Thursday, October 15, 2015

Terbang

Saya lupa bagaimana rasanya saat pertama kali terbang. Karena saat itu saya mengalami mabuk udara di sepanjang perjalanan, dan yang saya ingat hanyalah tubuh kecil saya digendong oleh sang pramugari sepanjang tangga turun pesawat. Beberapa orang mungkin juga pula nama maskapainya, tetapi saya selalu mengingatnya: Bouraq Airlines.

Sejak pertama kali saya terbang, hingga saya terbang untuk yang ke-2 kalinya, ada rentang waktu sekitar 16 tahun lamanya. Karena mengingat-ingat penerbangan yang pertama, saya sedikit takut untuk penerbangan yang kedua. Biarpun tujuannya sama-sama ke luar pulau Jawa, tetapi bedanya saya sudah melakukan check in sendirian di konter bandara. Sejak saat inilah saya menyukai pesawat udara.

"Kayak mimpi ya! Baru tadi pagi sarapan di Jogja, sekarang di Pontianak makan siangnya." Kata teman seperjalanan saya saat kami menunggu pesanan kami di sebuah rumah makan Chinese.

Ya, saya setuju dengannya. Pesawat udara membuat ruang semakin dekat dan waktu rasanya semakin cepat. Saya pernah mendengar cerita seseorang, bagaimana ia bisa sarapan di Jakarta, makan siang di Singapura, dan dinner di Surabaya. Saat itu saya tertawa mendengarnya. Tapi semua itu mungkin saja dilakukan dengan pesawat udara. Bahkan makin banyak penerbangan langsung antar benua yang bisa dilakukan dalam hitungan jam saja.

Hal yang menarik buat saya ketika terbang adalah suasana di awal dan akhir penerbangan dalam kabin pesawat, dan pemandangan di batas pengantar pintu masuk bandara. Selalu saja ada drama yang saya lihat di sana.

Bagaimana menariknya melihat orang yang pertama kali naik pesawat udara, yang entah kenapa selalu kepengin duduk di dekat jendela. Sedangkan yang menganggap pesawat udara sebagai moda transportasi biasa, seperti bis atau kereta, lebih suka duduk di gang (aisle) karena berpendapat akan lebih mudah dan cepat ketika akan turun atau ke kamar kecil. Orang seperti ini, biasanya, sudah tidak lagi menikmati perjalanan di udara.
Dan keanehan yang sampai sekarang saya tidak tahu apa sebabnya, adalah ketika pesawat sudah landing dan belum benar-benar berhenti di "parkiran bandara", kebanyakan orang (terutama yang duduk di aisle) sudah berdiri dan mengambil barang bawaannya di bagasi kabin. Padahal pesawat udara parkirnya gak pernah sebentar saja. Kenapa mereka bertingkah seolah-olah pesawat hanya akan "ngetem" sebentar, lalu terbang lagi ke tujuan selanjutnya?
Drama di batas pengantar pintu masuk bandara, biasanya terjadi antara sepasang kekasih, keluarga, atau orangtua dengan anak/cucunya. Hampir selalu ada pelukan dan kadang-kadang juga air mata terlibat di dalamnya. Berlebihan? Tidak juga. Saya pikir mereka juga merasakan apa yang saya rasakan.

Terbang itu seperti menggadaikan nyawa kepada maskapai penerbangan. Kita akan mengambil nyawa kita lagi saat sudah tiba di tujuan. Selama di udara, sejarah hidup kita dititipkan di dalam sebuah kotak hitam, yang nyatanya tidak ada yang benar-benar berwarna hitam. Mungkin ini pula sebabnya, jika di dalam kabin pesawat saat di udara, semua orang cenderung murung dan diam. Seolah-olah waktu berhenti di dalam pesawat udara. Tidak ada yang bisa diajak bicara jika bepergian sendirian saja. Komunikasi dengan keluarga, sanak saudara, teman dan rekan kerja di daratan seperti terputus begitu saja. Tapi di sinilah saya menemukan keasyikan di pesawat yang sedang mengudara. Bebas gangguan dari dering ponsel yang rata-rata hanya meminta bantuan dan bertanya kabar saja. Di dalam pesawat yang sedang mengudara, saya seperti mendapatkan tiket untuk bebas dari tekanan dan kepenatan. Oleh karena itu jika kalian pernah mendengar alasan sekelompok manusia kaya yang membeli jet pribadi hanya sebagai tempat bermeditasi, beristirahat sejenak dari kepenatan rutinitas sehari-hari... kalian sekarang sudah bisa memahami alasan mereka ini.
Juga ketika sudah duduk di kursi dalam kabin pesawat udara, Anda akan memiliki identitas berbeda. Bukan nama, tetapi nomor kursi Anda. "Itu 20F minta air mineral." Atau, "14A belum kembali ke mejanya, coba cek ke lavatory." Itu mengapa sebaiknya jangan mau bertukar kursi dengan penumpang lainnya. Amit-amit pesawat jatuh atau meledak di udara, jasad Anda hanya akan dikenali dengan nomor kursi sesuai yang tertulis di manifes penerbangan.

Keasyikan lain saat di dalam kabin pesawat udara adalah saat mendengar desingan mesin pesawat (yang saya yakin lebih memekakkan telinga ketimbang mesin mobil Formula 1) dan melihat sayap pesawat (jika kebetulan duduk di bagian sayap) sebelum berjalan di landasan pacu... bagaimana pilot mengetes aileron dan flap sehingga menimbulkan suara yang khas di dalam kabin penumpang. Sudah beberapa kali saya terbang, suara ini selalu menarik untuk didengarkan. Tetapi mungkin saja jika saya saya sudah terbang berpuluh-puluh kali, saya tidak lagi menikmati suara ini...

rekor baru di udara: 162 menit 47 detik


...hingga hari ini, rekor saya berada di udara (non stop) adalah 104 menit 38 detik (entah kenapa saya suka menghitungnya). Perhitungannya saya mulai sejak roda belakang pesawat tidak lagi menyentuh bumi, hingga roda yang sama kembali menyentuh landasan bandara lagi. Dan saya selalu ingin memecahkan rekor ini... rekor waktu terlama saya untuk bisa bebas dari gangguan dan interupsi kehidupan ini.

Adisucipto, 01 Oktober 2015

No comments:

Post a Comment