Wednesday, November 24, 2010

Berani Tampil Beda [Sebuah Catatan Lama]

"Lebih baik diasingkan, daripada menyerah pada kemunafikan."
(Soe Hok-Gie)

Di hamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. Sekalipun nyaman engkau di tengah impitan sesamamu, tak akan ada yang tahu jika kau melayang hilang.

Di lingkungan gurun yang serba serupa, untuk apa lagi menjadi kaktus. Sekalipun hijau warnamu, engkau tersebar di mana-mana. Tak ada yang menangis rindu jika kau mati layu.

Di lansekap gurun yang mahaluas, lebih baik tidak menjadi oase. Sekalipun rasanya kau sendiri, burung yang tinggi akan melihat kembaranmu di sana-sini.

Di tengah gurun yang tertebak, jadilah salju yang abadi. Embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah, dan kaktus terpengarah. Semua butir pasir akan tahu jika kau pergi, atau sekedar bergerak dua inci.

Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau... berbeda.

Salju Gurun (1998)
Dewi 'Dee' Lestari

********/*******

Beberapa hari belakangan, saya mendengar beberapa penuturan tentang perbedaan. Saya mendengar kisah tentang menjadi berbeda, di tengah-tengah dunia yang serba hitam putih, seperti tungku arang.

"Di DirJen pajak tuh ibarat hutan, yang semua pohonnya bengkok. Kalau ada yang lurus, pohon itulah yang ditebang." kata seseorang.

"Temen gue bilang, kalo ngelakuin hubungan seks waktu pacaran, rasanya enak banget sampe ke awang-awang. Tapi karena semua teman gue udah ngelakuinnya, gue ogah dong jadi follower. Gue mau jadi trend setter, yang masih bisa bilang, kalo ML pas pacaran itu bukan saatnya dan belum waktunya." tulis seseorang di status facebooknya.

"Lagi di tengah-tengah para perokok! Merasa aneh, pas temen-temen aku ngerokok, aku enggak. Mereka bilang aku gak jantan. Ah, biarlah... ada waktunya sendiri untuk buktiin siapa yang lebih jantan." curhat seseorang di twitternya.

********/*******

Apakah menjadi berbeda itu salah? Apakah aneh menjadi putih di tengah kumpulan hitam? Menjadi ikan koki di tengah kumpulan ikan lele. Menjadi secangkir teh hangat, di tengah gelas-gelas yang berisi es sirup merah.

Bukankah dengan menjadi berbeda, itulah yang akan menarik perhatian orang? Bukankah dengan menjadi berbeda, itu akan membuat pandangan orang tertuju padanya?

Di tengah-tengah kumpulan burung merpati hitam, bukankah merpati putih lah yang menjadi perhatian? Jika burung merpati putih hilang, pasti akan langsung diketahui pemiliknya dan dicari semua orang.

Menjadi berbeda itu indah, walaupun tantangannya tidak mudah.
Menjadi berbeda itu akan mudah terlihat, meskipun akan terasa berat.
Menjadi berbeda itu membutuhkan karakter yang kuat,
sehingga ketika angin besar lewat, tidak sampai terbang terangkat.

Menjadi berbeda itu sebuah pilihan, yang pastinya tidak ringan.

Jadilah berbeda di tengah dunia yang mulai seragam. Ketika tiba saatnya yang berbeda meninggalkan dunia, ketika sang putih meninggalkan kumpulan hitam, dunia tidak akan lagi terlihat indah dan menarik, karena tidak ada lagi dia yang berbeda, yang membuat orang menjadi melirik.

Karena jaman tak bisa dilawan, keyakinan harus tetap dipertahankan!

Karena yang dibutuhkan dunia adalah mereka yang dapat berkata 'tidak' dengan tegas, meskipun seluruh dunia berkata 'ya'.

Ketahuilah pada akhirnya, sesungguhnya ini semua adalah masalah antara kau dan Tuhan, tak pernah antara engkau dan mereka (yang sama-sama hidup di dunia).


Yogyakarta, 14 April 2010 [03:02 PM]

Thursday, November 18, 2010

Putih

Pagi ini saya mencuci tumpukan pakaian yang telah terabaikan seminggu belakangan. Alasannya sederhana: sudah tidak ada baju ganti lagi. Mau tidak mau, saya harus mencuci pakaian-pakaian itu.

Ketika mencuci tumpukan pakaian yang berwarna putih, seperti biasanya saya memisahkan pakaian berwarna dengan yang tidak berwarna, saya mendapati kalau pakaian putih tidak semuanya benar-benar putih. Apa standar warna putih? Apakah jika mulai kusam tidak bisa lagi dikatakan putih? Ataukah jika ada bercak kotoran tidak bisa lagi dikatakan putih? Adakah pakaian yang benar-benar berwarna putih? Putih, seputih warna pakaian di iklan pemutih. Bukankah putih itu relatif?

Itulah gambaran manusia sesungguhnya. Ketika lahir, kita seperti kain putih. Tetapi lama kelamaan, seiring bertambahnya usia, warna putih itu menjadi kusam. Tidak ada putih yang benar-benar putih, bukan? Walaupun sepotong pakaian direndam dengan pemutih, lalu dicuci dengan detergen yang mengandung pemutih, warna putihnya tidak akan benar-benar putih seperti baru lagi. (Saya tidak percaya dengan iklan di TV)

Kita, manusia, seperti tumpukan pakaian putih yang kotor dan tiap minggu menunggu untuk dicuci. Tetapi walau dicuci sebersih apapun, warna putih itu tidak akan kembali seperti semula. Kotoran atau noda yang menempel mungkin akan hilang, tetapi tindakan mencuci, tidak akan mengembalikan warna putih seperti sediakala.

Jadi saya heran jika ada orang, atau sekelompok orang, yang mengklaim dirinya, atau diri mereka, adalah "putih" yang benar-benar putih. Lalu menganggap orang lain lebih kotor daripada diri mereka. Well, sepertinya mereka tidak sadar kalau pakaian putih yang mereka kenakan, tidak benar-benar berwarna putih seperti putihnya bunga melati yang ditanam oleh Tuhan.

Karena tidak ada warna putih yang benar-benar putih.

"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." [Yohanes 8:7b]