Friday, June 4, 2021

Mindset Seorang Investor

 

Dari salah satu podcast Rianto Astono

Seorang teman pernah bertanya, “Saya ingin menjadi seorang investor saham, apa yang harus saya lakukan?

Jawaban saya: “Siapkan capital atau modal, lakukan analisa, disiplin, dan sabar.

Emm, bukan itu. Maksud saya, apakah dengan investasi saham modal 10 juta, saya bisa menghasilkan uang setiap bulan? Gak usah banyak-banyak deh, cukup 2 hingga 3 juta aja.” Kata teman saya lagi.

Apa katamu? Invest? Cuma 2-3 juta sebulan bermodal 10 juta? Sebentar-sebentar. Mungkin ada yang perlu diperbaiki. Barangkali maksudmu adalah menjadi spekulan saham dengan risiko yang sangat tinggi. Okelah. Apa yang tidak mungkin? Mungkin saja bisa. Tapi itu bukanlah yang dilakukan oleh seorang investor. Bayangkan: modal 10 juta, untung 2 juta berarti 20% sebulan. Dalam setahun artinya 240%. Hmm… bahkan Warren Buffet yang hebat banget pun, punya portfolio yang hanya tumbuh rata-rata sekitar 30% per tahun. Dan tahukah kamu, jika 240% itu seperti meletakkan uang di deposito selama 60 tahun! Satu berbanding enam puluh… sudah kayak pasang togel kena 2 angka saja.


Teman saya lalu melengos pergi.

Jadi mari kita mulai...

Seorang investor memiliki mindset-nya tersendiri yang sangat unik. Hingga saat ini, saya sendiri juga terus berusaha untuk memahaminya secara lebih utuh. Tapi jika ditanyakan, apa karakter terkuat sekaligus kata kerja yang menjadi top of mind dari seorang investor, maka jawabannya adalah: sabar… titik.


Inilah yang kemudian jadi tantangan tersendiri. Bagi pengusaha, bagi seorang pegawai, sabar itu butuh perjuangan. Namun sayangnya, mindset seorang investor berbeda jauh dibandingkan pengusaha atau pegawai.

Bagi anak muda atau yang berjiwa muda, tentu akan lebih sulit lagi, sebab kita sudah terkontaminasi begitu jauh dengan sesuatu yang instan, cepat, praktis, di mana seluruhnya adalah kebalikan dari sabar.

Belum lagi dengan kerusakan mindset dan otak kita, dengan investasi-investasi bodong. Saya mengenal banyak sekali orang yang tidak mau mengambil risiko berinvestasi, misalnya di market saham dengan alasan tidak paham, malas belajar, terlalu lamban, dan tidak pasti. Mereka lebih memilih sesuatu yang pasti seperti deposito. Tapi karena bunga deposito terlalu kecil, mereka akhirnya lebih tergiur dengan imbal balik yang nilainya pasti, namun kadang tidak masuk akal. Sehingga bukan hanya pasti bunganya, tapi juga pasti lenyap digondol maling. Dan jika seandainya pun untung, itu cuma karena mujur, dan sudah pasti berasal dari kemalangan orang lain yang dirugikan.

Namun uang cuma uang. Berinvestasi bodong, memberikan efek buruk yang merusak otak dan merusak mindset secara ekstrim seumur hidup. Mari kita menguraikan mindset seorang investor, sebagai sebuah pelajaran bagi teman-teman, sekaligus bagi diri saya sendiri, untuk mulai mengakumulasi kekayaan dan hidup lebih bahagia.

Pertama-tama dan disadari harus menjadi dasarnya: bahwa tujuan dari investasi bukan untuk kaya raya apalagi kaya mendadak.
Jika aset yang terkumpul nantinya menjadi banyak, itu hanyalah bonus dari pilihan yang tepat dan buah dari kesabaran. Investasi dilakukan untuk mencapai goal-goal yang kita inginkan. Itu kenapa, sebelum berinvestasi itu harus membuat sebuah tujuan dahulu. Buat saya ini seperti biaya kuliah anak di luar negeri. Atau uang untuk masa tua, dan juga bisa uang untuk bersenang-senang yang betul-betul memuaskan.

Bagi saya pribadi, menjadi investor lebih untuk mengasah analisa bisnis, melatih kesabaran, disiplin, komitmen, update perkembangan zaman, hidup praktis dan hemat, mengelola keuangan dengan baik, menjadi minimalis, hidup sederhana, simpel, dan bahagia. Juga agar saya bisa hidup sesuai dengan style yang saya mau, tanpa diperintah oleh orang lain, tanpa dikejar-kejar oleh orang lain. Kemudian yang paling penting, saya punya waktu luang yang sangat banyak bagi keluarga, orang-orang yang saya cintai, kapan saja, dan berapa saja waktu yang diinginkan.

Asal cuan atau asal untung, bukanlah style investasi saya. Style saya adalah menjadi investor jangka panjang yang memperhatikan fundamental serta pertumbuhan aset jauh di masa depan. Seorang investor bukanlah trader jangka pendek. Saya tidak jual beli saham atau mantengin chart setiap hari. Saya punya banyak pekerjaan lain yang lebih penting untuk dilakukan. Dan juga, saya tidak menggunakan uang makan untuk berinvestasi sehingga juga tidak menggunakan hasilnya untuk makan. Saya nyaris tidak pernah melakukan withdraw (penarikan) dana investasi saya, justru saya menambahnya terus menerus. Apa yang sudah masuk dalam portofolio saya, tidak akan keluar sampai goal-nya tercapai. Saya mengetahui ada banyak orang yang melakukan trading for living, dan karena alasan itulah, biasanya aset investasi mereka tidak terakumulasi karena selalu diambil ... dan diambil. Saya tidak begitu.

Jika pun harus mengambil, maka dividen lah yang akan saya ambil. Tapi toh saya juga tidak mengambilnya, melainkan menggunakannya untuk membeli lebih banyak saham atau aset investasi yang lain. Dan tentu saja, sekali lagi, mindset terpenting dari seorang investor adalah sabar. Waktu adalah kuncinya. Seorang investor tidak berpikir untuk mengambil hasil investasinya, dalam 1 atau 2 hari, 1 atau 2 bulan, bahkan tidak 1 atau 2 tahun; tapi puluhan tahun ke depan.

Warren Buffet menyimpan saham Coca Cola sejak 1988, bahkan hingga hari ini. Itu 32 tahun lamanya. Meski kemudian ia akan melepas saham tersebut karena kinerja Coca Cola yang terus merosot beberapa tahun belakangan. Ia berkata, “Jika Anda tidak berpikir untuk memiliki saham selama 10 tahun, jangan pernah berpikir untuk memilikinya selama 10 menit.
Salah satu prinsip investasi Warren Buffet adalah membeli dan menahan saham. Buffet membeli saham pertamanya pada usia 11 tahun dengan harga US$38 per lembar saham. Buffet kemudian menjual saham itu dengan harga US$40 per lembar saham, untuk mendapatkan keuntungan atas pembeliannya. Harga saham itu kemudian naik menjadi lebih dari US$200. Dari sinilah Buffet memetik sebuah pelajaran tentang kesabaran dalam berinvestasi. Kita harus memperbaiki dan mendapatkan mindset ini terlebih dahulu, sebelum memulai (berinvestasi).

Poinnya, untuk menjadi seorang investor yang betul-betul investor, sabar dan santuy (tidak mudah panik) adalah kuncinya. Jangan cuma mikirin cuan dan untung, apalagi mikir jadi konglomerat besok, bulan depan, tahun depan, atau bahkan 10 tahun lagi. Hasil investasimu adalah sesuatu yang digunakan untuk mencapai goal kamu. Menjadi kaya hanya buah dari kesabaran. Seorang investor tetap hidup sederhana. Sisihkan nilai yang bisa kamu berikan setiap bulan dan disiplin untuk meletakkannya dalam investasi. Lama kelamaan kamu akan terbiasa dan mulai melihat gambaran besarnya.

Jika nilai yang kamu sisihkan terlalu sedikit, berarti penghasilanmu yang perlu ditambah. Jika penghasilanmu bertambah tapi investasinya sama, segitu-segitu saja, berarti pengeluaran tak perlumu yang harus dihilangkan atau gaya hidupmu yang harus diperbaiki. Kelak jika mindset ini sudah terbentuk, maka saat kita mendapatkan uang, alih-alih membuka marketplace untuk berbelanja, kita justru akan lebih asyik membuka laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang sahamnya bisa kita beli.

Saya membagikan ini untuk kesekian kalinya, berdasarkan pengalaman saya sendiri. Di mana saya sudah mulai menghasilkan uang yang ‘cukup banyak’ sejak usia 21 tahun, tapi karena tak pernah ada yang memberitahu tentang investasi, tidak ada yang memberikan mindset investasi kepada saya, maka selama bertahun-tahun uang yang saya dapat hilang begitu saja seperti hantu. Saya ingin pengalaman serupa ini tidak dialami oleh orang lain, terutama teman-teman yang membaca tulisan ini.


Semoga bermanfaat.

Saya,
Rianto Astono.

No comments:

Post a Comment