Tuesday, December 14, 2010

Untuk Vice9: Inilah Jawabanku

Hai Vice9. Aku lihat kamu sudah lebih baik sekarang. Oleh karena itu, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang masih tersisa di kepalamu.

Aku ingat, kamu pernah menuliskan ini di 'news feed' facebookmu, beberapa waktu lalu: "ketika Anda marah, Anda membuang sekian waktu hidup Anda pada ketenangan dan kebahagiaan. Mungkin juga Anda melewatkan sebuah keindahan, yang seharusnya bisa dinikmati dengan senyuman."

Aku juga tahu, sebelum itu kamu marah dan kecewa karena suatu alasan yang aku sangat pahami: kamu masih sayang dan peduli dengan mereka, tetapi mereka tidak berpikir demikian tentang dirimu.
Oleh karena itu, sekali lagi aku minta maaf, telah melakukan ini semua kepadamu. Aku minta maaf karena telah menghapus semua ingatan kamu tentang "rumah" itu, tentang "keluarga" itu, dan tentang semua orang yang pernah kamu banggakan padaku dulu.

Karena aku pernah mendengar sesuatu:
Suatu kali, Adriano Galliani, wakil presiden AC Milan, pernah berkata pada Football Italia: "Materazzi berbicara sedikit terlalu banyak tentang saya, begitu juga Moratti. Anda bisa lihat, itu artinya saya masih sangat penting bagi mereka. Sebaliknya, saya tak pernah berbicara soal mereka. Anda bisa lihat, itu artinya mereka tak penting buat saya."

Jadi, aku tidak ingin kamu tetap menyimpan kemarahan dan kekecewaan yang mereka timbulkan pada dirimu. Cukup. Aku tidak ingin kamu menganggap "rumah" atau "keluarga besar" yang selama ini dibanggakan olehmu itu sebagai sebuah hal yang penting.

Aku paham akar permasalahanmu hingga kamu menuliskan sesuatu tentang mereka baru-baru ini. Kamu kecewa, karena setelah lima bulan ditinggalkan, ternyata mereka tidak mengubah apa-apa. Kamu kecewa, karena "keluarga" yang selalu kamu banggakan, yang selalu kamu ceritakan ke orang-orang sebagai tempat dimana kamu belajar menulis untuk pertama kalinya, hingga kamu ceritakan dalam salah satu buku yang sedang kamu tuliskan, ternyata malah mencelamu. Mengatakan dirimu "anak gila", hingga mengasihani dirimu karena mereka mengira kamu menyimpan sakit hati terhadap mereka. Bahkan salah seorang dari mereka mengatakanmu: "banci, anjing, tai," dan kata-kata kasar lainnya di telepon pada waktu malam. Aku tidak terima mereka memperlakukanmu seperti itu.

Jadi untuk langkah amannya, seperti yang biasanya aku lakukan, aku menghapus mereka dan semua hal tentang mereka dari ingatanmu. Termasuk membuang mereka dari friendlist facebookmu. Ayolah Vice9, mereka tidak penting lagi untuk kamu ingat dan banggakan.

Aku tahu kamu menuliskan itu karena kamu peduli. Kamu ingin beberapa penulis pemula, seperti dirimu di awal mulanya, mendapat tempat untuk mengekspresikan dirinya. Mendapat penghargaan untuk menambah semangatnya. Mendapat pelajaran untuk melengkapi ilmunya. Juga akhirnya mereka bisa belajar bersosialisasi dan menambah relasi. Tapi itu semua tidak berjalan seperti yang kamu harapkan.

Aku bisa memahami emosimu ketika mengetahui ada beberapa orang yang mendapat perlakuan sama sepertimu dulu, lalu membuat komunitas baru, berpisah dari "keluarga" itu. Aku tahu dan aku paham apa yang kamu rasakan dulu. Kamu tidak ingin sampai seperti itu yang terjadi, pada tempat dimana kamu belajar menulis untuk pertama kali.

Tapi, sudahlah... life must go on. Lupakan! Lupakan semua kenanganmu tentang mereka, tentang orang-orang di dalamnya, tentang pengalaman pertamamu mendapat pujian dari mereka, tentang semuanya... tentang apapun dari mereka. Tapi jangan lupakan semua pelajaran yang telah kamu dapatkan selama lima bulan bersama mereka.
Tetapi itu urusanku, aku akan memilah-milah mana yang akan aku hapus dari ingatanmu. Aku melakukan ini hanya karena kamu terlalu lemah untuk itu.

Oia, aku ingat John Maxwell pernah berkata: "kesalahan terbesar yang mungkin diperbuat seseorang adalah tidak berbuat apa apa. Jadi, katakan ini pada dirimu sendiri: aku tidak tolol. Aku bukan makhluk bodoh jika melakukan kesalahan. Aku melakukan sesuatu, oleh karenanya ada resiko berbuat kesalahan. Aku orang cerdas dan tidak malas.

Itulah dirimu dan sebagaimana adanya dirimu. Jangan merasa bodoh. Jangan!

Jangan pula mencemaskan pendapat orang atau orang-orang yang tidak mengenalmu. Percayalah padaku, itu hanya membuang-buang waktumu. Apa yang mereka pikirkan adalah persoalan mereka, bukan masalahmu. Jangan biarkan orang lain melumpuhkanmu. Mereka tidak punya hak untuk mencegahmu memperluas pengetahuan dan menghangatkan hati orang-orang yang merasa terberkati oleh kehadiranmu di bumi. Meskipun ingatlah juga satu hal: kamu tidak berasal dari dunia ini.


Apakah kamu ingat cerita seorang Catherine Lanigan? Aku pernah menceritakannya padamu dulu. Sebelum kamu kenal orang-orang itu. Dia seorang penulis sepertimu. Saat awal mula dia belajar, dia mendapat celaan yang membuat dirinya hampir melupakan cita-citanya menjadi penulis buku. Orang itu, orang yang tidak mengenal Catherine itu, berkata padanya di suatu waktu: “Lanigan, tulisanmu jelek sekali.” Tetapi orang itu, orang yang disebut sebagai 'orang pintar' di bidangnya, smart guy istilahnya, tidak bisa memberikan alasan mengapa tulisan Catherine dikatakan jelek. Lalu dengan mudahnya dia menyuruh Catherine melupakan cita-citanya.
Tapi kamu tahu sekarang, Catherine Lanigan, penulis pemula yang dulu hampir melupakan cita-citanya, saat ini sudah menuliskan lebih dari dua puluh judul buku. Dan kamu tahu apa kata psikolognya bertahun-tahun setelah peristiwa itu? “Kamu tidak tahu mengapa orang itu mengatakannya? Astaga! Dia bereaksi seperti itu karena cemburu. Dia mengatakan itu dengan nada marah, bukan? Tapi dia tidak bisa memberikan alasannya. Tapi walaupun dia memberikan alasannya, saya yakin dia akan tetap menyudutkanmu. Dengan mengatakan ‘tulisanmu jelek sekali’, itu adalah reaksi yang wajar karena dia melihat sesuatu yang tidak dimilikinya. Dia melihat bakat besarmu.

Kamu juga sekarang belajar dari buku ‘Sang Pemimpi’, bahwa rasa iri bisa menimbulkan sikap pesimis. Yang nantinya bisa berlanjut menjadi sikap sinis dan dengki, bahkan mungkin fitnah. Jadi lupakan sajalah. Mungkin saja dia iri lalu pesimis dengan dirinya sendiri. Seperti orang pintar yang menilai Catherine Lanigan tadi. Apa jadinya jika Catherine Lanigan termakan omongan 'orang pintar' itu? Aku juga tidak ingin itu terjadi padamu. Karena aku percaya pada kemampuanmu.

Oleh karenanya mulai sekarang, jika kamu bingung pada sebuah masa yang hilang dari ingatanmu, pada orang-orang yang tadinya ada di friendlist facebookmu, pada nomor-nomor kontak yang tidak ada lagi di ponselmu, itu karena perbuatanku. Aku ingin kamu terus maju, dan meraih impianmu.

Karena aku yang paling tahu sifatmu. Karena tugasku menutupi kelemahanmu. Begitu juga sebaliknya yang kamu lakukan padaku. Walaupun terkadang aku tidak suka dengan cara berpikirmu yang terlalu kritis dan sedikit sok tahu, tapi aku masih bisa mengerti itu.



-Kolonel. (SS) Victor Hasiholan-
YK, 141210, XS77XY58

Thursday, December 9, 2010

Tidaaak!

"Kita tidak bisa berdialog, bertukar pikiran, atau mendengarkan ... jika sebenarnya salah satu diantara kita tidak berpikir."
[Goenawan Mohamad]

********/*******

Suatu hari di sebuah restoran:

"Kamu marah ya sama aku?"
"Enggak."
"Yang bener? Kamu lagi marah kan sama aku?"
"Enggak."
"Ah, kamu emang marah sama aku."

Lalu perempuan itu meninggikan suaranya: "aku bakal marah sama kamu kalau kamu tanya gitu terus ke aku."

Dan laki-laki di sampingnya berkata: "tuh kan marah..."

********/*******

Hari yang sama, di tempat yang berbeda. Di sebuah klinik konsultasi psikolog.

"Kamu sakit hati sama pacarmu?"
"Enggak."
"Yakin? Kamu gak sakit hati sama pacarmu?"
"Enggak, dok."
"Tapi sepertinya kamu sedang sakit hati terhadap pacarmu."

Lalu perempuan itu berdiri dan berkata: "dok, kalau Anda tetap menanyakan itu terus kepada saya... iya, saya akan sakit hati kepada pacar saya."

Psikolog itu lalu melepas kacamatanya dan meletakkannya di atas meja, kemudian tersenyum pada perempuan yang ada di hadapannya , "benar kan dugaan saya? Anda sedang sakit hati terhadap pacar Anda."

********/*******


Memang, dalamnya lautan bisa diketahui. Tetapi dalamnya hati manusia tidak ada yang tahu.

Jadi, bagaimana untuk mengatakan "tidak", jika memang benar-benar "tidak"? Juga bagaimana untuk mengatakan "bukan", jika memang benar-benar "bukan"?


PS. Catatan ini untuk seseorang di luar sana yang tidak lebih baik setelah melakukan terapi psikologis :)