Thursday, November 10, 2011

Menjadi Pahlawan Sejati

"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32)

Saya pernah mendengar cerita tentang Napoleon Bonaparte yang dalam masa tuanya, menangis ketika melihat lukisan Yesus Kristus di dinding kamarnya. Ia berkata, "Aku menaklukkan dunia dengan membunuh dan membinasakan banyak manusia. Tetapi Dia menaklukkan dunia dengan mengorbankan nyawa-Nya sendiri demi cinta-Nya pada manusia."

Seorang manusia yang dicap sebagai "pahlawan" oleh dunia, seringkali memerolehnya dengan mengorbankan orang lain demi kepentingannya. Padahal jika direnungkan, pantaskah dia memerolehnya dengan mengorbankan orang lain demi cita-citanya?


Kalimat di awal tadi menyebutkan, bahwa orang yang sabar melebihi seorang pahlawan. Karena orang yang sabar sanggup menanggung segala sesuatu tanpa pernah merasa disakiti.

Bukankah itulah karakter seorang pahlawan sejati?

Orang yang sanggup berjuang tanpa memikirkan sebuah penghargaan atau pengakuan. Kadang sendirian, karena semua orang yang tadinya bersamanya telah kehilangan keyakinan. Orang yang mampu berjuang di tengah derasnya arus yang menentang. Tetap sendirian, karena dia tidak mau orang lain dikorbankan agar dia meraih apa yang dicita-citakan. Dalam kesunyian, dengan tetap memegang teguh keyakinan, bahwa perubahan memang tidak pernah instan. Dan kebenaran pada akhirnya selalu menang, tanpa pernah tahu kapan ia akan datang.

Kalimat di awal tadi juga mengatakan, bahwa orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota. Karena orang yang menguasai dirinya, tidak mudah diombang-ambingkan oleh suasana di sekitarnya.

Bayangkan orang yang merebut kota... Pastilah mereka dikuasai oleh emosinya, agar mempunyai kekuatan lebih untuk menumpas orang-orang yang melawannya. Saat merebut kota, pastilah ada mereka yang memertahankannya. Dan orang yang merebut kota, pastilah harus membinasakan mereka semua. Ada pertumpahan darah di sana. Ada yang dikorbankan demi tujuan merebut kota.

Dan sekarang bayangkan orang yang bisa menguasai dirinya... Pastilah mereka telah menguasai emosinya, sehingga tidak pernah terpancing oleh keadaan di lingkungannya. Bahkan seringkali mereka seperti termostat yang mampu mengubah lingkungan, menjadi seperti apa yang ia inginkan.

Sehingga jika ada manusia yang sabar dan mampu menguasai dirinya, bukanlah ia melebihi seorang pahlawan yang merebut kota?

Apakah manusia itu kamu?

Semoga kamu menjadi manusia seperti itu di lingkunganmu.



Tulisan terkait: Tidak Ada Yang Ingin Menjadi Pahlawan

Wednesday, November 2, 2011

Yakin Sudah Sukses?

Sukses. Kata ini sering didoakan oleh setiap orang tua kepada semua anaknya. Atau ketika teman kita merayakan hari lahirnya; “Semoga kamu menjadi orang yang sukses di kemudian hari.

Tapi sebenarnya apa arti dari kata “SUKSES”?

Menurut kamus lengkap bahasa indonesia, sukses bisa berarti berhasil, beruntung, lulus atau dapat dicapai dengan baik. Jadi kata sukses sangat abstrak maknanya.

Ingin sukses?” Kalimat itu juga sering menjadi kalimat promosi sebuah acara motivasi, atau kalimat ajakan untuk mengikuti sebuah bisnis yang modalnya harus mengajak orang sebanyak mungkin. Tapi nyatanya, tidak semua orang yang mengikuti acara motivasi atau bisnis tersebut menjadi orang yang (dianggap) sukses. Jadi adalah salah kalau orang mengartikan kata sukses dengan banyak uang atau memiliki jabatan dan kedudukan.

Kata “sukses” adalah kata sifat. Jadi artinya relatif bagi setiap orang. Tidak ada tolok ukur untuk menilai apakah seseorang sudah sukses dalam hidupnya.

Karena jika kesuksesan diukur dengan uang, berarti tidak ada tukang kebun yang sukses; supir yang sukses; office boy yang sukses; kasir supermarket yang sukses; bahkan tidak ada pembantu rumah tangga yang sukses. Padahal setiap orang ingin dikatakan sukses. Dan nyatanya, mereka yang banyak uangnya, masih membutuhkan tukang kebun, supir, office boy, kasir supermarket dan pembantu rumah tangga. Bisakah kalian bayangkan, hai orang-orang yang mengatakan kesuksesan hanya dapat diukur dengan uang, jika tidak ada mereka yang kalian katakan “tidak cukup sukses” tersebut?

Atau jika kesuksesan diukur dengan pangkat dan jabatan, berarti tidak ada sersan yang sukses; staf manager yang sukses; perawat yang sukses; satpam yang sukses; bahkan tidak ada sekretaris yang sukses. Padahal setiap orang ingin menjadi sukses. Dan nyatanya, mereka yang berpangkat jenderal atau direktur utama sebuah perusahaan, atau dokter spesialis kenamaan, masih membutuhkan seorang sersan, staf, perawat, sekretaris dan satpam. Bisakah kalian bayangkan, hai orang-orang yang menganggap kesuksesan hanya dapat diukur dengan pangkat dan jabatan, jika tidak ada mereka yang kalian anggap “tidak cukup sukses” tersebut?

Saya percaya, setiap manusia diciptakan dengan fungsi dan tugas yang berbeda-beda. Seperti Tuhan menciptakan tubuh manusia. Semua organ tubuh kita mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda-beda. Bisakah mata berkata pada telinga, “Aku tidak membutuhkanmu”? Atau seorang pemain sepak bola memandang remeh tangannya, karena dia memandang kakinya lebih berharga?

Jadi, sukses adalah sebuah pengertian. Untuk mencapainya, yang pertama harus dilakukan adalah mengerti apa yang menjadi tujuan hidup kita. Tahu apa yang menjadi cita-cita kita. Setelah itu, jika kita ingin sukses, kejarlah apa yang menjadi tujuan dan cita-cita hidup kita itu.

Sukses bukan berarti harus punya banyak uang. Sukses juga bukan berarti punya pangkat dan jabatan. Sukses berarti mengerti, kalau tujuan Tuhan menciptakan kita di dunia sudah tercapai.

Ketika kita sukses, kita tidak harus menjadi kaya atau terpandang di mata orang-orang. Ketika kita sukses, yang pasti kita akan puas dan bahagia dengan apa yang telah kita kerjakan selama ini. Tidak peduli apa kata orang lain pada diri kita saat ini. Yang paling tahu apakah diri kita sukses saat ini adalah diri kita sendiri. Karena ada seorang tua yang kaya dan mempunyai keluarga bahagia, tapi dirinya belum menganggap bahwa kesuksesan telah diraihnya. Orang tua itu berkata: “Masih ada cita-cita saya yang belum terlaksana.


Saya pribadi sering bertemu dengan orang-orang (yang dianggap) sukses di negeri ini. Dan kalimat yang sering meluncur dari mulut mereka adalah: “Saya bangga dengan apa yang telah saya lakukan dalam hidup saya.

Jadi, apakah Anda puas dan bahagia dengan apa yang telah Anda kerjakan selama ini? Jika iya, itu artinya Anda sedang berjalan dalam kesuksesan hidup Anda.

Salam sukses.

Tidak ada orang yang benar-benar sukses, jika ia tidak benar-benar menyukai apa yang dikerjakannya. -Andrias Harefa-

Saturday, August 27, 2011

Maaf, Bukan Selamat Ulang Tahun

Maaf. Itu kata pertama yang terlintas di benakku saat aku mulai menuliskan ini. Maaf karena terlambat untuk mengucapkan selamat ulang tahun untukmu, dan maaf karena aku tidak mendukungmu untuk promosi menjadi bintang satu.

Untuk maaf yang pertama, sebenarnya juga ada yang salah di sana. Aku sendiri tidak tahu, siapa yang menciptakan susunan kata itu: ulang tahun. Padahal tahun tak pernah berulang, tahun selalu berganti setelah 365 hari berselang. Kamu kemarin merayakan hari lahirmu. Tak lebih dari itu. Jadi aku mau katakan: selamat merayakan hari kelahiranmu. Mungkin karena rangkaian kata-kata “Selamat merayakan hari kelahiranmu” terlalu panjang, manusia di jaman SMS seperti sekarang menyingkatnya menjadi “Selamat ulang tahun.” Meskipun tahun tak pernah mundur, selalu maju. Dan sudah 24 tahun berlalu, sejak hari kelahiranmu.

Aku juga prihatin pada kondisimu di angka 24. Ditambah penampilan dan cara berpikirmu yang seperti pria 42 tahun, aku rasa kamu harus secepatnya menemukan seseorang yang bisa selalu bersamamu dan nantinya saling menuntun. Aku juga masih belum paham dengan kriteria calon ibunya anak-anakmu. Kalau orang berkata, “Dalamnya hati perempuan seperti dalamnya samudera,” aku bilang, "Dalamnya hatimu seperti kedalaman magma." Belum ada alat ukur untuk mengetahui seberapa dalam cairan panas di bawah sana.

Apa sih yang kurang dari seorang Letnan Ella? Cantik, cerdas dan cerewet sangat cukup untuk menutupi kelemahanmu yang (maaf) kurang tampan dan pendiam. Bahkan dia sudah menolak dua orang perwira lainnya, hanya gara-gara menunggumu mengatakan “Iya”. Tapi kamu masih diam saja. (Maaf letnan, aku hanya mau menyadarkan perwira bodoh dalam urusan cinta ini)

Kamu sekarang di angka 24. Semua teman se-angkatanmu sudah mempunyai pasangan. Atau pernah mempunyainya. Kamu? Hampir 10 tahun aku menjadi temanmu, belum pernah sekalipun aku melihatmu mempunyai hubungan dengan perempuan, yang lebih dari sekedar teman. Kamu masih menyukai perempuan, kan? (Kalimat terakhir diketik Kolonel Jo)

Apa kamu pernah berpikir begini: ketika kamu bertambah tua, (meskipun sekarang sudah terlihat tua -Jo-) kami, teman-temanmu akan hidup dengan pasangan masing-masing. Meskipun kami sekarang masih mau menemanimu makan malam, nonton di 81 atau bersama-sama melakukan manuver gila dengan F-18 seperti kemarin malam, kami tidak bisa selalu menemanimu setiap akhir pekan. Meskipun kamu pimpinan kami, itu semua sudah ada di ranah pribadi. Kamu tidak bisa menyuruhku meninggalkan pacarku, atau kapan Jo bisa berakhir pekan dengan keluarganya. Kami pun mempunyai kesibukan sendiri, dan aku yakin kamu juga punya kesibukanmu di tempat lain. Dan ketika kamu lelah, yang bisa punya waktu lebih untuk menemanimu pasti bukan sekedar teman. Jadi carilah perempuan (bukan laki-laki -Jo-) yang mau menjadi lebih dari sekedar temanmu.

Kalau kamu sekarang berpikir tidak ada, pasti karena kamu kurang membuka diri ke mereka. Ke semua perempuan di luar sana. Kamu tahu apa reaksi para bintara perempuan saat kamu masuk ke kelas mereka tadi siang? Dengan lencana di lengan kirimu yang cuma dipakai oleh segelintir perwira, itu sudah membuat mereka kagum dan bertanya-tanya. Harusnya itulah kesempatanmu untuk tebar pesona. Tapi kamu malah bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Dingin dan berbicara seperlunya. Padahal aku tahu kamu lebih gila dari semua perwira yang masuk ke kelas mereka. (Jo sebenarnya ingin mengguncang-guncang bahumu tadi, karena dia mengira kamu sedang di alam mimpi)

Ayolah, buka dirimu mulai sekarang kepada perempuan. Mungkin Letnan Ella tidak cocok dengan kriteriamu (maaf Letnan), tapi harusnya ada seorang perempuan yang bisa mendekati kriteria calon ibunya anak-anakmu. Kami sebagai temanmu juga sangat penasaran siapa perempuan yang bisa menaklukkan hatimu. (Kalimat terakhir ditulis dari hati kami yang paling dalam)

Dan karena itu, aku tidak bisa mendukungmu promosi menjadi bintang satu. Walaupun kamu sangat pantas untuk mendapatkannya. Aku hanya tidak mampu membayangkan, kalau nanti para perwira tinggi mengadakan pertemuan atau jamuan makan malam, hanya kamu yang hadir sendirian. Tanpa pasangan. Apa kata mereka? Kamu tidak ingin kan, mereka mempunyai pikiran yang sama seperti Kolonel Jo sekarang? Kalau itu terjadi, pasti para istri perwira tinggi yang lebih khawatir nanti. Jangan-jangan kamu akan menyukai suami mereka… ha ha ha :))

Jadi tolong pikirkanlah ini semua. Demi karirmu dan demi masa depanmu. Karena aku percaya, kamu akan menjadi perwira tinggi yang hebat di masa mendatang. Dan kata pepatah: di balik seorang pria hebat, ada seorang wanita luar biasa yang mendampinginya. Temukanlah dia.

Harapanku, saat tahun depan kamu merayakan hari lahirmu, kamu sudah menemukan pendampingmu. Hanya itu.

IAI Base, 271011

XS87YZ06

-Kolonel. (SS) Victor Hasiholan-

&

-Kolonel. (DF) Jonathan Reaven-

Monday, June 27, 2011

Integritas: Jangan Katakan Maaf

Kata "maaf" yang diucapkan pada orang lain menunjukkan rasa penyesalan kita padanya. Oleh karena itu jangan katakan maaf, alih-alih berkata tidak, pada tawaran yang buruk dari orang lain.

Misalnya dalam suatu pesta, seseorang menawari kita minuman beralkohol. Jika Anda tidak ingin meminumnya, katakan saja, "Tidak. Saya tidak meminum alkohol."
Karena jika Anda berkata, "Maaf. Saya tidak meminum alkohol," hal ini akan terdengar seperti, "saya menyesal karena saya tidak meminum alkohol."
Padahal menolak tawaran meminum alkohol bukan sebuah kesalahan. Baik malahan. Itu akan menjaga Anda tetap sadar, sehingga jika semua orang dalam pesta itu mabuk dan tidak dapat menyetir mobilnya untuk pulang ke rumahnya, Anda bisa menolong mereka semua.

Juga saat berkumpul bersama teman-teman Anda, kemudian mereka semua mulai menyalakan rokok, dan Anda ditawari oleh mereka sebatang rokok; cukup katakan, "Tidak. Saya tidak merokok." Jangan katakan, "Maaf. Saya tidak merokok." Sama seperti kasus minuman alkohol tadi, menolak tawaran untuk merokok bukan menunjukkan kesalahan yang Anda lakukan. Hal ini juga tidak akan menjadi pembenaran bagi teman-teman Anda yang merokok. Karena jika Anda berkata "Maaf", di pikiran para perokok ini akan terbentuk opini, "Orang yang tidak merokok selalu menyesal jika tidak merokok di kumpulan para perokok. Kasihan mereka... ha.. ha.. ha.."

Jadi, cukup katakan "tidak" saat ada yang menawari Anda untuk korupsi, berjudi, mengonsumsi narkotika dan hal-hal lainnya yang bisa merusak masa depan Anda.


Berkata "tidak" pada sebuah tawaran dari orang lain, bahkan dari sahabat atau kenalan, menunjukkan bahwa Anda punya prinsip yang tidak bisa ditawar lagi. Inilah yang kemudian disebut dengan integritas.

Sunday, May 22, 2011

Penulis Bayangan di Antara Nasib dan Keberuntungan

Penulis bayangan, atau istilah kerennya ghost writer, adalah sebuah “side job” untuk mereka yang hobi menulis. Disebut hantu atau bayangan, karena profesi ini memang tidak akan membuat pelakunya nampak di permukaan. Dan memang dikondisikan demikian. Beda dengan profesi penulis profesional lainnya, seperti penulis sebuah buku cerita, yang namanya akan langsung dikenal oleh pembacanya.

Lalu ada yang bertanya, "Gimana ya caranya jadi ghost writer? Pengin nih. Ada tips gak selain terus menulis?"

Saya lalu bertanya balik padanya: “Bagaimana menjadi ghost writer atau bagaimana (kok bisa) menjadi ghost writer?

Untuk pertanyaan pertama, saya tidak bisa menjawabnya. Atau lebih tepatnya, belum layak memberikan jawabannya. Alasannya: saya juga baru belajar. Baru saja memulainya. Jadi untuk memberikan jawab bagaimana menjadi ghost writer, saya masih kurang kompeten untuk menjelaskannya. Mungkin ada “hantu” lain yang membaca tulisan ini mau memberikan jawabannya? :)

Dan untuk pertanyaan kedua, “Bagaimana (kok bisa) menjadi ghost writer?” Jawaban saya sederhana: karena nasib dan keberuntungan.

Nasib itu bisa diusahakan. Dengan melakukan apa yang terbaik yang bisa dilakukan. Sisanya itu urusan Tuhan. Inilah keberuntungan. Kata pepatah: “Do the best, and let God do the rest.

********/*******


Beberapa waktu lalu saat makan siang bersama orang yang sedang saya “bayangi”, saya menanyakan hal ini. Mengapa saya? Bagaimana dia menemukan saya? Apa yang membuatnya memilih saya?

Jawaban beliau juga sederhana: karena nasib dan keberuntungan.

Percakapan kami selama kurang lebih 30 menit di siang itu, tentang nasib dan keberuntungan, mengingatkan saya pada sebuah dialog di film “Ghost Writer”.

Ruth Lang (RL): “Kau adalah ideku.

Ghost Writer (GW): “Benarkah?”

RL: “Kau menulis buku memoar Christy Costello, bukan?

GW: “Kau membacanya?”

RL: “Kami menginap di rumahnya, di Mustique, musim dingin lalu. Bukunya ada di samping tempat tidur.

GW: “Memalukan.”

RL: “Jangan, mengapa? Itu luar biasa, walaupun mengerikan. Bagaimana kau mengubah ocehannya menjadi sesuatu yang berkesinambungan, itu sangat brilian. Lalu kubilang pada Adam, ‘Inilah orang yang akan menulis bukumu, bukan Mike.’”

********/*******

Intermezzo: Tips Ngeblog ala Vic.

Beberapa orang menganggap, menulis sebuah web log (catatan di web), yang lalu dikenal dengan sebutan “blog”, adalah sesuatu yang tidak perlu diseriusi. Atau dia serius, tapi lama-lama bosan karena tujuannya tak tercapai. Apa tujuannya? Ingin terkenal.

Tetapi sebagai blogger, seharusnya kita menerima kenyataan: bahwa internet itu sebuah media yang ketenarannya masih kalah dengan televisi, koran, majalah dan radio. Ingin cepat terkenal? Bikinlah sensasi di televisi. “Masuk ke TV” akan membuat Anda terkenal. Apalagi di stasiun TV nasional. Jadi kalau Anda menulis sebuah blog, lalu bermimpi menjadi terkenal, sepertinya Anda kurang menyadari realitanya.

Internet saja masih dibagi menjadi beberapa segmen yang punya peminat masing-masing. Ada media sosial seperti Facebook dan Twitter (jadi TT di Twitter gak akan membuatmu jadi terkenal jika tidak dibantu media lainnya). Lalu forum online seperti Kaskus. Ada e-mail dan mailist (ikut semua mailist yang ada, gak bakal membuatmu terkenal juga). Tempat chatting seperti YM dan Mirc. Juga Youtube (gak semua orang yang upload video dirinya ke Youtube menjadi terkenal). Kemudian tempat berbagi file seperti Mediafire dan 4shared.

Masih banyak segmen yang lain di media internet, dan blog menduduki peringkat ke sekian. Fakta lainnya: apa yang membuat orang mau berkunjung ke blog Anda? Padahal ada ribuan blog terdaftar lainnya. Jadi apa yang bisa membuat blogmu dilirik orang?

Tips saya sederhana: buatlah blog yang isinya berguna bagi yang mengunjunginya. Bisa tentang tips dan trik mengelola sebuah gadget. Atau cara-cara menggunakan suatu alat (terkenal dengan istilah: “how to”). Bisa juga berisi kalimat-kalimat motivasi dan cerita yang bisa memberikan pencerahan. Atau sebuah blog yang berisi tentang berbagai macam informasi, seperti resep masakan atau cara membuat berbagai macam jenis roti.

Pernah nonton film “Julie and Julia”? Bagaimana sebuah blog resep masakan yang dia kerjakan, bisa menjadikannya terkenal. Membuatnya mendapat berbagai tawaran untuk menulis buku dan wawancara di televisi. Itu semua dimulai dari sebuah media yang sederhana: blog.

Tetapi jika blog Anda hanya berisi curhat pribadi, ajang narsis atau catatan tentang hidup Anda sehari-hari; orang yang “nyangkut” di blog bisa saja akan berpikir: “Siape elu?”

Meskipun gak salah juga menuliskan hal-hal pribadi di blog Anda. Toh itu blog Anda pribadi, yang bisa dicorat-coret sesuka hati. Tapi blog yang isinya seperti ini, biasanya, jarang dikunjungi. Atau ada yang “nyasar” lalu tidak akan kembali lagi. Kecuali pemilik blog itu adalah orang (lebih dulu) terkenal di media lainnya.

********/*******


Intermezzo: Hubungan Pencari Kerja Dengan Pencari Pekerja.

Sama-sama membutuhkan. Itu yang bisa saya simpulkan dari obrolan saat makan siang dengan seorang CEO sebuah perusahaan nasional. Pencari kerja dengan pencari pekerja itu sama-sama saling mencari sebenarnya. Mencari kecocokkan. Pencari kerja mencari tempat kerja yang cocok, dengan imbal balik (gaji) yang cocok, dengan pekerjaan dan lingkungan kerja yang cocok. Sebaliknya, pencari pekerja juga demikian. Dan untuk menemukan yang sama-sama cocok itu membutuhkan usaha yang tidak gampang. Membutuhkan proses yang lama.

Tetapi dengan sedikit keberuntungan, kecocokkan antara pencari kerja dan pencari pekerja bisa ditemukan dengan mudah. Tidak perlu waktu dan proses pencarian yang lama.

********/*******


Setiap orang pernah mengalami kok saat-saat di mana mereka tidak diakui dan diremehkan. Tapi yang membedakan antara orang sukses dan tidak adalah, orang sukses tetap tekun membina diri di saat-saat demikian.” (Alberthiene Endah via @AlberthieneE)


Seorang penulis bayangan itu tidak perlu mencari. Tapi menunggu untuk ditemukan. Beliau, orang yang saya bayangi pernah berkata (kira-kira) demikian, “Vic, yang harus dilakukan benda berharga itu hanya menunggu. Menunggu untuk ditemukan. Dan tiap orang yang menemukannya pasti merasa jadi orang paling beruntung sedunia. Ya begitulah yang saya rasakan sekarang.”

Tapi dalam proses menunggu itu, tiap “benda berharga” pasti mengalami proses yang tidak gampang. Bahkan menyesakkan. Bisa bayangkan, misalnya Anda menjadi bongkahan emas yang terkubur ratusan meter di bawah permukaan tanah. Juga mutiara yang terpendam di dasar lautan. Atau berlian yang tersimpan dalam perut bumi. Minyak, batu bara dan benda berharga lainnya. Benda-benda itu pasti terkena proses alam yang menyakitkan: panas, dingin, gelap dan sendirian. Tapi proses itulah yang membuat tiap benda berharga menjadi semakin berkualitas.

Kurang lebih begitu juga proses manusia agar menjadi berguna. Tetapi banyak manusia yang tidak tahan pada proses dan bosan menunggu dirinya ditempa, hingga akhirnya mereka terkena seleksi alam dan hilang secara perlahan.


Menulislah selalu dengan kemampuan terbaikmu, sambil terus tingkatkan standar itu. Kemudian publikasikan tulisanmu. Karena siapa yang tahu kalau kamu ada, jika kamu tidak pernah mempublikasikan dirimu kepada dunia? Tulisanmu bisa mempresentasikan siapa dirimu sebenarnya.

Entah saat nge-blog atau menulis buku, menulislah seakan-akan tulisanmu itu akan disertakan dalam nominasi penghargaan untuk penulis (cerpen/novel/artikel/puisi) terbaik di dunia. Karena kamu tidak akan pernah tahu, siapa yang akan mengunjungi blogmu. Atau siapa yang akan membaca bukumu yang terselip di antara ribuan buku, di sebuah toko buku.

Di luar sana ada banyak orang yang tidak punya waktu untuk menulis. Atau punya waktu, tapi tidak tahu bagaimana caranya menulis buku. Padahal bisa saja ada ide baru di kepala mereka, atau pengalaman-pengalaman hidup yang terlalu berharga untuk disimpan sendirian saja. Di sinilah peran seorang penulis bayangan. Menjadi penulis pengganti, hingga seolah-olah dia yang dibayangi adalah penulis bukunya sendiri.

Mereka yang mencari seorang ghost writer biasanya akan mencarinya di toko buku. Tentunya dengan membaca buku-buku yang ada di sana. Dan jika mereka suka dengan gaya bahasa atau pemikiran penulisnya, selanjutnya mereka akan menghubunginya. Atau mereka melakukan "jalan-jalan" di dunia maya. Mengunjungi blog-blog yang ada.

Karena tulisan Anda, biasanya, mencerminkan siapa diri Anda sebenarnya. Itu bisa terlihat dari gaya bahasa saat menuliskan apa yang ada di pikiran Anda. Bahkan caramu menulis SMS bisa mencerminkan kepribadianmu.

Jadi teruslah menulis untuk memublikasikan diri Anda. Teruslah menulis meskipun tidak ada yang baca, kata Seno Gumira Ajidarma.

Tidak hanya pencari ghost writer yang suka jalan-jalan di dunia maya. Simak penuturan Oktavia Erdyan, pendiri Terrant Books, di majalah Femina No. 11/XXXIX (19-25 Maret 2011).

Berani Jemput Bola

...Selain menggandeng penulis yang “sudah punya nama”, Via, sapaan akrab Oktavia, juga rajin mencari penulis baru di dunia maya. Dari pengalamannya, banyak penulis berbakat siap diasah yang bersembunyi di sana. “Kan banyak remaja yang punya blog. Ternyata, selain curhat, mereka suka menulis cerita di blog,” kisahnya. Bahkan, Via sering terinspirasi oleh curhat blogger remaja di blog-nya. “Saya jadi tahu dunia remaja, problemnya, dan tren di kalangan mereka,” katanya.

Dengan cara itu Via berkenalan dengan Cassandra Niki, mahasiswi asal Yogyakarta yang rajin nge-blog dengan nama Casseyburn. “Cassandra sudah terkenal di antara blogger remaja. Dia menulis cerita serial di blog-nya. Saat saya ajak dia untuk menulis buku, dia antusias sekali. Awalnya, dia tidak pede, tapi saya terus menyemangati karena saya tahu dia mampu,” ujarnya. Berkat bimbingan dan arahan dari via, tahun 2010 lalu terbitlah buku perdana Cassandra: Letters, Stories and Dreams.

...Meski menggunakan strategi jemput bola, Terrant Books terbuka menerima naskah novel. Ada tim yang khusus menyeleksi naskah kiriman penulis. Setelah melewati seleksi mereka, barulah Via menyeleksi lagi. Salah satu triknya adalah hanya membaca beberapa halaman pertama. “Kalau setelah 5 halaman saya masih tertarik membaca, berarti naskah tersebut bagus,” ujarnya.


Kadang, orang berhenti corat-coret di blognya, karena dia menganggap hal itu sia-sia. Padahal semua yang kita lakukan untuk pengembangan diri itu berguna. Dan menulis itu baik untuk mengembangkan diri Anda. Jadi menulis di blog itu tidak pernah sia-sia.

Terakhir, simak apa kata Wimar Witoelar tentang anonim di dunia maya: “Kalau niatnya baik, mengapa harus anonim?” (via @wimar)

Jangan malu untuk menunjukkan dirimu melalui blogmu. Tunjukkan dirimu pada dunia lewat karya-karyamu. Menulislah selagi kamu mampu. Anggap blogmu adalah bentuk perkenalan dengan orang-orang di luar sana. Dan jika dirimu unik, pasti ada yang melirik.

Masalah nanti akan dikontrak jadi penulis bayangan atau penulis buku, itu hanya soal waktu. Karena semuanya akan kembali lagi pada nasib dan keberuntunganmu. Itu...


Yogyakarta, 22 Mei 2011

Untuk: Rissa Arisa.

Friday, March 18, 2011

Setia Pada Pilihan

Menjalani hidup ini sebenarnya sesederhana kita memilih setiap pilihan yang ada. Karena hidup hanya seperti mengisi jawaban atas pertanyaan model “pilihan ganda”. Hidupmu hari ini, ditentukan oleh pilihanmu di hari kemarin. Begitu juga masa depanmu, ditentukan oleh apa-apa saja yang kau pilih hari ini.

Pernahkah kita menghitung berapa kali kita memilih dari mulai pagi hari, hingga kita terlelap lagi? Apakah kita akan marah atau diam saat air mati sehingga tidak bisa mandi? Apakah kita akan sarapan nasi atau roti saat harus buru-buru pergi? Apakah kita akan memaki atau langsung mencari taksi saat mobil mogok di jalan? Apakah kita akan berbohong atau berkata jujur saat ditanya atasan tentang pekerjaan? Apakah kita akan makan siang bersama teman atau tetap bekerja saat jam makan siang? Dan seterusnya.... Kita bisa tahu bahwa jika ingin menjalani hidup ini, kita harus memilih. Memilih dari sekian banyak pilihan. Saya pribadi gak sependapat dengan alasan: “aku gak punya pilihan lagi...!”

Atau jangan-jangan kita hanya takut untuk memilih karena tidak ingin menerima setiap konsekuensi dari pilihan yang kita pilih. Kita takut untuk memilih karena tidak mau menerima resiko atas pilihan yang kita ambil. Tapi memilih atau tidak memilih... pada akhirnya kita harus tetap memilih, bukan?

Atau kita termasuk orang yang punya prinsip hidup “terserah”? Orang yang punya prinsip hidup “terserah” bisa digolongkan menjadi dua tipe: tidak mau dibilang egois atau hanya ingin menyalahkan pada tiap keputusan yang diambil orang lain. Tetapi saya lebih sering bertemu dengan tipe kedua: orang yang hanya bisa menyalahkan pilihan yang diputuskan di luar kehendak dirinya. Contohnya: ketika ditanya mau rekreasi ke mana, orang tipe ini akan menjawab “Terserah”. Tapi begitu tempat tujuannya tidak sesuai harapannya, dia lalu berkata: “Ah, jelek. Kamu gak pinter milih tempat jalan-jalan yang bagus.” Atau ketika ditanya ingin makan apa, orang tipe ini juga menjawab “Terserah”. Tapi begitu masakan di restoran yang dituju gak sesuai seleranya, dia lalu berkata: “Ah, gak enak. Kamu kok bisa sih suka makanan yang rasanya sama semua gini?”

Jadi, jangan menjadi orang “terserah”. Milikilah sikap. Tentukan pilihanmu. Ingin A, katakan A. Ingin B, jawab B. Keputusan itu ada di tanganmu. Bukan di tangan orang lain. Kamu yang menjalani hidupmu, bukan orang-orang di sekitarmu.

Meskipun sikap nekat itu kadang dibutuhkan, tetapi sikap itu jangan lalu diterapkan pada setiap situasi atau keadaan. Pikirkan efek jangka panjangnya. Karena dibalik setiap keputusan, setelah kita memilih untuk melangkah ke depan, pasti ada konsekuensi yang harus dijalani dan dilakukan. Beberapa contohnya yang mungkin sering kita dengar:

  • "Aduh, gue capek jadi artis. Ke mana-mana jadi dikenal orang sama diikuti wartawan." Pertanyaan saya: kenapa memilih jalan hidup menjadi selebritis?
  • Heran deh. Tiap saya ngetwit, tiap saya keluarin kebijakan, pasti langsung dapat reaksi macam-macam." Pertanyaan saya: kenapa memilih jalan hidup menjadi menteri (komunikasi)?
  • Kok aku gak punya teman ya? Kok aku dijauhi kawan-kawan ya? Kok aku suka ditipu ya?" Pertanyaan saya: kenapa memilih jalan hidup menjadi orang baik dan jujur?
  • "Gila! Gue ternyata masuk DPO Mabes Polri. Belum lagi bandar cariin gue ke sana kemari. Hidup emang berat..." Pertanyaan saya: kenapa memilih jalan hidup menjadi pengguna narkoba?
  • Ditolak lagi, ditolak lagi. Gak diterima lagi, gak diterima lagi. Kapan dapat duit ini?" Pertanyaan saya: kenapa memilih jalan hidup menjadi penulis?
  • Udah diincar KPK, dihujat sebagian besar orang di Indonesia pula. Nasib-nasib..." Pertanyaan saya: kenapa memilih jalan hidup menjadi koruptor?
  • Buset dah! Ini detasemen 88 rajin bener yak nguber gue? Belum lagi intel mata-matai tiap gerakan gue." Pertanyaan saya: kenapa memilih jalan hidup menjadi teroris?

Dan seterusnya...

Setiap pilihan yang kita ambil memang ada resiko dan konsekuensinya. Dan seringnya kita hanya berhenti sampai memilih, tapi tidak mau menjalani konsekuensi dari pilihan itu. Atau hanya mau memilih tapi lalu menyalahkan keadaan dan situasi setelah pilihan itu dijalani. Kita hanya melihat enaknya, tanpa memikirkan pahitnya resiko dari pilihan diambil oleh kita. Bukankah ini merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab?

  • Ibarat orang pacaran kebablasan: mau enaknya, gak mau anaknya. Cuma berani melakukan hubungan badan, tapi gak mau terima resiko dari perbuatan yang telah dilakukan.
  • Ibarat orang menikah: hanya mau nikmatnya, gak mau pahitnya. Cuma maunya senang-senang dengan pasangan, tapi gak mau terima keadaan susah bersama pasangan.
  • Ibarat orang bekerja: hanya mau terima gajinya, tanpa mau berusaha untuk bekerja sebaik-baiknya.

Dan seterusnya...

Bukankah sikap bertanggung jawab itu berarti mau dan berani menjalani tiap konsekuensi dari pilihan yang telah diambil? Karena bertanggung jawab itu berarti mau berjuang dan berani menerima tiap tantangan. Jadi sebaiknya, sebelum kita memilih dari tiap pilihan yang ada, kenalilah dulu diri kita. Karena cuma kita yang paling tahu kemampuan diri kita sebenarnya. Sampai di mana batas-batas kemampuan kita untuk menjalankan pilihan yang akan kita kerjakan. Bukannya malah menyalahkan orang lain atau hanya pasrah menerima keadaan.

Pasrah dan berserah itu beda. Pasrah itu hanya diam saja, tidak berbuat apa-apa. Berserah itu melakukan yang kita bisa, dan menyerahkan sisanya pada Yang Kuasa. Ada pepatah: “ora et labora”, berdoa dan bekerja. Jadi kita harus melakukan dua-duanya. Hanya berdoa tanpa bekerja itu tidak berguna. Cuma bekerja tanpa berdoa itu sia-sia. Jadi sebaiknya yang kita lakukan adalah mendoakan yang akan kita kerjakan. Lalu kerjakan yang telah kita doakan.

Jika kita tidak melakukan hal tersebut, berdoa dan bekerja, mengapa kita lalu menyalahkan Tuhan jika kemudian hidup kita hancur karena pilihan-pilihan yang diambil (salah memilih sekolah, pekerjaan, pacar, istri/suami, dsb.)? Padahal pada waktu memilih jalan hidup (saat akan sekolah, bekerja, pacaran, menikah, dsb.) kita tidak pernah meminta petunjuk-NYA.

Oleh karena itu, selalu berkomunikasilah pada Tuhan saat akan menentukan pilihanmu. Lalu jangan mengeluhkan konsekuensi dari jalan hidup yang sudah dipilih. Karena sebenarnya, semua pilihan dalam hidup ini selalu ada konsekuensi dan resikonya.

********/*******


Refleksi saya setelah menuliskan itu semua: kebanyakan orang kristen hanya berhenti sampai memilih Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Tapi tidak mau menerima tiap resiko dan konsekuensi saat menjadi murid Yesus; yakni ditolak, ditindas, disakiti, dianiaya, dan lain sebagainya.

Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.” (Lukas 6:22-23)

Setialah pada pilihan yang telah kamu ambil. Setia berarti mau menjalani tiap konsekuensi dan resiko pilihan yang telah diambil, dengan tekun, hingga sampai pada kesudahannya.

“...Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20)

~memilih atau tidak memilih, saat hidup, sesungguhnya kita selalu menghadapi pilihan~

Tuesday, March 1, 2011

Pekerjaan Terberat

Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina. [Amsal 22:29]

Coba pikirkan sejenak... apa pekerjaan terberat di dunia?

Tukang batu? Yang bangun mendahului matahari dan pulang setelah matahari terbenam. Yang sepanjang hari disiram panas matahari atau dinginnya hujan, sambil memecah batuan. Hanya demi upah untuk makan sehari. Itukah yang terberat?

Atau...

Tukang sol sepatu? Yang tiap hari mengayuh sepedanya puluhan kilometer, berteriak-teriak hingga suara serak, dan tidak mesti mendapat uang tiap hari. Itukah yang terberat?

Atau...

Petani penggarap sawah? Yang sehari-hari bekerja di tanah milik orang lain, mendapat upah yang selalu kurang, dan selalu sedih jika kemarau panjang datang. Itukah yang terberat?


Tapi jika pekerjaan-pekerjaan itu berat, mengapa masih ada yang berminat? Dengan uang yang dihasilkan sangat minim, tetapi mereka tetap melakukannya setiap hari.


Well, saya kira itu semua dilakukan oleh mereka sesuai dengan kemauan hati dan juga bakat serta kemampuan.

Karena sebenarnya, pekerjaan terberat di dunia adalah pekerjaan yang tidak dikerjakan berdasarkan minat dan kemauan sepenuh hati. Pekerjaan yang dilakukan karena terpaksa. Sehingga tidak ada kerelaan untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya.

Jadi, pekerjaan paling ringan di dunia adalah pekerjaan yang dilakukan dengan niat sepenuh hati, berdasarkan minat dan kemampuan. Sehingga usaha terbaiklah yang akan diberikan. Tidak pernah merasa dibebani olehnya, karena pekerjaan itu dilakukan dengan dasar cinta.

Tapi, sebagaimana rasa cinta pada umumnya, pasti suatu saat akan timbul rasa bosan juga. Oleh karenanya lihatlah sisi lain dari sebuah pekerjaan yang kita cintai itu.

Misal, saat bosan menjadi nelayan, cobalah sesekali melaut hanya untuk menikmati lautan. Atau sekedar memancing ikan untuk kepuasan. Atau menyelam ke dasar lautan.
Saat bosan dengan pekerjaan di kantor, cobalah sesekali menikmati pemandangan lewat jendela ruangan. Atau bercanda dengan rekan. Atau merapikan dan menyapu ruangan. Atau ke pantri membuat kopi. Dan seterusnya, dan sebagainya.

Dan jika tidak ada sisi yang menyenangkan dari pekerjaan kita lakukan, buat apa lagi kita masih bersusah payah bertahan? Hanya akan menimbulkan beban, bukan? Kemudian yang kita kerjakan menjadi tidak maksimal, dan akhirnya mendapat teguran dari atasan. Sesudah semuanya itu terjadi, bisa jadi kita berteriak di dalam hati, "Pekerjaanku berat banget!"

Selamat bekerja!


"You know you are an adult when you can say 'no' when offered a job you know nothing about." [Platoy]

Saturday, February 26, 2011

@vic_hasiholan di Twitterland

Kalau menurut Anda, film/sinetron Indonesia sekarang merusak mental dan moral, kenapa masih ditonton tiap malam?
Kalau menurut Anda, tweet saya menyesatkan dan enggak berguna, kenapa masih di-follow akun Twitter Anda?

Twitter bagi saya adalah ruang. Ruang untuk menyampaikan perspektif pribadi saya. Ruang untuk menumpahkan uneg-uneg saya. Ruang untuk berbicara pada orang. Ruang untuk mengeksplorasi diri saya lebih jauh lagi. Ruang untuk memprovokasi... :)


Dunia Twitter saya ibaratkan seperti sebuah ruang seminar terbuka, dan saya sebagai pembicaranya. Anda, sebagai peserta seminar (follower saya) adalah pendengarnya. Oleh karenanya saya setuju dengan pendapat seorang pakar komunikasi (Wimar Witoelar), yang mengatakan kalau Twitter adalah jenis media sosial yang sifat komunikasinya satu arah, antara pemilik akun Twitter dan followernya. Jadi terserah si pemilik akun akan berbicara (ngetweet) apa saja, memforward tweet yang dia suka (RT) dan mengomentari tweet mana yang mention dirinya. Meskipun juga ada batasannya. Karena sebenarnya tidak ada kebebasan yang benar-benar bebas di dunia (Twitter).

Di Twitter, mereka yang biasa ngomong satu arah kayak pejabat, profesor dan rohaniawan, bisa dikritik dan diledek. Dulu mana kebayang? (@revolutia)

Tetapi Twitter juga tidak menutup kemungkinan membuka diskusi/obrolan (reply) layaknya sebuah seminar. Antara pembicara (si pemilik akun) dan pesertanya (si follower / yang mention si pemilik akun). Dan sekali lagi saya tegaskan: jika tidak suka dengan jawaban atau tanggapan si pemilik akun Twitter, si follower berhak walk out dari ruang seminar itu (un-follow). Termasuk jika si follower tidak menyukai si pembicara seminar dan materi (tweet) yang dia sampaikan. Menurut saya, itu hak Anda sebagai follower. Karena (Twitter) ini adalah ruang seminar yang terbuka bagi siapa saja.

Statement tulus tapi salah: orang yang ngeblok akun lain tidak siap dengan perbedaan, cuma siap dipuji. (@wimar)

Makanya saya heran dengan orang-orang yang sering memaki si pembicara seminar, tetapi masih berada dalam ruang seminarnya. Hal itu sama saja dengan orang yang menjelek-jelekkan sinetron indonesia, tetapi tiap malam selalu duduk di depan televisi dan menontonnya. Tapi bedanya, di ruang seminar (Twitter) si pembicara berhak mengusir (block), hingga melaporkannya pada yang berwajib (report as spam).


*) Follow / Unfollow

Jangan kagum sama orang yang memfollow banyak orang. Kemungkinan besar dia gak pernah baca timeline, cuma mentionnya aja. (@jokoanwar)

To follow or to unfollow, that is the question. (Soccerless - via: @vic_hasiholan)

Mengapa Anda follow sebuah akun (@gm_gm misalnya), di antara jutaan akun lainnya? Jawaban saya: bisa karena saya suka sudut pandangnya, atau saya suka pribadinya, juga bisa jadi karena ingin tahu dirinya seperti apa (follow kalau kamu kepo). Intinya, karena saya suka subjektivitasnya.

Saya pribadi bukan orang yang sombong atau sok penting (ada yang bilang gitu) karena hanya memfollow segelintir orang saja, dan hampir selalu menolak permintaan folback (follow balik). Ada beberapa faktor dan pertimbangan saat saya akan memfollow seseorang.

Faktor pertama, karena saya menganggap mereka (yang saya follow) isi tweetnya penting atau saya sedang punya kepentingan dengan mereka. Jadi saya tidak ingin ketinggalan isi "seminar" yang sedang mereka bicarakan. Kemampuan saya terbatas jika membaca. Dan saya jarang sekali scrolling timeline Twitter tanpa membaca isi tweet orang-orang yang saya follow. Mungkin karena inilah, saya lebih suka ngeretweet daripada ngetweet; faktor gabungan antara lelah (karena sering online sebelum tidur di malam hari dan juga susah menulis jika dibatasi 140 karakter).

Lagipula kemampuan otak saya terbatas. Tidak mampu memuat banyak informasi dalam satu waktu. Jadi jika subjektivitas Anda tidak menarik bagi saya (cukup dengan melihat 20 tweet terakhirnya), saya tidak akan follow akun Twitter Anda.

Selain itu pengaruh (influence) isi timeline sebuah akun juga menjadi pertimbangan bagi saya. Karena kataNya pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik. Entah kenapa, saya merasa Twitterland lebih bisa memberikan pengaruh yang lebih besar ketimbang jejaring sosial lainnya (Facebook, MySpace, Friendster) pada mereka yang ada di dalamnya. Misalnya, jika saya memfollow seorang penebar fitnah dan suka twitwar, lama kelamaan saya bisa mempunyai mindset sepertinya dan melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh dia, pemilik akun yang saya follow. Mungkin efek ini hanya berlaku bagi saya pribadi, yang menganggap ranah Twitter seperti sebuah ruang (lingkungan).

Oleh karena itu sebelum saya klik 'follow' / 'unfollow', saya akan mempertimbangkan beberapa faktor tadi dan beberapa faktor lainnya seperti: apakah "seminar" Anda bermanfaat bagi saya? Apakah saya mulai terpengaruh sifat buruk Anda? Apakah saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik setelah follow Anda?

*) Saya dan Twitter

Mereka yang kadang suka sok pintar, lebih disebabkan mereka sering disepelekan. (@AlberthieneE)

Saya pribadi lebih menyukai Twitter ketimbang jejaring sosial lainnya. Di Twitter saya merasa lebih bebas berekspresi dan bisa belajar banyak dari orang-orang yang telah sukses di bidangnya. Banyak tips dan pelajaran yang saya dapatkan di Twitterland daripada media sosial lainnya.

Kadang manusia hanya ingin didengarkan tanpa harus mendengarkan. Ingin melepaskan beban pikiran ke alam antah berantah. Ingin belajar tanpa harus duduk di bangku sekolah atau kuliah. Ingin tahu informasi tanpa harus membaca koran atau menonton televisi. Ingin mendengarkan jawaban dari pertanyaan yang entah harus diajukan ke siapa. Ingin curhat kepada mereka yang tidak kita kenal. Ingin tahu perkembangan di belahan dunia lain. Ingin... (silahkan Anda isi sendiri)

Dan di Twitterland, semua hal itu bisa bisa saya dapatkan.

Demikian.

Wednesday, February 23, 2011

Menulis Tanpa Ide

Aku ingin menulis sekarang. Tapi menulis apa? Gak ada yang bisa aku tuliskan. Padahal hari sudah menjelang petang.

Bagaimana caranya mendatangkan ide?

Tetapi kata buku yang aku pinjam dari Tari, ide itu tak perlu dicari. Tapi di mana dia di saat-saat seperti ini?

Mungkin aku butuh sesuatu untuk menemaniku menulis.

Baiklah. Aku akan membuat kopi hangat. Hmm.. ditambah sedikit krim pasti akan terasa lebih nikmat. Apalagi ada kue donat. Pasti nanti ide itu akan datang setelah aku meminum kopi dan sekerat kue donat yang ditaburi meises cokelat.

Tapi bagaimana kalau ide itu tidak kunjung juga datang? Apakah aku harus melakukan ritual memanggil ide agar dia datang, sama seperti ritual yang dilakukan tetangga seberang agar hujan datang? Ataukah aku hanya terlalu lelah setelah bermain seharian di luar rumah?

Kalau begitu aku harus tidur sekarang. Istirahat sejenak mungkin bisa membuat pikiranku lebih cerah. Setelah itu bisa jadi ide itu akan datang menghampiriku. Mungkin nanti aku akan bermimpi indah. Lalu aku bisa menulis tentang mimpi indahku itu.

Tapi bisa juga aku nanti bermimpi buruk karena tadi kalah 0-2 dari Tejo. Mungkin bakatku bukan menjadi pemain PS. Bakatku menjadi seorang penulis.

Menjadi penulis? Sampai saat ini saja aku tidak tahu apa yang akan aku tulis.

Tapi bisa saja karena aku lelah setelah bermain PS seharian di luar rumah. Kalah. Mungkin aku sekarang tidak bisa menulis karena aku kalah. Pikiranku terlalu ruwet memikirkan kenapa tadi menurunkan Lionel Messi saat melawan Chelsea. Padahal Joko sudah bilang kalau Messi tidak pernah bikin gol saat bermain di Inggris.

Iya, pasti ini sebabnya aku tidak bisa menulis. Karena aku kalah. Karena aku terlalu lelah bermain PS dengan Tejo seharian di luar rumah. Mungkin kalau aku kembali bermain PS dan menang, aku bisa menulis sekarang. Aku harus pergi bermain PS lagi. Harus menang. Siapa tahu ide itu datang? Jadi aku bisa menulis dengan tenang setelah menang.

Nanti pulangnya aku akan mampir di warung untuk beli kopi instan dan donat. Lalu aku akan menuliskan pengalamanku saat bermain seharian di luar rumah, tentang nikmatnya kopi dan kue donat.

Ya, aku harus pergi sekarang. Mencari ide yang tak kunjung datang. Entah di mana, hilang.

Thursday, February 3, 2011

Fokus

"Mozart ketika duduk pertama kali di depan sebuah piano tua, dia langsung bisa memainkan sebuah lagu sederhana. Padahal dia tak pernah diajarkan sebelumnya. Itulah yang disebut dengan talenta."

Ada yang bertanya pada saya, menanggapi perspektif saya tentang talenta: "bagaimana mengenali kemampuan saya sesungguhnya? Bagaimana mengetahui apa talenta saya sebenarnya?"

Saya pernah menuliskan tentang hal ini sebelumnya. Bahwa saya tidak mempunyai bakat untuk membedakan dan merasakan setiap detail rasa dalam sebuah masakan. Walau kenyataannya saya suka makan, tapi saat disuruh mencicipi berbagai macam kue atau makanan yang sejenis; jika rasanya masih dalam toleransi lidah saya, maka semuanya akan terasa sama saja. Jadi misalnya ada tawaran dari pihak Transcorp untuk menggantikan pak Bondan di acara 'Wisata Kuliner', saya akan menolaknya.

********/*******

Bagaimana mengetahui apa talenta Anda sebenarnya? Bagaimana mengenali kemampuan Anda sesungguhnya? Anda akan tahu jawabannya saat mengerjakan sesuatu yang Anda suka dan membuat Anda bahagia saat melakukannya. Bahkan Anda selalu berusaha meningkatkan kemampuan Anda di bidang tersebut.

Mungkin Anda dikaruniai beberapa talenta; misalnya bisa bernyanyi, berakting, dan bisa juga menulis cerita. Tapi saran saya: fokuslah pada bidang yang benar-benar Anda minati. Pekerjaan yang saat Anda melakukannya, membuat Anda akan berkata di dalam hati: "aku mau menjadi yang terbaik dalam pekerjaan ini. Tidak hanya bagus, tapi luar biasa!"

Jadi apapun itu, fokus dan lakukanlah! Talenta yang dimiliki bisa menjadi kemampuan yang luar biasa ketika diberikan perhatian yang terfokus. Karena pikiran yang tidak matang akan melompat dari suatu hal ke hal lainnya; tetapi pikiran yang matang akan menindaklanjutinya dengan tekun. [H.A. Overstreet]

Setiap manusia sebaiknya mempunyai waktu untuk berpikir fokus setiap harinya. Karena keberhasilan akan tercapai jika kita fokus pada apa yang paling penting, pada apa yang benar-benar kita sukai, dan menyingkirkan segala pikiran yang tidak perlu. Apabila kita tidak bisa fokus pada sesuatu, bisa saja kita malah akan kehilangan segala sesuatu: seperti polisi yang mengejar dua orang penjahat dalam satu waktu. Jika mencoba mengejar dua-duanya, bisa saja malah kehilangan mereka semua. Tapi jika hanya mengejar salah satunya, kemungkinannya akan lebih besar untuk bisa menangkapnya.

Konsentrasi adalah rahasia kekuatan dalam politik, perang, perdagangan ... singkatnya dalam segala hal. [R.W.Emerson]

Jadi apakah bidang yang benar-benar Anda minati saat ini? Bisa jadi itulah tujuan hidup Anda di dunia ini. Bernyanyi? Menari? Menulis puisi? Atau menjadi polisi? Semuanya akan membuat hidup Anda lebih berarti, jika Anda bisa memfokuskan diri pada kemampuan yang dimiliki. Dan yang paling penting: pada apa yang Anda nikmati dan minati.

Be happy and love what you are doing. The rest would come in its own time. [Djenar Maesa Ayu]

Tidak ada orang yang benar-benar sukses, jika dia tidak melakukan pekerjaan yang benar-benar dia senangi. [Andreas Harefa]

Thursday, January 20, 2011

Senjata Dalam Bentuk Talenta

"Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? ... Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." [Matius 25 : 26,29]

Seorang samurai yang hanya bersenjatakan tanto -pisau pendek-, dan terpaksa berhadapan dengan musuh bersenjatakan katana -pedang maut-, tidak boleh menyesalkan senjata yang sedang dipegangnya. Itu tabu!
Menyesali senjata yang ada di tangan, adalah ratapan pasti menuju kekalahan. Yang sudah ada pada Anda adalah senjata penyelamat dan penghebat kehidupan Anda.
Bersyukurlah. Dan hebatkan diri Anda!
~Mario Teguh~

Ketika membacanya, saya kembali teringat saat-saat masih duduk di bangku SMA tingkat pertama. Kala itu kami, murid-murid baru di SMA 9 Yogyakarta, diajarkan sebuah teknik tawuran yang baik dan benar. Maklum saja, sekolah saya adalah salah satu SMA yang aktif tawuran di antara sekolah lainnya yang berada di Jogja. Bahkan pernah akibat memanasnya tensi permusuhan antara sekolah saya dengan sebuah SMA swasta, salah seorang murid tingkat 2 di sekolah saya menjadi korbannya (meninggal dunia). Padahal tidak jarang, sebelumnya, ada beberapa siswa yang masuk rumah sakit karena terlibat perkelahian di jalan raya.
Nah, salah satu teknik yang diajarkan oleh senior kami jika terlibat perkelahian di jalan raya adalah: “gunakan apa saja yang bisa kalian gunakan untuk menyerang atau mempertahankan diri.
Bisa menggunakan penggaris besi jika sedang membawanya. Bisa juga menggunakan kepala ikat pinggang (gesper) jikalau dalam keadaan di atas sepeda motor. Intinya: gunakan apa saja yang ada padamu, gunakan untuk menyerang atau mempertahankan dirimu, apapun senjata yang sedang dipegang oleh musuhmu.
Apa senjata yang ada di tanganmu untuk menghadapi musuhmu saat ini?
Arti "musuh" di sini bisa diartikan banyak. Konteks saya saat ini adalah kehidupan kita, hidup sebagai manusia yang ada di dunia. Apa talenta (kemampuan) Anda, yang bisa digunakan untuk bertahan atau melawan derasnya arus kehidupan?
  • Gue cuma bisa nulis puisi bro...
  • Ah, aku gak bisa ngapa-ngapain. Cuma bisanya bikin orang ketawa.
  • Coy, ane bisanya ya gini-gini aja. Main gitar keliling pasar.
  • Saya hanya bisa main bola. Tapi ya cuma tarkam aja.
  • (...) *bisa ditambahkan sendiri*
Saya lalu teringat sebuah adegan di film “Bodyguard”. Film yang bercerita tentang kisah asmara antara seorang penyanyi tenar dengan pengawal pribadinya. Kira-kira begini dialognya:
Mengapa kamu memutuskan menjadi seorang pengawal pribadi?” Tanya sang penyanyi.
Hmm.. karena saya tidak bisa menyanyi.” Jawab sang bodyguard yang kemudian diiringi tawa mereka berdua.
Simpel. Dialog yang sederhana. Tapi sangat mengena buat saya.
Siang ini juga ada alasan yang keren banget dari seseorang (@benisutrisno) saat ditanya “mengapa menulis penting buatmu?” Jawabnya: “karena gambar saya jelek dan saya gak bisa main gitar.
********/*******
Oleh karenanya untuk apa meratapi diri karena merasa kemampuan Anda “hanya gitu-gitu” saja? Fokuslah pada apa yang Anda punyai, bukan pada apa yang Anda tidak miliki. Gunakan itu. Maksimalkan talentamu. Bukankah dari setiap talenta yang diberikan akan diminta pertanggung jawaban oleh Sang Pemberi talenta? [Matius 25 : 14-30]
Misalnya Anda diberi kemampuan untuk menulis, jadilah penulis yang hebat. Kalau Anda diberi pita suara yang bagus, jadilah penyanyi yang bisa menghibur semua orang. Jikalau Anda diberi otak yang brilian, jadilah juara dunia olimpiade fisika/matematika. Dan kalaupun Anda hanya diberi otak yang biasa saja, pita suara yang jauh dari sempurna, dan tidak mempunyai keterampilan khusus lainnya; pasti ada kemampuan lain yang bisa dimaksimalkan dalam diri Anda. Entah kejelian mata Anda, keteguhan hati Anda, atau bisa juga kekuatan otot Anda; yang nantinya bisa dikaryakan untuk sesama. Karena tiap manusia pada dasarnya berguna dan diciptakan untuk melengkapi sesamanya. Semua manusia pasti "dikirim" ke bumi dengan dibekali, paling tidak, satu talenta.
Kenalilah dirimu, gunakanlah senjata yang ada padamu (talentamu), apapun itu, untuk melawan atau bertahan, di tengah derasnya arus gelombang kehidupan. Yakinkan diri Anda: aku bisa!



*Allah tidak akan menuntut Anda untuk bermain biola, misalnya, jika Anda tidak diberiNYA talenta untuk bermain biola*

Wednesday, January 19, 2011

Alkitab dan Karya Sastra

Menulis adalah tentang tersambung dengan pengalaman orang lain mengenai dunia. [Catharine Bramkamp]

Beberapa dari kita mungkin tidak bisa mengerti saat itu juga, kala mendengar kata-kata bijak dari seseorang, misal Mario Teguh; atau saat melihat orang menangis hanya karena sebuah puisi atau lirik lagu. Bahkan saat membaca cerpen atau novel, kadang kita bingung: "mengapa cerita seperti ini bisa disukai?"

Tapi cobalah melihat dari sisi orang-orang yang manggut-manggut atau tersenyum sumringah setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Mario Teguh; seperti mendapat pencerahan. Kita bisa tertegun, terhenyak, tertohok, hingga menangis saat membaca sebuah cerpen, mendengar sebuah lagu, menikmati sebuah puisi; karena kita sedang atau pernah mengalami kejadian yang mirip bahkan persis seperti yang tertulis dalam cerpen, lirik lagu, dan bait puisi tadi. Kalau tidak, biasanya kita hanya menikmati atau menganggapnya biasa saja. Sampai akhirnya kita berada di dalam situasi si penulis cerpen, puisi, atau lirik lagu tadi; mengalami peristiwa dan merasakan pengalaman yang sama.

Saya kemudian teringat beberapa kalimat Dewi 'Dee' Lestari: pepatah bukan sekadar kembang gula susastra. Dibutuhkan pengalaman pahit untuk memformulasikannya. Dibutuhkan orang yang setengah mati berakit-rakit ke hulu agar tahu nikmatnya berenang santai ke tepian (agar bisa menciptakan pepatah: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian). Dibutuhkan orang yang tersungkur jatuh dan harus lagi tertimpa tangga (hingga bisa mengatakan sebuah pepatah: sudah jatuh tertimpa tangga pula). Dibutuhkan sebelanga susu hanya untuk dirusak setitik nila (dan terucap pepatah: karena nila setitik, rusak susu sebelanga).

Begitulah sastra; dibutuhkan sebuah pengalaman untuk menciptakannya. Diperlukan suatu peristiwa, agar bisa menuliskannya. Baik pengalaman pahit atau manis, hingga peristiwa yang menyedihkan atau menggembirakan. Oleh karenanya seorang Djenar Maesa Ayu bisa berkata: "luka adalah salah satu modal yang baik dalam berkarya." Dan Dewi 'Dee' Lestari juga pernah mengungkapkan hal yang tidak jauh bebeda: "cinta adalah topik terfavorit di dunia. Jika pernah jatuh cinta, pasti bisa menuliskan sebuah karya sastra."

Memang itulah salah satu tugas seorang penulis: memberi seseorang, satu pembaca, kata-kata yang tepat. -Saat masing-masing dari mereka tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya- [Catharine Bramkamp]

********/*******

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. [rasul Paulus]

Hingga akhirnya saya terpikir pada sebuah karya sastra terbesar sepanjang masa: Alkitab.

Di dalam Alkitab kita bisa menemukan segala macam jawaban dan solusi atas semua masalah dalam hidup kita, berdasarkan pengalaman orang-orang pilihan Allah. Mereka menuliskannya seusai mengalami peristiwa susah dan senang bersama Allah dalam kehidupan mereka. Semuanya kisah nyata, dan nyatanya Allah tidak berubah dari dahulu hingga sekarang dan sampai selama-lamanya. Jadi kejadian apapun yang tertulis di dalam Alkitab selalu relevan dari jaman ke jaman.

Kita juga bisa menemukan janji-janjinya yang menghibur dan menguatkan; kisah-kisah di dalam Alkitab juga bisa membuat kita tertegun, terhenyak, tertohok, hingga menangis. Bahkan beberapa cerita juga bisa membuat kita tersenyum dan tertawa bahagia.

Oleh karenanya saya suka heran dan tidak habis pikir dengan istilah "ayat emas". Beberapa orang yang menyukai sebuah atau beberapa ayat dalam Alkitab, kemudian mengatakan "inilah ayat emas di dalam Alkitab". Lalu, apakah ayat-ayat (saya lebih suka menyebut dengan: pasal-pasal) lainnya berarti perak atau perunggu?

Menurut saya, "ayat emas" dalam Alkitab adalah: Kejadian 1 pasal 1 hingga Wahyu 22 pasal 21.

Karena pada akhirnya saya menemukan banyak sekali jawaban serta penghiburan, berdasarkan peristiwa atau kejadian yang sedang saya alami; yang tidak hanya berasal dari sebuah atau beberapa pasal saja yang tertulis di dalam Alkitab. Seluruhnya, setiap kata yang tertulis di dalam Alkitab adalah sebuah janji, solusi, tips, perintah, hikmat, pengertian, hingga pada akhirnya membawa kebahagiaan dalam hidup kita sebagai manusia di dunia.

ALKITAB: ALamat KITA Bahagia (di bumi dan nantinya di surga).
BIBLE: Basic Instruction Before Leaving Earth

"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." [II Timotius 3:15]

Saturday, January 8, 2011

Menulis ala William Forrester

Suatu hari di sebuah ruangan HRD.

Setelah menutup map yang berisi beberapa lembar kertas yang berisi surat lamaran, CV, dan portofolio; dia berkata pada wanita yang duduk di hadapannya. "Kami membutuhkan seorang penulis. Orang yang bisa menulis setiap hari, bahkan mungkin setiap jam. Anda bisa melakukannya?"

Dengan yakin wanita itu berkata, "bisa. Saya yakin bisa."

"Apa yang Anda tulis setiap harinya?" Tanya staf HRD kemudian.

"Setiap hari saya selalu update 'news feed' di facebook, dan setiap jam saya update status di twitter." Katanya dengan mantab.

********/*******

Beberapa orang menganggap kegiatan (juga pekerjaan) menulis adalah hal yang susah, ribet, dan membutuhkan kemampuan khusus. Tapi toh nyatanya orang-orang itu bisa dengan mudah menulis 'news feed' di akun facebooknya dan update status twitternya. Jadi apakah menulis itu susah dan membutuhkan kemampuan khusus?

Teman saya, sebut saja Parah Cin, selalu heran jika saya duduk di depan laptopnya, lalu mengetik apa saja, menuliskan begitu saja ide-ide yang ada di kepala saya. "Kok bisa sih?" Komentar yang biasa dikatakannya. Padahal di lain waktu, saya juga geli melihatnya bisa dengan lancar memencet keypad Blackberrynya saat update status twitter atau 'bebeeman' (Blackberry Messenger).

Kegiatan menulis sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan oleh orang-orang seperti Parah Cin. Walaupun saya juga pernah menganggapnya demikian. Tapi pandangan itu berubah setelah saya menonton film "Finding Forrester", dimana salah satu adegan yang paling saya ingat adalah ketika William Forrester mengajari Jamal Wallace mengetik dengan jari-jarinya. Tugas kita menulis, bukan berpikir. Jadi tulis saja apa yang kamu mau tulis, seperti berkata-kata. Nikmati dan rasakan jari-jarimu menari di atasnya (tuts mesin tik). Kira-kira begitu yang dikatakannya.

Meskipun menulis juga memerlukan beberapa teknik seperti penempatan tanda baca, menuliskan ejaan dengan benar, dan lain sebagainya; tetapi bukankah itu bukan tugas dasar seorang penulis? Saya sependapat dengan Forrester: tugas penulis itu menulis, bukan berpikir. Mengoreksi tulisan itu pekerjaan seorang proof reader atau seorang editor. Walaupun nantinya seseorang yang terbiasa menulis akan tahu teknik-teknik menulis yang baik. Tapi bagaimana cara memulai untuk menulis adalah sesuatu yang berbeda. Tiap orang mempunyai gaya, seperti layaknya logat atau cara tiap orang berbicara.

Mengutip sebuah kalimat yang pernah dikatakan seorang penulis, saya lupa siapa dia, seekor burung bernyanyi bukan karena dia ingin bernyanyi, tetapi karena burung itu mempunyai sebuah lagu untuk dinyanyikan.

Begitu juga dengan penulis. Seseorang menulis bukan karena dia ingin menulis, tetapi karena orang itu mempunyai sebuah pikiran untuk dituliskan. Pikiran yang terlalu berharga jika hanya diucapkan. "I talk (to TV) things I think not worth writing about." -Truman Capote-
Karena kata-kata yang keluar dari mulut seseorang sifatnya hanya sementara, tetapi tulisan bersifat abadi dan selamanya. Walaupun si pemilik pemikiran sudah berubah pikiran, tetapi pemikiran yang dia tuliskan akan selalu tinggal di pikiran pembacanya. Itulah mengapa ada kalimat: tanpa penulis di sebuah jaman, sejarah tidak bisa diingat selamanya.


Tips menulis yang sederhana: banyak-banyaklah membaca. Karena sebagian besar pembaca pasti menulis, dan semua penulis pasti membaca. Jangan berkhayal menjadi penulis yang baik jika tidak pernah membaca. Bahkan seseorang pernah berkata: being a good writer is 3% talent and 97% not being distracted by the internet. Jadi sebenarnya pengaruh bakat menulis itu sangat sedikit. Jika seseorang tekun membaca, paling tidak dua (2) jam tiap harinya, dapat dipastikan orang tersebut dapat menulis dengan baik juga.

Tips menulis lainnya: usahakan setiap hari menulis. Walau hanya sedikit itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Update status twitter dan menulis 'news feed' di facebook, bisa juga dikategorikan sebagai kegiatan menulis. Itu sebabnya twitter dan teman-temannya disebut microblogging. Kemudian ketika ruang 140 dan 420 karakter dirasa tidak cukup, ada wadah lain yakni blog atau buku catatan harian. Menulis bisa dimana saja, itu intinya.

Akhir kata, mencontek sebuah kutipan dialog di film 'Ratatouille': everyone can cook. Setiap orang bisa memasak. Sekarang saya juga ingin berkata: everyone can write. Setiap orang bisa menulis.


You must write your first draft with your heart. You rewrite with your head. The first key to writing is... to write, not to think! [William Forrester in 'Finding Forrester']