Wednesday, August 20, 2014

Jadilah Beda, Jadilah Lebih Baik

Sumber gambar -> http://bzfd.it/1nSuIJv
Malam ini aku dapat jawaban dari email yang kukirim 3 hari yang lalu. Di email itu aku cerita ke Dia tentang masalahku. Tentang persoalan yang sebenarnya cuma ada di kepalaku.

Simpel. Aku cerita tentang orang-orang yang gak pernah balas SMSku. Kenapa mereka gak pernah respon miscall dari nomorku (walaupun dari nomor lain langsung direspon). Lalu setelah selesai menulis semua itu, seperti biasa, aku punya jawaban sendiri: mungkin mereka sibuk. Pasti sudah tidur. Salah pencet, maunya buka SMS malah dihapus. Gak punya pulsa. Lagi ada masalah dengan hidupnya. Sakit. Dan lain sebagainya.

Tapi pertanyaan berlanjut: kenapa aku harus balas SMS mereka? Mengapa aku harus respon miscall dari mereka? Walaupun di tengah jalan. Biarpun lagi ada masalah. Waktu lagi sibuk. Tengah malam. Mau tidur. Sakit.

Kenapa ada perasaan bersalah jika aku tidak segera membalas SMS yang masuk, atau tidak merespon miscall dan menjawab telepon dari mereka yang melakukan hal yang sama kepadaku?

Sampai di titik ini, tidak seperti biasanya, aku tidak mempunyai jawabanku sendiri.

Kemudian email dariNya masuk beberapa saat yang lalu. Isinya hanya pertanyaan-pertanyaan singkat. Hanya ada 3 kalimat:
"Apakah kamu harus berlaku sama seperti apa yang orang lain lakukan padamu? Mengapa hidupmu dikendalikan oleh perbuatan orang-orang di sekitarmu? Dan kalau kamu melakukannya juga, apa bedanya kamu dengan mereka?"
PS. Banyak dari mereka yang Kukasihi melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang kamu ceritakan. Tapi Aku tidak pernah melakukan hal yang sama pada mereka.
Sumber gambar -> @9gag

PS. Dari sini aku juga belajar, bahwa jawaban terbaik untuk sebuah pertanyaan adalah dengan pertanyaan.

Sunday, August 17, 2014

Percakapan di Cafe

Percakapan fiktif ini terjadi di sebuah cafe yang terletak di dekat beberapa universitas ternama di sebuah kota.

"Apakah kamu tidak pernah tergoda dengan mahasiswi-mahasiswi cantik yang tiap hari datang ke mari?" Kata seorang pelanggan pada seorang pria paruh baya di meja kasir.

"Saat pertama kali ayah saya membuka kafe ini, saya pikir saya adalah orang paling beruntung di dunia ini. Saya bisa melihat gadis-gadis cantik tiap hari. Setiap hari! Tapi ketika mereka datang kembali ke sini untuk reuni-an, saya mulai memerhatikan. Mereka duduk di meja yang sama. Memesan makanan yang sama. Dan saya mulai berkata pada diri saya sendiri: gadis-gadis itu akan berubah. Mereka akan menjadi tua... bertambah berat badannya, mulai memperlihatkan kerutan di wajahnya, selulit di pahanya, lipatan di perutnya mulai terlihat akibat pakaian ketat yang dikenakannya... dan saya sudah memiliki yang seperti itu di rumah. Tambahannya, istri saya sudah sangat mengerti ketika saya marah, gembira, sedih, kecewa; bahkan dia pernah duduk berdua dengan saya di sini, di tempat kamu duduk saat ini, saat saya terlibat masalah dan hutang karena tempat ini; dan dia tidak lari. Dia malahan berkata, 'Kita bisa melewati ini.' Ya... saya dan dia sudah bisa membaca masing-masing pikiran kami, bicara dari hati ke hati; saya tahu siapa dia dan dia mengerti bagaimana saya hingga bisa seperti sekarang ini."

Pria ini menghentikan sejenak ucapannya.

"Saranku untukmu anak muda: Nikahilah wanita bukan karena fisiknya. Bukan karena apa yang terlihat oleh mata, karena semua itu pasti akan berubah dan itu alamiah. Menikahlah dengan seseorang yang bisa membuatmu nyaman saat bercakap-cakap dengannya. Berlatihlah setiap hari untuk saling mendengarkan dan selalu berusahalah untuk membuat bahan pembicaraan. Karena saat kalian bertambah tua, kecakapan komunikasi antara kalian itu lebih penting daripada semuanya."

Mahasiswa di depannya tersenyum malu.

"Dan untuk menjawab pertanyaanmu tadi... ya, saya pernah tergoda dengan seorang wanita yang datang ke tempat ini. Hanya sekali. Dia saat ini sedang menyiapkan makan malam di rumah untuk anak-anak kami."

-di pojokan emci donal, 17 Agustus 2014-