Sunday, October 17, 2010

Cinta Sejati Manusia Biasa

Ada dua (2) lagu baru yang saya suka selama seminggu belakangan. Kalau ditotal, lagu-lagu ini sudah saya putar sebanyak 649 kali dalam seminggu. Liriknya yang menyentuh, lalu pembawaan yang sepenuh hati (terdengar dari suara vokalisnya), juga ketepatan dengan situasi yang saya rasakan akhir-akhir ini, membuat lagu-lagu ini selalu enak dan nyaman untuk didengarkan sepanjang hari.

Franky Sihombing - Cinta Sejati (feat Nikita)

Saat 'ku renungkan, hidup bersamaMu,
seringkali 'ku melupakanMu.
Berjalan sendiri, seakan 'ku mampu,
lalui tanpa kekuatanMu.

S'makin berat beban hidupku,
s'makin 'ku menjauh dariMu.

Namun ada cinta yang tak pernah berlalu,
cinta yang kudapat dariMu.
T'lah teruji lalui rentangan sang waktu,
Kau mati bagiku, berkorban untuk diriku.

c-> Paling "kena" saat lirik: S'makin berat beban hidupku, s'makin 'ku menjauh dariMu.

Karena kenyataannya seperti itu. Saat saya terlalu sibuk dengan banyak pikiran, dengan beban hidup yang saya rasakan, juga tekanan dari sebuah situasi yang tidak mengenakkan, nyatanya saya malah melupakan Tuhan. Namun Tuhan tidak pernah melupakan makhluk yang paling dikasihiNya, saya dan Anda. Selain bukti bahwa Dia mau mati bagi saya dan Anda, Tuhan selalu mencukupkan kebutuhan saya setiap hari dengan udara, sinar matahari, makanan dan minuman yang membuat saya dan Anda tetap hidup hingga hari ini.

CintaNya tanpa syarat. Itulah cinta sejati dari Tuhan.

********/*******

U Turn - Manusia Biasa

Aku hanya manusia biasa,
yang tak luput dari s'mua kesalahan.
'Ku ada 'tuk mengerti firmanMu.
'Ku ada 'tuk genapi s'mua rancanganMu.

Beri aku kesempatan...

Aku hanya manusia biasa,
yang tak luput dari s'mua kesalahan.
'Ku ada 'tuk mengerti firmanMu.
'Ku ada 'tuk genapi s'mua rencanaMu.

Beri aku kesempatan...

Refrein.
KasihMu erat memelukku,
mengangkatku lebih tinggi
dari s'mua beban hidupku.
Meskipun dunia membenciku,
tak percayakan aku
tapi Yesus tak pernah tinggalkanku.

#
'Ku sadar apa yang salah padaku.
Tapi denganMu 'ku percaya,
tanganMu 'kan menopangku.

c-> Paling "nancep", paling menghibur saat saya mendengarkan refreinnya.

Seperti burung rajawali, saat badai datang burung rajawali akan terbang lebih tinggi mengatasi awan-awan hitam. Bukannya berlindung mencari tempat perlindungan. Lalu setelah terbang tinggi melewati awan badai, burung rajawali akan merasakan hangatnya sinar matahari.
Filosofi ini yang mengajarkan kita untuk mampu terbang mengatasi badai kehidupan. Dan proses melewati badai memang tidak mudah, harus kuat terhadap goncangan. Turbulensi bahasa ilmiahnya. Setelah melewatinya, kita akan mendapatkan cuaca yang hangat, merasakan sinar mentari yang cerah.

Dengan kekuatan dari Tuhan Yesus, percaya lah kita dapat melakukannya.

Tuhan Yesus juga tidak pernah mencampakkan kita begitu saja di dunia. Tuhan Yesus selalu ada untuk kita, selalu hadir untuk kita, meskipun seluruh dunia melakukan hal yang sebaliknya dengan membenci dan meninggalkan kita.

Cinta sejati manusia biasa. Tuhan Yesus pernah merasakan semua perasaan yang manusia biasa bisa rasakan. Jadi jangan ragu untuk menceritakan dan berbagi perasaan denganNya. Karena Dia peduli. Karena Dia mengerti.

Selamat hari Minggu.

Friday, October 15, 2010

Perspektif Victor: Dokter Gigi

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. [Yeremia 29:11]


Untuk pertama kalinya dalam hidup saya yang sudah beranjak ke angka 23, saya pergi ke dokter gigi seorang diri. Karena selama ini selalu ditemani mama saya yang juga seorang perawat gigi.

Ada perasaan takut juga saat memasuki rumah sakit yang memang dikhususkan untuk orang-orang yang bermasalah dengan gigi dan mulutnya. Atau yang sekedar ingin cek-up rutin kesehatan gigi dan mulutnya. Tetapi saya kira, lebih banyak orang Indonesia yang pergi ke dokter gigi karena sedang menderita sakit ketimbang yang rutin memeriksakan giginya. Walaupun ada himbauan dari PDGI, bahwa untuk kesehatan gigi dan gusi, selain menggosok gigi rutin 2x sehari, juga sebaiknya cek-up ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.

********/*******

Ada kejadian yang menyentak diri saya ketika antri di ruang tunggu. Seorang gadis kecil berteriak, "Mama jahat! Mama jahat!" sambil menangis ketika namanya dipanggil oleh seorang perawat disitu. Saya lihat mamanya hanya terdiam. Mungkin tertegun mendengar teriakan dari mulut anaknya yang masih kecil itu. Lalu ibu muda itu beranjak berdiri, mengikuti perawat yang menggandeng tangan anaknya masuk ke ruang dokter gigi.

Gadis kecil itu seperti saya, yang selalu berteriak: “Tuhan jahat! Tuhan jahat!” sambil menangis ketika menghadapi masalah yang berat. Atau ketika diajak Tuhan ke “dokter gigi” yang (biasanya) setelah keluar ruangan menimbulkan sakit yang amat sangat. Tetapi apakah Tuhan itu jahat? Bukankah Tuhan ingin melatih saya untuk menjadi lebih dewasa karena masalah yang Dia ijinkan terjadi? Juga sebenarnya Tuhan ingin menyembuhkan penyakit saya dengan menambah sakit sedikit, supaya nantinya bisa sembuh kembali.

Untunglah Tuhan itu seperti ibu muda tadi. Yang hanya menghela nafas ketika mendengar tangisan dan teriakan anaknya. Tidak kemudian menampar anaknya agar diam. Mungkin saja ibu muda itu sakit hati ketika anaknya mengatakan dirinya jahat. Tetapi ibu itu mahfum, karena anaknya belum tahu dan belum mengerti kalau yang dilakukan ibunya, sebenarnya lebih karena rasa sayangnya. Karena ingin anaknya sembuh dari sakit giginya.

Untuk sembuh dari rasa sakit, biasanya memang harus melewati rentetan peristiwa yang menyakitkan. Disuntik pasti sakit. Dipijat refleksi pasti sakit. Dicabut giginya pasti sakit. Diinfus pasti sakit. Dan sebagainya dan seterusnya. Tetapi bukankah setelah melewati pengobatan yang menyakitkan, penyakit yang diderita akan hilang? Sehingga bisa merasa sehat kembali. Juga seperti sakit saat disuntik imunisasi, setelahnya akan membuat tubuh menjadi kebal terhadap suatu penyakit.

Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. [Ibrani 12:5-11]

Tuhan ingin agar kita tidak menjadi anak-anak gampang. Tuhan memberikan rasa sakit dan masalah yang sepertinya berat untuk dijalani, itu karena Dia masih sayang dan peduli.

Memang berat untuk menerima kebenaran ini. Saya sebenarnya juga berat untuk menuliskan pengalaman saya tadi. Sampai akhirnya Tuhan “memaksa” saya untuk menuliskan pengalaman pertama ke dokter gigi di blog saya ini.

Sekali lagi, tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Mengapa saya akhirnya berani ke dokter gigi sendiri. Mengapa saya pergi pagi-pagi sekali. Itu semua sudah sesuai dengan rencana Tuhan yang ingin memperlihatkan kejadian di ruang tunggu itu kepada saya pribadi. Untuk menjawab semua keluhan saya selama ini: “mengapa hidup saya terasa berat sekali?

Well, juga tidak kebetulan kalau Anda sedang membaca tulisan ini. Semoga Anda dan saya tidak lagi berkata di dalam doa: “Mengapa Engkau jahat kepadaku?” saat menghadapi sakit atau masalah hidup yang berat. Tapi mengubah kalimat itu menjadi: “terima kasih Tuhan. Engkau masih sayang dan peduli kepadaku. Tolonglah aku dan berilah kekuatan kepadaku agar bisa melewati semua sakit dan masalah ini. Karena rencana-Mu pasti indah untuk hidupku. Amin.


Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. [Mazmur 55:8]

Ia (Tuhan) membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. [Pengkotbah 3:11]


Yogyakarta, 29 September 2010

Sunday, October 10, 2010

Perspektif Victor: All is Well

Ketika Arsenal kalah 2-0 melawan Chelsea, saya tidak begitu kecewa. Karena sebelumnya, Arsenal kalah dari West Bromich Albion (WBA) di kandang sendiri, kalah dari sebuah tim promosi Premier League di Liga Inggris, dengan skor 2-3.

Kadar kekecewaan yang saya rasakan berbeda saat melihat Arsenal kalah dari Chelsea dan ketika melawan WBA. Karena saat melawan WBA, harapan saya Arsenal pasti menang dengan skor telak. Tetapi ternyata, kenyataan di lapangan berkata sebaliknya.

Saya kemudian berpikir lebih jauh.

Saya pernah berpikir dan bercita-cita ingin mengubah dunia. Hal ini saya tuliskan di buku tahunan kala SMA. Tetapi kemudian, ternyata semuanya tidak berjalan sesuai dengan rencana saya. Dunia tidak berubah sesuai apa yang saya inginkan. Saya kecewa karena keadaannya semakin bertambah buruk saja. Lalu ketika saya menceritakan ini kepada teman saya, dia hanya berkata: “kalau semua berjalan dengan semestinya, di bumi sudah seperti di surga. Lagipula daripada kamu berpikir ingin mengubah dunia, pernahkah kamu berpikir untuk mengubah dirimu terlebih dahulu? Siapa tahu cara pandang kamu tentang dunia yang lebih baik juga ikut berubah.

Tingkat (kadar) kekecewaan tergantung dari seberapa besar harapan seseorang terhadap sesuatu hal. Tapi jika saya pernah berkata, "janganlah seperti yang aku kehendaki, melainkan rencanaMU yang terjadi," apakah saya kemudian akan menyalahkan apa yang sudah terjadi? Padahal sebelumnya saya sudah menyerahkan semua kehendak saya pada Tuhan. Lalu ketika semuanya tidak berjalan sesuai dengan apa yang saya rencanakan, sangat aneh bukan kalau saya menyalahkan Tuhan?

Bercita-cita boleh, berangan-angan tidak salah, tetapi sejak kapan manusia seperti saya tahu apa yang terbaik buat kehidupan saya?

Saya lalu mengubah cara pandang saya terhadap dunia. Berpikir bahwa semuanya ada dalam kendali tanganNya. Berpikir bahwa semua yang terjadi ada dalam rencana besarNya untuk dunia ini. Lalu semuanya menjadi baik-baik saja. Semudah itu kah? Ya, semudah seperti kata teman saya.

Saya dulu selalu pesimis karena apa yang terjadi tidak sesuai dengan rencana dan keinginan saya. Tapi ketika saya mengubah diri saya, mengubah cara saya memandang dunia, bahwa segala yang terjadi di kolong langit berada dalam kendali tanganNya, saya lalu yakin bahwa saya telah mengubah dunia. Saya telah mengubah dunia dengan mengubah cara pandang saya.

Perubahan dipengaruhi sudut pandang pikiran. Ketika mempunyai pikiran yang positif, pikiran itu akan keluar dan terpancar. Saya mengalami hal ini ketika membaca sebuah buku. Awalnya, buku itu terasa sangat membosankan. Tetapi ketika saya mengubah cara pandang saya mengenai isi buku itu, tiba-tiba saja buku itu menjadi sangat menarik.

Sejatinya sebuah buku tidak pernah mempunyai tanggal kadaluwarsa. Ketika buku-buku lama dibuka, pasti selalu saja ada hal baru yang bisa memberi inspirasi kepada pembacanya, meskipun buku itu cetakan tahun 1945.

Kemudian saat melihat kriminalitas dan kekerasan yang merajalela, merasakan hawa yang panas di dunia, atau mengalami kemacetan lalu lintas di jalan raya, semuanya itu tidak akan membuat kita pesimis. Lalu memandang dunia dengan sinis. Jika saja kita mempunyai sudut pandang pikiran yang berbeda, bahwa Tuhan mengendalikan semuanya, sebuah kalimat yang terlintas di benak kita pasti akan berkata: “semua akan baik-baik saja.

Atau seperti kata iklan sebuah produk teh botol, “ambil enaknya aja.”

Westminster Abbey, arsitek kerajaan Inggris yang terkenal di jamannya, di akhir ajalnya menyadari kekeliruannya. Pada batu nisannya terukir pernyataannya yang luar biasa:

"Ketika aku anak-anak, aku bermimpi ingin mengubah dunia agar bisa menjadi lebih baik. Tetapi beranjak dewasa, aku mendapati dunia tidak pernah menjadi lebih baik. Ketika dewasa, aku mengubah impianku. Aku ingin mengubah negeriku sendiri terlebih dahulu. Tetapi semakin aku tua, impian itu tidak membawa pengaruh apa-apa di negeriku tercinta. Dan ketika usiaku semakin senja, dengan semangat yang masih tersisa, aku memutuskan untuk mengubah keluargaku saja, namun ternyata yang aku dapati hanya sebuah kekecewaan seperti yang sudah-sudah, karena tidak ada yang berubah. Pada saat aku terbaring menanti ajalku, tiba-tiba saja aku berpikir bahwa semestinya yang harus aku ubah adalah diriku. Dengan menjadikan diriku panutan, mungkin aku akan bisa mengubah keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku akan mampu memperbaiki negeriku. Kemudian aku bisa mengubah dunia!"

Semoga belum terlambat untuk menyadari ini semua. Bahwa untuk mengubah dunia, yang pertama kali dibutuhkan hanyalah mengubah sudut pandang dan cara berpikir kita. Dimulai dari yang sederhana saja. Dimulai dari apa yang kita bisa.

Kalau kemudian semuanya tidak berjalan sesuai harapan kita, maka berpikirlah: “semuanya akan baik-baik saja. Semuanya berjalan di bawah kendali tanganNya.


"...Dan ketahuilah, Aku (Tuhan) menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir jaman." [Matius 28:20b]

"Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang. Berdiam dirilah di hadapan Tuhan dan nantikanlah Dia;" [Mazmur 37:5-7b]

*) terinspirasi dari film “3 Idiots”

Mimpi Saya dan Gie

Tadi saya bermimpi sedang berada di sebuah dunia, dimana tidak ada kasta terhadap manusia. Tidak ada majikan atau pembantu, tidak ada direktur atau karyawan, tidak ada atasan atau bawahan.

Disana tidak ada ulama, pendeta, pastur, rabbi, biksu, atau pemangku. Semua manusia hidup rukun bersama. Tidak ada lagi batas-batas sosial, batas-batas keyakinan, atau batas-batas budaya. Semua manusia memandang sama sesamanya.

Maka ketika seseorang mati karena sakit tua, semua manusia merasa kehilangan. Seorang pria dengan memakai jas hitam berkata: "dia ayahku." Seorang wanita yang turun dari mobilnya berkata: "dia saudaraku laki-laki." Seorang anak kecil menangisinya, "dia kakekku." Seorang gadis muda terpekur di sampingnya, "dia pamanku yang baik." Semua orang merasa kehilangan. Semua orang menganggap semua orang lain selain dirinya adalah saudaranya. Tanpa melihat siapa dia, apa agamanya, dari suku mana, bagaimana warna kulitnya, atau latar belakang keluarganya.

Di tempat lain, orang-orang berbicara tanpa dilatar belakangi motif kepentingan. Tidak ada politik. Tidak ada intrik. Tidak ada yang munafik. Tidak ada pikiran yang picik. Mereka hanya memikirkan hal-hal yang baik, hal-hal yang bisa membuat kehidupan semua manusia berjalan dengan lebih baik dari hari ke hari. Mereka berbicara apa adanya, jujur, dan tidak berpendapat atas nama partai, umat, golongan, atau organisasi.

Di pelabuhan, orang-orang sibuk mengangkut bahan makanan. Ada susu, telur, jagung, gandum, beras, daging, dan obat-obatan serta vitamin. Tak ada yang memberi komando. Mereka bergerak karena alasan kemanusiaan. "Sebuah bangsa sedang mengalami kelaparan," kata salah seorang diantara mereka. Tidak ada yang berpikir apakah ada hubungan diplomatik, apakah memungkinkan adanya infiltrasi politik, atau pikiran akan kemungkinan menguasai bangsa lain. "Mereka membutuhkan bantuan. Karena mereka sesama manusia, maka kami membantu sebisa yang kami bisa lakukan," kata yang lainnya. Mereka sibuk bekerja, untuk orang-orang yang tak pernah mereka lihat rupanya seperti apa.

Tidak ada lagi yang berbicara tentang kebenaran menurutku atau kebenaran menurutmu. Semuanya berbicara kebenaran atas nama kita. Berbicara tentang kebenaran itu sendiri tanpa ada yang ditutupi. Semua bicara apa adanya. Untuk kepentingan bersama. Tidak ada rasa benci, tidak ada lagi rasa iri, tidak ada lagi manusia yang bisa diprovokasi. Semua hanya sibuk dengan pikiran-pikiran atas dasar kebersamaan, untuk membuat dunia yang lebih baik dengan pembangunan.

Lalu saya terbangun dan terlempar ke dunia lain. Dunia yang sangat lain.

Saya tersadar bahwa dunia tadi tak pernah dan tak akan pernah akan saya lihat sampai kiamat.

Yogyakarta, 10 Oktober 2010
-Victor Hasiholan-

********/*******

Saya mimpi tentang sebuah dunia,
Dimana ulama - buruh dan pemuda,
Bangkit dan berkata - Stop semua kemunafikan,
Stop semua pembunuhan atas nama apapun.

Dan para politisi di PBB,
Sibuk mengatur pengangkutan gandum, susu, dan beras,
Buat anak-anak yang lapar di tiga benua,
Dan lupa akan diplomasi.

Tak ada lagi rasa benci pada siapa pun,
Agama apa pun, rasa apa pun, dan bangsa apa pun,

Dan melupakan perang dan kebencian,
Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.

Tuhan - Saya mimpi tentang dunia tadi,
Yang tak pernah akan datang.

Salem, 29 Oktober 1968
-Soe Hok-Gie