Saturday, February 26, 2011

@vic_hasiholan di Twitterland

Kalau menurut Anda, film/sinetron Indonesia sekarang merusak mental dan moral, kenapa masih ditonton tiap malam?
Kalau menurut Anda, tweet saya menyesatkan dan enggak berguna, kenapa masih di-follow akun Twitter Anda?

Twitter bagi saya adalah ruang. Ruang untuk menyampaikan perspektif pribadi saya. Ruang untuk menumpahkan uneg-uneg saya. Ruang untuk berbicara pada orang. Ruang untuk mengeksplorasi diri saya lebih jauh lagi. Ruang untuk memprovokasi... :)


Dunia Twitter saya ibaratkan seperti sebuah ruang seminar terbuka, dan saya sebagai pembicaranya. Anda, sebagai peserta seminar (follower saya) adalah pendengarnya. Oleh karenanya saya setuju dengan pendapat seorang pakar komunikasi (Wimar Witoelar), yang mengatakan kalau Twitter adalah jenis media sosial yang sifat komunikasinya satu arah, antara pemilik akun Twitter dan followernya. Jadi terserah si pemilik akun akan berbicara (ngetweet) apa saja, memforward tweet yang dia suka (RT) dan mengomentari tweet mana yang mention dirinya. Meskipun juga ada batasannya. Karena sebenarnya tidak ada kebebasan yang benar-benar bebas di dunia (Twitter).

Di Twitter, mereka yang biasa ngomong satu arah kayak pejabat, profesor dan rohaniawan, bisa dikritik dan diledek. Dulu mana kebayang? (@revolutia)

Tetapi Twitter juga tidak menutup kemungkinan membuka diskusi/obrolan (reply) layaknya sebuah seminar. Antara pembicara (si pemilik akun) dan pesertanya (si follower / yang mention si pemilik akun). Dan sekali lagi saya tegaskan: jika tidak suka dengan jawaban atau tanggapan si pemilik akun Twitter, si follower berhak walk out dari ruang seminar itu (un-follow). Termasuk jika si follower tidak menyukai si pembicara seminar dan materi (tweet) yang dia sampaikan. Menurut saya, itu hak Anda sebagai follower. Karena (Twitter) ini adalah ruang seminar yang terbuka bagi siapa saja.

Statement tulus tapi salah: orang yang ngeblok akun lain tidak siap dengan perbedaan, cuma siap dipuji. (@wimar)

Makanya saya heran dengan orang-orang yang sering memaki si pembicara seminar, tetapi masih berada dalam ruang seminarnya. Hal itu sama saja dengan orang yang menjelek-jelekkan sinetron indonesia, tetapi tiap malam selalu duduk di depan televisi dan menontonnya. Tapi bedanya, di ruang seminar (Twitter) si pembicara berhak mengusir (block), hingga melaporkannya pada yang berwajib (report as spam).


*) Follow / Unfollow

Jangan kagum sama orang yang memfollow banyak orang. Kemungkinan besar dia gak pernah baca timeline, cuma mentionnya aja. (@jokoanwar)

To follow or to unfollow, that is the question. (Soccerless - via: @vic_hasiholan)

Mengapa Anda follow sebuah akun (@gm_gm misalnya), di antara jutaan akun lainnya? Jawaban saya: bisa karena saya suka sudut pandangnya, atau saya suka pribadinya, juga bisa jadi karena ingin tahu dirinya seperti apa (follow kalau kamu kepo). Intinya, karena saya suka subjektivitasnya.

Saya pribadi bukan orang yang sombong atau sok penting (ada yang bilang gitu) karena hanya memfollow segelintir orang saja, dan hampir selalu menolak permintaan folback (follow balik). Ada beberapa faktor dan pertimbangan saat saya akan memfollow seseorang.

Faktor pertama, karena saya menganggap mereka (yang saya follow) isi tweetnya penting atau saya sedang punya kepentingan dengan mereka. Jadi saya tidak ingin ketinggalan isi "seminar" yang sedang mereka bicarakan. Kemampuan saya terbatas jika membaca. Dan saya jarang sekali scrolling timeline Twitter tanpa membaca isi tweet orang-orang yang saya follow. Mungkin karena inilah, saya lebih suka ngeretweet daripada ngetweet; faktor gabungan antara lelah (karena sering online sebelum tidur di malam hari dan juga susah menulis jika dibatasi 140 karakter).

Lagipula kemampuan otak saya terbatas. Tidak mampu memuat banyak informasi dalam satu waktu. Jadi jika subjektivitas Anda tidak menarik bagi saya (cukup dengan melihat 20 tweet terakhirnya), saya tidak akan follow akun Twitter Anda.

Selain itu pengaruh (influence) isi timeline sebuah akun juga menjadi pertimbangan bagi saya. Karena kataNya pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik. Entah kenapa, saya merasa Twitterland lebih bisa memberikan pengaruh yang lebih besar ketimbang jejaring sosial lainnya (Facebook, MySpace, Friendster) pada mereka yang ada di dalamnya. Misalnya, jika saya memfollow seorang penebar fitnah dan suka twitwar, lama kelamaan saya bisa mempunyai mindset sepertinya dan melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh dia, pemilik akun yang saya follow. Mungkin efek ini hanya berlaku bagi saya pribadi, yang menganggap ranah Twitter seperti sebuah ruang (lingkungan).

Oleh karena itu sebelum saya klik 'follow' / 'unfollow', saya akan mempertimbangkan beberapa faktor tadi dan beberapa faktor lainnya seperti: apakah "seminar" Anda bermanfaat bagi saya? Apakah saya mulai terpengaruh sifat buruk Anda? Apakah saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik setelah follow Anda?

*) Saya dan Twitter

Mereka yang kadang suka sok pintar, lebih disebabkan mereka sering disepelekan. (@AlberthieneE)

Saya pribadi lebih menyukai Twitter ketimbang jejaring sosial lainnya. Di Twitter saya merasa lebih bebas berekspresi dan bisa belajar banyak dari orang-orang yang telah sukses di bidangnya. Banyak tips dan pelajaran yang saya dapatkan di Twitterland daripada media sosial lainnya.

Kadang manusia hanya ingin didengarkan tanpa harus mendengarkan. Ingin melepaskan beban pikiran ke alam antah berantah. Ingin belajar tanpa harus duduk di bangku sekolah atau kuliah. Ingin tahu informasi tanpa harus membaca koran atau menonton televisi. Ingin mendengarkan jawaban dari pertanyaan yang entah harus diajukan ke siapa. Ingin curhat kepada mereka yang tidak kita kenal. Ingin tahu perkembangan di belahan dunia lain. Ingin... (silahkan Anda isi sendiri)

Dan di Twitterland, semua hal itu bisa bisa saya dapatkan.

Demikian.

No comments:

Post a Comment