Wednesday, September 15, 2010

Tuhan Yesus Berjalan-Jalan di Dunia

[Matius 25 : 31-46]

Suatu hari, Tuhan Yesus memutuskan untuk turun lagi ke bumi untuk melihat dari dekat apa saja yang dilakukan oleh makhluk yang paling dikasihi dan disayangiNya.

Sebelumnya, Dia mendengar keluh kesah dari malaikatNya, bahwa manusia di jaman sekarang mulai saling membunuh, saling membenci, selalu berselisih, berbuat kekerasan kepada sesamanya, bahkan banyak yang menghujat Tuhan. “Tuhan, daripada Engkau selalu bersedih karena manusia, mengapa Engkau tidak menghukum dan memusnahkan mereka saja?

Lalu Tuhan mengajak pimpinan malaikat untuk menemaniNya jalan-jalan di dunia.

Pertama kali Dia mengunjungi kawasan Timur Tengah. Kawasan yang selalu bergejolak karena perang saudara dan perselisihan memperebutkan pengaruh di wilayah itu. Tuhan Yesus mengambil rupa seorang pejuang militan yang sekarat di pinggir jalan. Tak lama kemudian patroli militer lewat. Salah seorang tentara turun dan hendak membunuh militan yang sedang terluka itu. Tapi ada suara yang menghardiknya dari dalam mobil: “apa yang kau lakukan? Cepat beri pertolongan pada orang itu.

Walau sebal, tentara itu tak bisa membantah komandannya. Dia memapah militan sekarat itu, dan menidurkannya di bak belakang truknya, untuk kemudian diberi minum dan dibasuh luka-lukanya. Komandannya lalu membawa militan itu ke markas untuk mendapat pertolongan lebih lanjut.

Dari jauh sang malaikat melihat itu semua. Tiba-tiba Tuhan Yesus muncul di sampingnya. “Lihat? Manusia tidak sejahat yang kau pikirkan bukan?

Setelah itu Tuhan Yesus berjalan-jalan ke Afrika. Tempat banyak orang yang mati kelaparan akibat peperangan dan kemiskinan. Tuhan Yesus mengambil rupa seorang anak yang busung lapar. Tidak lama kemudian, sebuah truk bantuan makanan datang ke daerah itu. Seorang wanita muda turun dari truk lalu menghampiri kawanan ibu-ibu menyusui dan anak-anak busung lapar. Wanita itu membawa satu kardus berisi susu dan biskuit, lalu membagi-bagikannya pada mereka. Tanpa terlihat jijik, wanita itu menggendong seorang anak yang dekil dan terlihat seperti mayat hidup, lalu menyuapinya.

Lusa kami akan datang lagi untuk membawa selimut dan obat-obatan. Dan tentu saja makanan.” Kata supir truk sebelum meninggalkan daerah terpencil itu.

Dari jauh sang malaikat melihat itu semua. Tuhan Yesus menepuk pundak malaikat itu. “Lihat? Masih ada manusia yang peduli pada sesamanya.

Dari Afrika, Tuhan Yesus pergi ke Amerika. Di wilayah itu, Dia sering mendengar laporan tentang manusia yang melakukan kekerasan karena perbedaan ras. Tuhan Yesus lalu mengambil rupa seorang kulit hitam yang terkena luka tembak dan berjalan terseok-seok di wilayah orang kulit putih. Sudah satu jam berjalan tetapi tidak ada orang membuka pintu rumahnya untuk menolong. Hingga kemudian dia terkapar dan pingsan di pinggir jalan. Saat membuka matanya, dia berada di sebuah kamar dengan tempat tidur yang nyaman, dan lukanya sudah dibalut dan diobati. Seorang wanita kulit putih masuk ke kamar itu dan memberinya minum lalu menyuapinya makan. “Saat bapak melewati depan rumahku, aku ingin menolong bapak. Tapi suamiku takut dengan orang sekitar jika melihat kami menolong orang kulit berwarna. Jadi suamiku hanya memperhatikan bapak dari kejauhan, untuk berjaga-jaga seandainya ada orang yang akan melukai bapak. Kemudian saat hari sudah petang, kami beranikan diri untuk membawa bapak yang sudah tergeletak di jalan. Saya hanya berdoa, semoga bapak masih bertahan. Dan Tuhan menjawab doa saya.” Wanita itu tersenyum.

Malaikat itu terduduk di pojok ruangan itu memperhatikan semuanya. Tuhan Yesus lalu tersenyum padanya, “Lihat? Manusia masih mempunyai hati yang mengasihi, bukan?

Dari Amerika, Tuhan Yesus beranjak ke Asia. Dia ingin ke Cina, tapi malaikat yang ada di sampingNya mendesakNya untuk pergi ke Indonesia. “Lihatlah negara itu. Engkau pasti akan menghujani negara itu dengan api begitu melihat tingkah manusia yang ada disana.

Tuhan Yesus hanya tersenyum simpul kepada sang malaikat.

Lalu tibalah Dia di Indonesia. Dia berjalan-jalan di Jakarta ditemani malaikat yang ada di sisiNya. “Lihatlah anak-anak di jalanan itu. Tidakkah Engkau sedih melihat orang-orang di sekitarnya yang seolah-olah tidak mempedulikan mereka?

Tuhan Yesus lalu duduk di pinggir jalan dan memperhatikan. Dia ingat ketika dulu menggendong seorang anak di tengah murid-muridNya dan berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” [Matius 18:1-11]

Di siang yang terik itu, Dia melihat anak-anak jalanan itu mengemis dan mengamen. Tuhan Yesus lalu berkata pada sang malaikat: “lihatlah itu.

Di perempatan saat lampu menyala merah, seseorang menurunkan kaca mobilnya dan mengeluarkan plastik-plastik berisi makanan dan minuman. Anak-anak di perempatan itu berebut mengambilnya. Karena kejadian itu, banyak pengendara kendaraan lain berpaling ke mobil itu. Tapi hanya terlihat tangan yang terjulur keluar, tidak terlihat siapa pemberi makan siang bagi puluhan anak jalanan di tempat itu. Saat lampu berubah hijau, mobil itu melaju kembali.

Apakah kau belajar dari semua ini?“ kata Tuhan Yesus pada malaikat yang duduk di sampingNya.

Iya. Aku mengerti. Engkau menyediakan apa yang dibutuhkan. Tidak semua manusia jahat dan tidak peduli pada sesamanya. Masih ada manusia yang mengasihi sesamanya.

Tepat sekali.” Tuhan Yesus tersenyum pada malaikat itu.

Tapi Tuhan... bagaimana dengan manusia yang jahat, manusia yang acuh pada lingkungannya, manusia yang hanya memikirkan dirinya sendiri, manusia yang membenci sesamanya, manusia yang...” malaikat itu seperti protes pada Tuhan. Tapi Tuhan Yesus segera memotong kalimat-kalimat tanya malaikat itu. “Engkau berarti belum mengerti arti semuanya ini, semua hal yang telah Aku tunjukkan kepadamu.

Aku sangat mengasihi manusia. Aku bahkan rela mati sekali lagi di kayu salib demi seorang manusia. Aku memberi kebebasan pada tiap manusia untuk berbuat apa saja. Baik itu hal yang baik atau hal yang jahat sekalipun. Baik mereka akan memuji namaKu, atau menghujat namaKu. Itu semua kulakukan karena Aku tidak menginginkan kasih manusia yang semu, kasih yang palsu. Aku ingin manusia mengasihiku dengan kesadaran mereka. Aku ingin manusia mengasihi sesamanya juga dengan kesadaran mereka tanpa adanya paksaan. Mengenai manusia yang jahat dan tidak peduli akan sesamanya, Aku tetap mengasihi mereka karena ada manusia yang baik dan masih peduli pada sesamanya. Aku tidak akan menghukum dunia hanya karena sebagian besar manusianya menghujat namaKu dan menghilangkan nyawa sesamanya. Oleh karena Aku sangat mengasihi manusia dan masih memandang kepada orang-orang yang mengasihi Aku lewat perbuatan mereka, Aku masih mengarahkan pandanganKu kepada dunia. Dunia memang milik iblis dan para pengikutnya, sehingga ada manusia-manusia yang dibutakan mata hatinya. Tapi ingatlah, Aku telah mengalahkan dunia.

Malaikat itu lalu mengangguk tanda mengerti. Tuhan Yesus lalu melanjutkan perjalanannya ke Yogyakarta.

********/*******

Sudahkah anda berbuat baik hari ini?

Diawali dengan kalimat sapaan seperti itu, sebuah stasiun radio di Yogyakarta memulai tiap program siarannya. Kemudian kalimat: “semoga kita bisa lebih banyak berbuat baik” di tiap penghujung siaran acaranya, mengingatkan pendengarnya agar tidak lupa berbuat baik setiap saat.

Kreatif. Unik. Kalimat penggugah itu kadang membuat saya berpikir, “apakah saya sudah berbuat sebuah kebaikan hari ini?

Tapi nyatanya, saya sering takut untuk berbuat kebaikan. Mungkin saja beberapa dari kita juga demikian. Misalnya saat menumpang sebuah kereta. Di depan saya berdiri seorang ibu tua. Kadang saya malu dan takut untuk menawarkan tempat duduk saya kepadanya, karena mempertimbangkan segala hal termasuk untung ruginya. Hingga akhirnya saya melewatkan kesempatan untuk berbuat baik.

Atau saat melihat sebuah kecelakaan. Saya sering takut untuk berhenti menolong karena berpikir “jangan-jangan nanti malah ikut ditanya-tanyai polisi” atau ketakutan salah memberikan pertolongan. Karena mempertimbangkan banyak hal, saya jadi urung menolong korban kecelakaan itu dan berlalu begitu saja, sambil berdoa di dalam hati semoga semuanya baik-baik saja.

Tapi sebuah kalimat yang tertulis di dinding kos teman AIS Jogja seperti menyentak saya. Kalimat itu tertulis demikian: "dalam masalah hati nurani, pikiran pertama lah yang terbaik. Dalam masalah kebijaksanaan, pemikiran terakhir lah yang paling baik."

Memang, pikiran pertama yang ada di otak saya ketika melihat seorang ibu tua berdiri di kereta adalah menawarkan tempat duduk saya. Tapi kemudian, karena banyaknya pertimbangan di kepala saya, hal baik itu tidak jadi saya lakukan. Juga pikiran pertama yang melintas di benak saya ketika melihat pengendara motor yang terjatuh di depan saya adalah menolongnya. Tetapi karena banyaknya pikiran yang melintas setelahnya, saya tidak jadi berhenti dan berlalu begitu saja.

Oh Tuhan, ampunilah saya.

Saya kemudian berpikir lagi tentang kebaikan-kebaikan “kecil” yang seharusnya bisa saya lakukan, tetapi karena pertimbangan berbagai macam hal, akhirnya urung saya lakukan. Ketika melihat seseorang mengendarai motor dan lupa menaikkan standar motornya, saya harusnya mengingatkannya. Ketika melihat seorang lansia susah menyebrang jalan, saya harusnya menolongnya. Ketika melihat pengemis tua kelaparan, saya harusnya memberinya makan. Dan seterusnya, dan sebagainya.

Bisa jadi karena kebaikan-kebaikan itulah, Allah masih memandang dunia, melihat Indonesia. Karena masih ada orang-orang baik di negeri ini yang mengasihi sesamanya. Siapa tahu Tuhan Yesus saat ini sedang mengambil rupa seorang pengemis tua, ibu hamil tua yang berdiri di atas kereta, atau bahkan Dia mengambil rupa seorang anak kecil yang tumbuh cacat saat berjalan-jalan di dunia. Dia ingin tahu, apakah manusia yang dikasihiNya masih memiliki hati untuk sesamanya.


Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa. [Yakobus 4:17]


Tuhan berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka." [Kejadian 18:26]


All that is necessary for evil to succeed is for good men to do nothing. [Kejahatan hanya akan menang, jika orang baik tidak berbuat apa-apa.] -Edmund Burke-

2 comments:

  1. ayo berbuat baiiikk!!!thx bro 4 the inspiration..btw, radionya masih on air ya?

    ReplyDelete
  2. Masih ON AIR kak. Cm suka kalah sama radio yang gelombangnya sebelahan. Tapi skrg jargonnya udah ganti :D --> memberi warna di tiap suasana.

    ReplyDelete