Saturday, February 19, 2022

B.A.N.G.S.A.T (Cara Mengenali Investasi/Model Bisnis Tipu-tipu)


Investasi bodong, scam, fraud atau apa pun namanya, bukanlah hal yang baru; udah ada sejak dulu. Cuma sebagaimana hal lain, kemajuan teknologi mengamplifikasi kehadiran mereka. Pemain boleh berganti, tapi cara-cara masih sama, memanfaatkan musuh besar kita: diri kita sendiri. Diantaranya:

- Sifat pengin kaya dengan cara cepat
- Mudah percaya dengan orang yang dikenal/terkenal
- Malas membaca atau belajar; tidak mengembangkan rasa ingin tahu
- Malu atau gengsi bertanya,
- Senang pamer (flexing), pengin menjadi seperti yang senang pamer
- Mudah terpukau pada kekayaan.

Jadi berikut tujuh (7) kriteria, cara mengenali investasi bodong/scam, agar orang awam dalam berinvestasi tidak terjerumus pada "gambling dianggap trading dan money gaming dikira investing". Kriteria ini saya singkat: B.A.N.G.S.A.T.

1. [B]usiness model.

Setiap keuntungan tentu harus berasal dari suatu model bisnis. Apakah jual produk, trading, dll. dan ciri-ciri dari investasi bodong itu cenderung tidak transparan. Tidak jelas hitung-hitungan bisnisnya: gimana bisa menghasilkan untung besar? Gak tahu. Doesn't add up. Kalau transparan tentu calon korban sulit terpedaya. Kalo bilang jualan toples, tentu calon korban bisa menghitung: kira-kira modal, margin profit, volume dll., apakah masuk akal dengan keuntungan yang ditawarkan.
Tapi tentu mereka (para penipu) gak kehabisan akal. Dikaranglah nama instrumen, aset, transaksi eksotik, yang terkesan canggih, kompleks, dan dilakukan di negara antah berantah (luar negeri), dan dikelola oleh manusia super atau robot yang digdaya (pasti auto cuan). Saking rumitnya, sehingga calon korban pun malu bertanya, takut dianggap kudet atau bodoh. Semakin canggih maka dianggap suatu underlying pada model bisnis yang ditawarkan, akan semakin bisa dipercaya menghasilkan imbal hasil yang tinggi. Biasa berpikir semakin banyak efforts = semakin banyak hasil. Padahal di domain di mana lebih besar luck dibanding skill, hal tersebut tidak berlaku. Jadi [B]usiness model yang abstrak atau tidak transparan itu bertujuan untuk mengaburkan dan/atau menjustifikasi hasil investasi yang "too good to be true". Padahal red flag pertama sebuah instrumen investasi itu scam/bodong adalah "terlalu bagus untuk jadi kenyataan".


2. [A]nda orang beruntung. Atau menonjolkan aspek kelangkaan (scarcity).
Dibuat seolah-olah calon korbannya adalah satu dari sedikit orang yang beruntung, yang dapat menikmati tawaran investasi tersebut. Tidak banyak kuota. Waktu terbatas. Calon korban merasa spesial, blessed. Dengan desakan waktu yang terbatas, sedikit waktu yang tersedia untuk mengevaluasi tawaran dengan kepala dingin (memikirkan matang-matang). Sedikit waktu yang ada untuk berkonsultasi dengan orang lain. Waktu terbatas juga mendorong perilaku FOMO (Fear Of Missing Out).


3. [N]yari anggota.
Umumnya investasi bodong menghasilkan untung untuk membayar peserta lama, yang seolah-olah hasil investasinya, dengan uang yang didapatkan dari peserta baru. Sebenarnya jelas sih: kalo model bisnis dari trading, di mana relevansinya peserta harus mencari anggota baru? Kan ada underlying asset untuk menghasilkan cashflow/keuntungan... ini kalau beneran investasi.


4. [G]aransi.
Baik dari member lama atau pun orang lain. Orang terkenal, 'seleb' atau orang dekat.
Dimulai dengan: "Kalo gak cair, nanti biar saya yang transfer." atau, "Pak anu aja ngambil lima paket lho, padahal kurang apa coba hartanya beliau?". Juga bisa: "Masak gak percaya temen sendiri? Kita kan bro and sis...".
Teknik penawaran seperti ini, kalau mengacu pada buku Robert Cialdini, "Influence: The Psychology of Persuasion" disebut dengan Authority: sosok yang berwibawa, dapat dijadikan contoh. Seolah-olah kalau orang tersebut terlibat, akan jadi jaminan mutu dari investasi yang ditawarkan. Membuat orang lengah. Padahal selain deposito dan obligasi, mana ada investasi yang kasih garansi (imbal hasil pasti)?


5. [S]urat izin.
Entah dipalsukan, entah ngaku-ngaku berizin. Atau: "Sedang diurus perizinannya, tahu sendiri lah di negara ini lama birokrasinya."
Masalahnya... gak banyak orang mau capek-capek ngecek (takut dianggap gak percaya -lihat kriteria nomor-4). Atau kalaupun ada surat izin, ya gak nyambung sama model bisnis atau instrumen investasinya. SIUP bisa dianggap sudah izin untuk dagang apapun. Tapi dengan pamer surat izin, kadang membuat lengah calon korbannya: "Oh resmi," pikir si calon korban.


6. [A]bsurd.
Keuntungan/imbal hasil yang dijanjikan tidak masuk akal.
Misal: 15% per bulan, atau 180% per tahun! Bahkan ada yang dalam hitungan jam bisa 300%.
Ketika deposito bank buku 4 paling banter 4%-5% per tahun, atau surat hutang yang dijamin negara (SBN) paling tinggi 7% per tahun, ini ada investasi atau model bisnis yang garansi keuntungan lebih besar? Sebenarnya kriteria ini adalah yang termudah menjadi red flag (peringatan). Tapi sayangnya, ini juga yang menjadi daya tarik terbesar, terutama kalau match dengan calon korban yang: pengin kaya dengan cepat, pengin niru rumput tetangga, dan pengin bisa pamer di Medsos. Apalagi kalau digabung dengan ajakan/tawaran berdasarkan 6 kriteria lainnya.


7. [T]ontonkan (hasil).
Tergocek contoh member yang berhasil. Kasih screenshot slip transfer. Smartphone baru. Uang tunai. Foto atau video (IG reels/TikTok) hasil investasi/model bisnis yang sedang dijalankannya. Zaman sekarang hal-hal tersebut jadi konsumsi tiap hari. Apalagi buat mereka yang kepo; kerjaannya cuma rebahan, scrolling media sosial, dan bermimpi jadi kaya. Menurut Cialdini, ini yang disebut sebagai Social Proof. Bukti. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial: membandingkan, mengikuti, pengin seperti orang lain.


 

Jadi ke depannya, kalau menerima tawaran investasi atau modalin sebuah model bisnis, evaluasi dulu dengan 7 kriteria (B.A.N.G.S.A.T) ini:



[B]usiness model.
[A]nda orang beruntung/eksploitasi kelangkaan.
[N]yari anggota/keuntungan based on ada/tidaknya anggota baru yang bergabung.
[G]aransi dari member/orang dekat atau orang terkenal.
[S]urat izin yang tidak jelas.
[A]bsurd imbal hasilnya.
[T]ontonkan hasil investasi/keuntungan bisnisnya dari member/anggota yang udah bergabung.



Semoga sharing ini bermanfaat.


(Ditulis ulang dari thread di twitter Tigor Siagian, Deputi Direktur Bank Indonesia)