Apakah kamu percaya dengan cinta pada pandangan pertama? Seperti ucapan: “Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?”
Pikiran manusia, gumpalan sel yang mirip struktur alam semesta yang
ada di dalam kepala, ternyata juga memiliki lubang hitam yang tidak bisa
diakses oleh pemiliknya. Ada sebuah ruang yang tidak diketahui, bahkan
oleh si empunya kepala itu sendiri. Banyak istilah untuk fenomena ini.
Tapi saya lebih suka membiarkannya menjadi misteri.
Saya juga suka membiarkan perasaan saya memiliki misterinya sendiri.
Yang bahkan saya sendiri tidak bisa mengerti. Seperti perasaan saya
pada gadis tadi.
Cukuplah waktu sekitar 10 menit untuk menjelaskan bahwa dia dan saya
pernah bertemu sebelumnya. Entah di mana. Yang jelas kami sama-sama
membiarkannya tetap menjadi misteri alam semesta. Dan perbincangan kami
mengenai lukisannya... ya, lukisannya, karena saya tidak mengetahui itu
sebelumnya; cukuplah sebagai tanda awal mula cinta saya padanya
dan sebagai isyarat agar dia tahu perasaan saya kepadanya.
Baiklah kita kembali pada peristiwa di mana perasaan ini bermula.
Tadinya saya hanya penasaran dengan sebuah pameran lukisan. Saya
selalu bertanya-tanya, mengapa ada sebuah benda yang dinilai sangat
bernilai oleh sekelompok orang kaya, tetapi dihargai begitu murah oleh
yang lainnya? Bahkan saya pernah mendengar cerita tentang seorang
pelukis yang mengobral lukisan-lukisannya demi mendapat uang untuk
makan.
Seperti lukisan di depan saya sekarang. Sebuah lukisan tentang
seorang petani kurus di tengah sawah, yang terpapar sinar matahari siang
yang kelihatan panasnya sangat menyengat; dan di kejauhan secara
samar, menjulang gedung-gedung pencakar langit yang terlihat sejuk dan nyaman jika tinggal di dalamnya. Seolah-olah orang yang tinggal di dalam sana bisa melihat si petani yang kepanasan.
Saya
kemudian tersenyum. Sulit memang menggambar hal seperti ini, apalagi
memiliki imajinasi untuk melukiskan sesuatu yang… terlalu mudah
dimengerti. Atau saya hanya sok tahu mengenai arti lukisan ini?
“Iya. Agak lucu sih ya? Mana ada sawah di tengah kota gitu?” Katanya
sambil memandang lukisan tadi. Entah saya terlalu terpukau dengan
lukisan itu atau dia baru saja berdiri di situ. Yang jelas di saat itu,
saya mulai menyadari bahwa sepertinya kami pernah bertemu di suatu
waktu.
Dia kemudian memandang saya. Seperti mencari pintu untuk memasuki
pikiran saya melalui mata. Atau saya saja yang terlalu berlebihan
merasakannya?
Saya kemudian merasa bahwa kini giliran saya untuk bicara.
“Mungkin ada. Mungkin gak ada. Tapi kan gak ada salahnya juga
berimajinasi? Kalau imajinasi harus dibatasi, ya pergi aja ke Dunia
Fantasi…” Hanya Tuhan yang tahu mengapa saya berkata seperti ini.
Tapi reaksi selanjutnya di luar dugaan saya. Dia tertawa. Lepas.
Saya tidak pernah bertemu dengan wanita, yang tertawa lepas seperti dia
saat bertemu untuk pertama kalinya. Tapi, bukankah segala sesuatu
memiliki saat untuk pertama kalinya terjadi?
“Kok ketawa?” Dua kata bodoh yang terlontar dari mulut saya.
“Enggak… gak apa-apa.” Katanya sambil menenangkan dirinya sendiri.
“Lucu aja. Kayak pernah dengar dari siapa gitu… tapi tetap lucu.”
Giginya rapi. Putih.
“Kita pernah ketemu sebelumnya?” Hanya Tuhan yang tahu mengapa saya mengatakannya.
Dia kembali mencari pintu ke dalam pikiran saya. Saat itu sepertinya hanya kami berdua di situ. Entah ke mana manusia lainnya. Mungkin ini rasanya
‘Dunia serasa milik berdua’.
“Di mana?”
‘Di kehidupan sebelumnya.’ Hampir saja saya mengatakannya.
“Kayak gak asing sama wajah kamu aja. Mungkin dari foto ya?”
“Foto?” Dia menggumam. Suasana berubah menjadi temaram. Entah kenapa
lampu-lampu di ruangan itu diredupkan. Kemudian terdengar beberapa
orang memanggilnya.
“Aku ke depan dulu ya. Mau pembukaan.”
Lalu dia pergi.
Tanpa jabatan tangan. Tanpa sentuhan. Hanya tatapan. Paling tidak saya tahu nama panggilannya.
Itu sudah lebih dari cukup.
Saya mencari pintu keluar. Di situlah saya menyadari sesuatu.
Dia adalah wanita di dalam foto yang dipajang di depan
pintu pameran. Pameran seni lukis tunggal. Nama lengkapnya tertulis di
bawah bingkai yang berwarna keemasan.
Tapi saya yakin pernah mengenal dia. Pernah bertemu sebelumnya. Pernah berbincang dengannya....
Pernahkah kamu merasakan cinta pada pandangan pertama?
Saya pernah.
No comments:
Post a Comment