Sunday, November 3, 2013

The Conjuring: Sang iblis ada. Tuhan juga ada.

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu. Aku telah mengalahkan dunia.” (Yohanes 16:33)

Mari kita mulai dari akhir filmnya. Sebuah kutipan yang dituliskan Edward ‘Ed’ Warren (1926-2006) ditampilkan di layar bioskop:
“Diabolical forces are formidable. These forces are eternal, and they exist today. The fairy tale is true. The devil exist. God exist. And for us, as people, our very destiny hinges upon which one we elect to follow.”
Ketika googling tentang kutipan itu, saya menemukan sebuah review mengenai film tersebut: “Can a horror film lead people to God?” Di akhir review-nya, dituliskan: “Despite its scares, The Conjuring is strongly redemptive.” Dan saya setuju dengan pendapatnya.

Film The Conjuring diceritakan berdasar dari sebuah kejadian nyata pada tahun 1971, di dalam perjalanan karir Ed dan Lorraine Warren, pasangan suami istri Katholik yang bekerja sebagai ahli “pengusir setan” (demonologist). Kejadiannya berawal dari kepindahan keluarga Perron ke sebuah rumah tua di daerah Rhode Island, yang kemudian mengusik ketenangan keluarga itu (dari mulai anjing peliharaan yang mati misterius, suara-suara gaduh tiap tengah malam hingga fajar, bau busuk yang tercium di tempat dan saat tertentu, penampakan sosok menyeramkan ke anak-anak keluarga Perron hingga ancaman pembunuhan oleh suara tanpa wujud). Hingga kemudian Carolyn Perron, istri dan ibu keluarga Perron, menceritakan hal-hal tersebut kepada pasangan Warren. Lalu pasangan ini mulai menyelidiki sejarah rumah (dan area) tersebut, yang ternyata mempunyai kisah yang sangat menyeramkan (dan sangat kejam).

Sejarah bermula pada tahun 1885, di mana seorang dukun wanita bernama Bathsheba Sherman, mengorbankan (membunuh) anak kandungnya, dan menyerahkannya kepada sang iblis untuk membuktikan kesetiaannya. Setelah melakukannya, penyihir ini diancam akan dibakar oleh massa (karena dianggap sebagai dukun). Hingga kemudian ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Tetapi sebelum mati di pohon yang terletak di depan rumahnya, ia mengutuk rumah dan tanahnya. Dan dari sinilah teror mulai terjadi pada setiap orang/keluarga yang menempati rumah/area (yang dahulu) dimiliki Bathsheba. Ia tidak mengijinkan orang lain menetap di sana. Roh jahat Bathsheba selalu merasuki setiap orangtua (ibu), menguasainya, lalu menggerakkannya untuk membunuh anak kandungnya (yang seharusnya dikasihi dan disayangi) dan setelah itu mendorongnya untuk bunuh diri dengan cara gantung diri. Roh jahat (Bathsheba) ini ingin terus menempati dan menguasai rumah dan area itu, meskipun ia telah mati puluhan tahun yang lalu. (Saya melihat hal ini sebagai salah satu sifat jahat, yakni ketamakan)

Selanjutnya silahkan tonton sendiri ya… :)

********/*******

Kembali pada kutipan yang saya temukan pada sebuah review film The Conjuring: “Bisakah film yang menyeramkan [menyangkut setan] membawa penontonnya pada Tuhan?” Jawaban saya: bisa. Karena semalam, sebelum tidur, saya membaca Alkitab sangat lama dan berdoa (hal yang sangat jarang saya lakukan, bahkan saya tidak ingat kapan terakhir kali melakukannya). Dan setelah mencari tahu lebih jauh; Chad dan Carey Hayes, sebagai pembuat film The Conjuring, memang membuat film ini dengan tujuan agar sosok Tuhan kembali ditemukan oleh orang-orang di jaman sekarang: “…This film has an unexpected background character: God.” Kata Hayes bersaudara. (Saya melihatnya digambarkan dalam sebuah sinar yang terang benderang pada adegan klimaks film tersebut)

Lalu setelah membaca beberapa pernyataan dari pembuat film The Conjuring, saya kembali disadarkan pada kenyataan, bahwa sangat sedikit film (khususnya yang melibatkan setan) di jaman sekarang, yang menghadirkan sosok Tuhan sebagai jawaban dan sumber kekuatan ketika manusia terlihat berada pada ambang batas kekuatannya (terutama saat berhadapan langsung dengan iblis). Hal ini tentu sangat berbeda dengan film-film di era tahun 70an (misal: film-film Suzanna), yang pada akhir cerita selalu menampilkan seorang pemuka agama yang digambarkan sebagai simbol Allah, untuk mengalahkan si setan (iblis). Bahkan beberapa film horor modern membawa penontonnya untuk berpikir bahwa cara mengalahkan iblis adalah dengan berkompromi dengan iblis yang lain (misal: Constantine), dan beberapa lainnya menggiring opini penontonnya pada kesimpulan bahwa iblis tidak bisa dikalahkan (misal: Bangku Kosong).

Hal ini sangat berbeda dengan apa yang digambarkan di film The Conjuring: iblis bisa dikalahkan! Bahkan diperlihatkan dalam sebuah adegan, bagaimana roh Allah dalam diri manusia mempunyai kuasa untuk mengusir roh jahat: “…with the Name of Jesus, I’ll send you Bathsheba, to hell…” (teriak Ed Warren ketika roh jahat Bathsheba merasuki tubuh Carolyn, dan hendak membunuh anaknya). Lalu setelahnya ditekankan (dalam penggambaran adegan) bahwa pada akhirnya pilihan manusia akan menentukan hidupnya (digambarkan jika kasih dalam diri Carolyn kepada anak-anaknya teramat besar dan itu membuatnya memilih untuk melawan roh jahat Bathsheba yang menguasai tubuhnya).

Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia.” (I Yohanes 4:4)

********/*******

Sepanjang adegan puncak yang sangat mencekam, dan digambarkan dengan teramat sangat mengerikan, saya berpikir: “Jika pada akhirnya roh Tuhan (kebaikan) selalu menjadi pemenang, mengapa ada manusia yang memilih untuk berpihak pada iblis (kejahatan) dan (bahkan) berpikir tidak akan terkalahkan?

Pikiran saya berlanjut: bagaimana seandainya Bathsheba menyadari bahwa pada akhirnya ia akan diusir ke neraka (akibat perbuatannya) dan roh jahat beserta kutukannya bisa dikalahkan; apakah ia tetap akan membunuh anaknya? Bagaimana seandainya semua manusia menyadari: bahwa pada akhirnya sang iblis akan dikalahkan oleh Tuhan di hari penghakiman nanti; apakah ada manusia yang mau berpihak pada mereka (iblis) saat ini?

Lalu mengapa masih ada manusia yang memilih untuk mengikuti si jahat; bahkan yakin akan berhasil pada setiap rencana jahatnya dan percaya akan keluar sebagai pemenang di akhir pertandingan? Ini sama saja seperti menonton tayangan ulang final Piala Dunia 2010 dan sejak babak pertama yakin kalau timnas Belanda akan menjadi juara dengan mengalahkan timnas Spanyol.

Tapi inilah kebebasan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Ia membebaskan manusia untuk percaya atau tidak pada sebuah fakta: bahwa Tuhan sudah mengalahkan dunia. Dan itulah yang membuat namaNya berkuasa di atas segala nama.

Sang iblis ada. Tuhan juga ada. Dan bagi kita, sebagai manusia, masa depan bergantung pada apa dan siapa yang kita pilih untuk kita ikuti. (Ed Warren)

We’re 100% aware of the reality that there is darkness and there is light … We’ve seen things, that I wish we never saw. (Hayes Brother -filmmaker The Conjuring-)

Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah. (Filipi 1:9-11)

No comments:

Post a Comment