yang akan aku baca. Atau seandainya aku memilih untuk menonton film di bioskop saat itu, atau malah window shopping ke mal. Apakah aku akan bertemu dengannya? Apakah dia akan mendekatiku saat aku mencari majalah di toko Gramedia? Aku tidak tahu. Yang terjadi adalah aku pergi ke kafe itu, dan dia menghampiriku, dan saat kami ngobrol, aku tahu bahwa dia adalah pasangan jiwaku. Sesederhana itu."

Benar kan? Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Bahkan saat kita memutuskan akan makan apa malam ini, buku apa yang kita baca hari ini, situs apa yang kita kunjungi di dunia maya, artikel apa yang kita baca disana, akan pergi kemana esok hari, bertemu dengan siapa saja hari ini, duduk di kursi nomor berapa di bioskop 21, hingga akan pakai baju apa saat pergi ke kampus nanti. Semuanya sudah tertulis dalam sebuah skenario film kehidupan, dan Sang Sutradara sudah membuatnya menjadi cerita yang berakhir indah untuk kita.

Andai saja setiap kita bisa melihat detil-detil peristiwa yang terjadi, seandainya kita mengerti bahasa-bahasa dunia melalui hal-hal yang kita lihat dan rasakan, merenungkan setiap makna di balik itu semua, kita akan tahu bahwa tidak ada sedetik pun kehidupan kita yang berlalu tanpa sebuah campur tangan Sang Pencipta. Karena Tuhan selalu mengetahui, dan rancanganNya selalu baik untuk masa depan kita.

Bagaimana kalau kita ganti kata "kebetulan" dengan kalimat "karena rencana Tuhan yang indah"?
Seperti kalimat: "Kebetulan tadi saya ketemu dengan dia waktu nunggu angkutan yang tak kunjung datang, jadi saya gak terlambat sampai di kantor." Menjadi: "Karena rencana Tuhan yang indah, tadi saya ketemu dengan dia waktu nunggu angkutan yang tak kunjung datang, jadi saya gak terlambat sampai di kantor."

Bukan sebuah kebetulan, jika suatu hari anda ditabrak mobil, dan ternyata mobil itu milik seorang produser atau sutradara film, kemudian dia mengajak anda bermain dalam sebuah film garapannya. Karena rencana Tuhan yang indah, film itu kemudian menjadi box office di jagat perfilman Indonesia. Setelah semuanya anda lalui, kemudian anda menyadari bahwa peristiwa demi peristiwa hanyalah sebuah skenarioNYA, untuk mempertemukan anda dengan pasangan hidup anda, yang ternyata seorang artis ibu kota. (yah.. sebut saja namanya :P)

Atau...

Bukan sebuah kebetulan, jika suatu hari dompet anda hilang dan ditemukan oleh seorang perempuan yang bekerja di restoran tempat anda makan siang. Kemudian dia mengantar dompet itu ke rumah anda bersama kakak laki-lakinya, dan ternyata dia adalah cinta lama anda yang telah menghilang. Karena rencana Tuhan yang indah, dompet anda hilang dan ditemukan oleh adik suami anda sekarang. (pikiran kita terlalu pendek memang, untuk menyelami pekerjaan Tuhan dari awal hingga akhirnya)

Well, once again.. master Oogway said, "there are no accident." (Kungfu Panda 'movie')

Tulisan Tentang Menulis

Semuanya berawal dari membaca catatan perjalanan Ayah saya.

Ayah saya seorang pelaut. Bisa dikatakan begitu. Beliau bekerja di sebuah kapal perusahaan penyuplai pupuk terbesar di negeri ini. Karena Indonesia negara kepulauan, distribusi pupuk harus melewati lautan. Dulu, waktu kecil, waktu saya masih tinggal di rumah, belum ngekost sendiri di Jogja, saya pernah membaca catatan perjalanan Ayah saya. Dan dari situlah saya ingat, darimana bakat menulis saya berasal. Soal apa dampak pekerjaan Ayah saya terhadap karakter saya, mungkin lain waktu akan saya ceritakan.

Seperti yang pernah saya katakan sebelumnya, saya pernah menjadi penulis tetap sebuah tabloid, kalau bisa dikatakan begitu, yang berlabel "Untuk kalangan sendiri". Karena masalah keuangan, akhirnya redaksi bubar jalan. Tapi, saya masih ingin menulis. Saya masih ingin mempunyai anak, kalau bisa dikatakan demikian, seperti yang Jenny Jusuf pernah utarakan. "Sebagai penulis, sebuah buku bisa dikatakan sebagai seorang anak." Yang saya artikan seperti hasil hubungan intim penulis dan buku-buku di rak lemarinya. Berbentuk buku seperti "Ibu"nya, tetapi mempunyai DNA yang berisi karakter "Ayah"nya yang ditumpahkan dalam lembaran-lembaran hidup "Anak"nya.

Jadilah saya selalu menulis, berusaha membuat "Anak" yang nantinya bisa dikagumi, dan menginspirasi banyak orang. Tapi untuk membuat anak, butuh pasangan bukan? Jadi sangat mustahil kalau seorang penulis tidak pernah atau tidak suka membaca buku-buku atau koran atau majalah. Intinya, mustahil menjadi seorang penulis, tanpa pernah melewati tahap sebagai seorang pembaca.

Saya pernah mendengar kisah, dulu di negeri Cina, orang yang belajar melukis, akan diberi sebuah lukisan yang sudah jadi dan (biasanya) dibuat oleh seorang pelukis terkenal. Kemudian calon pelukis itu disuruh meniru lukisan sang maestro tadi, sampai semirip mungkin. Sesudah berpuluh-puluh kali mencoba, dan sang calon pelukis bisa membuat sendiri guratan di kanvasnya, dia mendapat sebuah lukisan yang baru, yang lain, untuk ditirunya lagi. Begitulah seterusnya sampai sang calon pelukis itu bisa melukis sendiri, dan mulai menemukan bentuk lukisan khas, yang sesuai dengan jalan pikiran dan imajinasinya.

Kira-kira begitulah yang saya lakukan. Saya membeli buku, kadang meminjamnya (lebih sering minjam :p), membacanya, dan kemudian menyalinnya. Berulang kali. Sampai kemudian saya mempunyai citarasa dan idealisme saya sendiri tentang tulisan itu, lalu menumpahkan setiap DNA saya pada tulisan-tulisan di lembar-lembar lainnya.

"Saya sekarang percaya bahwa di dunia ini tak ada foto baru dan hanya ada beberapa cerita baru. Kebanyakan merupakan kombinasi ulang hal-hal yang pernah diceritakan sebelumnya -- kombinasi yang luar biasa. Tapi yang baru, dan segar, dan asli adalah kacamata yang digunakan sang penulis untuk melihat berbagai situasi ini. Anugerah kita, dan dengan demikian tanggung jawab kita sebagai penulis, adalah untuk memandang berbagai situasi kehidupan dengan cara kita yang unik dan melaporkan kebenaran makna dan nilainya kepada publik pembaca supaya mereka bisa mempunyai wawasan yang segar mengenai kondisi manusia. Masing-masing dari kita unik di alam raya ini, sehingga demikian juga kisah-kisah yang kita tuturkan."
-Elisabeth Engstrom, dalam pengantar buku 'Chicken Soup for the Writer's Soul'-

Buku itu adalah salah satu buku yang selalu bisa menginspirasi saya. Kalau saya boleh memberi endorsement pada buku itu, saya akan tuliskan "Setiap calon penulis harus membacanya". Saya juga berniat ingin membuat buku sejenis, cerita-cerita dari penulis yang ada di Indonesia.

********/*******

Menurut saya, menulis sama seperti bermusik. Dalam musik hanya ada 7 nada, dan bisa menghasilkan jutaan lagu yang pernah tercipta. Dalam tulisan ada jutaan kata, dan harusnya bisa menghasilkan milyaran karya. Mungkin itu sebabnya, banyak sekali buku, majalah, artikel, dan juga metamorfosa rangkaian kata-kata yang telah tercipta, seperti puisi, monolog, skenario, dan lain sebagainya.

Jadi, kalau dibilang menulis itu gampang, bisa saja demikian halnya. Tapi, orang yang ingin menulis itu haruslah rajin melakukan latihan, menuliskan ulang tulisan-tulisan yang sudah jadi, dan banyak membaca. Tanpa latihan seperti ini, bisa diibaratkan orang yang tidak pernah mengenal nada, disuruh membuat sebuah lagu atau orkestra. Mungkin bisa, tapi pasti tak bisa dinikmati oleh telinga kita.
Selain banyak membaca, untuk latar belakang tulisan yang diciptakan, juga dibutuhkan kepekaan akan maksud dan tujuan. Mana ada orang menulis tanpa tujuan. Atau ada tujuan yang disampaikan, tapi penulis itu tidak mengerti apa yang telah dituangkan. Oleh karena itu harus pula banyak latihan.

Dan Seno Gumira Ajidarma (SGA) pernah mengatakan, "Tetaplah menulis walaupun tidak ada yang akan membacanya. Menulis tidak perlu menuntut fasilitas, bisa dengan pensil dan kertas bon bekas ... menulislah sampai mampus!"
Atau seperti kata William Forrester dalam film 'Finding Forrester', "Kalau kamu mau menulis ya tulis aja, jangan pernah mikir. Langsung saja menulis, rasakan gairah di jari tanganmu yang menari dengan pena, atau yang berlompatan di atas mesin ketik."

Kalau kata saya, "Menulislah selama kata-kata itu terbang dalam imajinasimu. Tangkap satu per satu. Jangan pedulikan jumlah kata yang nantinya akan terangkai di kertas atau layar monitormu, kalau kata itu 'Saya lagi sedih', ya tulis aja. Percayalah, dalam menulis, bagian tersulit ada dalam paragraf pertama."

Akhir kata... -- Bahan mentah karya-karya besar hanyut mengapung mengitari dunia, menunggu untuk dibungkus dengan kata-kata -- Milikilah kemampuan untuk membungkusnya dengan apik dan baik.
(Thornton Wilder, dalam buku 'Chicken Soup for the Writer's Soul')

Bagaimana? Siap untuk menulis? :)

FW: 7 Komponen Sederhana

1.
Tidak seorangpun dapat kembali ke awal dan membuat permulaan yang baru,
tetapi setiap orang dapat memulai dari sekarang dan membuat akhir yang baru.

2.
Tuhan tidak menjanjikan hari hari tanpa sakit, tawa tanpa kesedihan, matahari tanpa hujan,
tetapi Ia menjanjikan kekuatan untuk hari itu, penghiburan atas air mata dan cahaya dalam perjalanan.

3.
Kekecewaan adalah seperti lubang di jalan, yang sedikit memperlambatmu, tetapi kemudian engkau menikmati jalan yang mulus.
Jangan tinggal di lubang terlalu lama. Maju terus!

4.
Jika engkau kecewa karena tidak mendapatkan apa yang kau inginkan,
duduklah tegak dan berbahagialah.
Karena Tuhan sudah memikirkan sesuatu yang lebih baik untuk diberikan padamu.
5.
Jika sesuatu terjadi padamu, baik ataupun buruk, pertimbangkan apa artinya.
Ada tujuan pada setiap kejadian dalam hidup, untuk mengajarkanmu bagaimana lebih banyak tertawa atau tidak menangis tersedu sedu.

6.
Engkau tidak bisa membuat seseorang mencintaimu,
yang dapat kau lakukan adalah menjadi seseorang yang dapat dicintai.
Selebihnya terserah pada orang itu untuk menyadari nilaimu.
7.
Jangan mengabaikan teman lama, karena engkau tidak akan menemukan orang yang dapat menggantikannya.
Persahabatan itu seperti anggur, semakin tua semakin baik.

Sunday, July 4, 2010

Bukan Bakat Saya

Kalau ada tawaran pekerjaan untuk menggantikan Pak Bondan, yang kerjanya wisata kuliner sambil mencicipi makanan, saya gak akan terima pekerjaan itu.

Bukan karena saya gak mau, jalan-jalan sambil makan-makan, cuma saya tidak punya bakat untuk hal ini. Alasan lain karena saya membayangkan olahraga yang harus saya lakukan untuk mengeluarkan lemak-lemak dalam tubuh saya akibat makan lima kali sehari. Saya juga gak bisa bayangkan, hal-hal yang harus saya lakukan untuk membakar kalori akibat over dosis makan makanan yang berkalori tinggi.

Saya suka makan, tapi saya gak punya bakat untuk membedakan makanan.

Hari ini saya tiga kali makan mie ayam, dengan jeda kurang dari dua jam, di tiga tempat yang berbeda. Tapi lidah saya mengirimkan sinyal ke otak saya, bahwa semua mie ayam itu rasanya sama saja. Gak ada bedanya. Enak semua. 'Maknyus' istilahnya. Tapi mungkin beda ceritanya kalau Pak Bondan yang melakukannya.

Saya juga tidak bisa makan semua jenis makanan. Keju, mayonaise, susu putih, dan olahan makanan yang mengandung terong, pare, dan pete. Susah ditelan jika masuk ke mulut saya. Kalau dipaksa, malah bisa muntah. Ya begitulah...
Tapi sekarang udah mendingan. Dulu saat saya masih kecil, ada makanan lain yang tidak bisa diterima sistem pencernaan saya selain makanan tadi, yaitu: buah durian, kismis, dan ham(burger).

Atas kesadaran itu, saya menolak tawaran dari pihak Transcorp untuk menggantikan Pak Bondan Winarno di acaranya yang sudah terkenal dimana-mana, WISATA KULINER. *)

Bukankah melakukan pekerjaan yang sesuai minat dan bakat akan lebih baik hasilnya? Daripada mengerjakan sesuatu hanya karena paksaan atau tidak sesuai dengan keinginan. Biasanya tidak akan maksimal jadinya.


*) imajiner saja.