Monday, April 6, 2015

Passion of Christ: Why It Has to be Like That?*

Setiap masa pra Paskah hingga hari Paskah, yang menjadi ciri khas beberapa tahun belakangan, selain telur, kelinci dan daun palma; adalah film “Passion of Christ”. Sebuah film yang walaupun masuk genre “Rohani”, tetapi diberi rating “Dewasa”, karena banyak adegan yang tidak patut dipertontonkan di depan anak-anak. Saking kejamnya, saking berdarah-darahnya, saking di luar batas peri kemanusiaan.

Saya sendiri juga suka men-skip beberapa adegan yang menurut saya sangat sadis dan brutal untuk dipertontonkan. Salah satunya adegan pencambukan, di mana sang algojonya saja sampai kelelahan saat melaksanakan hukuman. Lalu adegan “pemakuan” di kayu salib. Mungkin, jika saat itu sudah ada Komnas HAM, hukuman kepada Tuhan Yesus Kristus pasti sudah dimasukkan dalam golongan pelanggaran HAM sangat berat. Karena tidak ada lagi kosakata dalam bahasa manusia untuk menggambarkan penyiksaan yang sedemikian sadis dan brutal, kepada Tuhan Yesus.

Dulu, saat pertama kali nonton film tersebut, pertanyaan dalam pikiran saya adalah: “Kok Yesus mau ya terima hukuman sampai segitunya?”

Kalau memang Dia harus menerima hukuman mati, agar tujuan-Nya ke dunia ini tergenapi, mengapa Yesus mau menerima siksaan lahir batin sampai segitu hebatnya? Bukankah sebagai Anak Allah, Ia bisa menegoisasikan hukuman yang akan diterima-Nya sebagai ganti dosa manusia?

Dan hari ini saya dapat jawaban atas pertanyaan saya beberapa tahun lalu…

…karena dosa manusia ternyata juga sampai segitunya; bahkan beberapa dosa tidak bisa lagi terkatakan dalam bahasa manusia.

Sebutlah saja beberapa:

    Seorang anak yang menyiksa dan memenjarakan ibu kandungnya.
    Seorang ayah bisa membunuh anak-anak kandungnya sendiri dengan cara yang kejam.
    Seorang ibu tega menyuruh anak-anaknya menenggak racun akibat pikirannya yang singkat.
    Pembantaian massal yang dilakukan pada sesama manusia dengan cara sadis seperti pemotongan hewan, hanya akibat perbedaan keyakinan.
    Fitnah dan tipu muslihat di antara saudara kandung hanya karena harta orangtuanya.
    Demi uang bayaran yang tak seberapa, mau membunuh orang lain dengan cara yang di luar peri kemanusiaan.

Bahkan masih banyak kejahatan dan kebiadaban yang dilakukan oleh manusia, yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya, kalau manusia bisa bertindak dan melakukan hal-hal yang di luar batas nalar dan akal sehat manusia pada umumnya.

Dan untuk itulah, Tuhan Yesus rela disiksa sampai segitunya… Tuhan Yesus mau menerima hukuman yang membuat-Nya mendapatkan sakit yang sedemikian hebat. Bahkan dikatakan —hingga begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi— (yang pasti film “Passion of Christ” belum bisa memvisualisasikan seperti yang tertulis di kitab Yesaya 52:14). Ya, pikiran manusia (Mel Gibson) belum bisa menggambarkan hebatnya siksaan yang diterima Yesus dalam penghukuman-Nya…

…sampai di sini, saya juga tak mampu lagi membayangkan bagaimana peristiwa penyaliban Yesus Kristus yang sebenarnya…

…tetapi kabar baik dari ini semua adalah: seberapa pun besar/ kejam/ sadis/ jahat/ kasar/ biadab dosa yang pernah kita lakukan, bahkan mungkin dikatakan bahwa dosa yang kita lakukan tak lagi berperi kemanusiaan; Tuhan Yesus sudah menebusnya lunas saat Ia menerima salib sebagai amanat agung yang dengan taat dilakukan-Nya, tanpa keluhan atau bantahan.

    Supaya kita tidak perlu mengalami penghukuman yang sama akibat dosa dan pelanggaran kita.
    Agar hubungan kita dengan Bapa yang telah dirusak oleh dosa, dipulihkan oleh pengorbanan-Nya.
    Agar segala sakit dan penyakit yang diderita akibat kesalahan kita, disembuhkan oleh bilur-bilur-Nya.

Untuk itu semua, Tuhan Yesus mau berkorban sampai segitunya…

…maukah Anda melakukan segala sesuatu untuk Dia, sampai segitunya?

What's your answer?
*do-post idemublog.wordpress.com