Wednesday, June 9, 2010

TT #Peterporn

Peterporn sudah menjadi TT (Trend Topic) nomor satu di twitter hari ini. Sampai-sampai beberapa orang terkenal di luar negeri, seperti (yang mengaku) Justin Bieber menulis, "who is peterporn?" di twitnya. Mungkin karena dia bingung, kok terkenal banget ya ni orang.

Program acara 'Suara Anda' di MetroTV juga membahas topik yang sama sore tadi. Tentang video "makan rujak" (karena isinya desahan cewek kepedesan) yang dilakukan oleh vokalis band yang belum ada namanya, dengan kekasihnya yang pamornya pernah disaingi kawanan kera. Dengan bintang tamu yang salah satunya Maria Eva, acara ini mendiskusikan langkah-langkah apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah terhadap kasus peredaran film pendek amatir selanjutnya.

Saya sependapat dengan wakil dari Depkominfo, yang mengatakan bahwa media terlalu membesar-besarkan berita ini. Masyarakat yang tadinya gak tahu, jadi tahu. Yang tadinya biasa aja sikapnya, tapi karena tiap televisi dan koran memberitakannya tiap hari dan tiap jam, jadinya membuat masyarakat penasaran; yang kemudian karena ingin mengobati rasa ingin tahu itu, banyak orang mencari-cari di Google dan search engine lainnya. Akhirnya bertambah ramai dimana-mana, hingga menjadi TT di twitter dan beberapa situs esek-esek yang sudah ada.

Skandal seks, perceraian, dan perselingkuhan memang makanan empuk media untuk menaikkan pamornya. Yang tadinya tabloid-tabloid jarang dilirik apalagi dibeli masyarakat, karena adanya berita-berita tadi, kemudian tabloid dan majalah yang memuatnya (dan menjadikan headline berita) menjadi laris manis dibeli warga. Tapi coba dilihat dari segi tanggung jawab moralnya, apakah sepadan dengan pemasukan yang didapatkan? Cobalah bersikap bijak, dengan tidak memberitakan hal-hal picisan yang gak penting terlalu berlebihan. Misal, cukup diberitakan sehari saja. Itu sudah. Besoknya ganti berita. Misal tentang "uang aspirasi 15 milyar yang diterima anggota DPR tiap tahunnya," saya rasa itu lebih berguna.

Bukannya bermaksud mau membungkam media. Saya hanya ingin mengusulkan, kalau media juga harus selektif dalam memberitakan hal-hal yang nantinya akan dikonsumsi khalayak banyak. Sadar atau tidak, perspektif media massa sangat menentukan bagaimana arah langkah ke depan suatu bangsa. Masih banyak berita baik yang lebih layak diberitakan. Misalnya saja, artis yang "ketahuan" memberi sumbangan ke panti asuhan, atau artis yang bersimpati atas tragedi kemanusiaan di Gaza. Kemana larinya berita-berita itu? Apakah karena tidak mengundang sensasi? Apakah karena sudah terlalu biasa? Kalau itu jawabannya, bukankah artis melakukan hubungan seks pra nikah juga sudah biasa? Cuma gak ketahuan aja, karena tidak direkam dengan kamera.

Saya juga setuju dengan pendapat aktivis gerakan "Anak Indonesia Jangan Bugil di Depan Kamera." Kalau kita cuek-cuek saja dengan berita esek-esek yang beredar di media massa, dengan tidak mendownloadnya apalagi menyebar luaskannya, apakah video-video itu akan booming? Bukankah ada hukum "permintaan penawaran"? Jadi jangan hanya salahkan orang yang beradegan "makan rujak", tapi koreksilah juga masyarakat banyak. Kalau tidak ada permintaan, bukankah penawaran juga akan berkurang? Seandainya saja, tidak ada orang yang mau mendownload atau membeli video porno, apakah ada industri film yang adegannya bisa membuat 'O'?

Sudahlah, gak perlu diperpanjang lagi persoalan #peterporn. Soal para pelakunya yang tidak mau membuka mulut di media, itu hak pribadi mereka. Seperti Bapak RBK alias RYN, salah seorang responden di kompasiana dan keluarga salingsilang (politikana, publikana, ngerumpi,dsb), yang menjadi penulis lepas (maksudnya setelah nulis lalu dilepas), bukankah sikap diamnya itu merupakan hak pribadinya?

Kalau A dan L tidak mau berbicara kepada media, cobalah kita mengambil sudut pandang mereka. Misal kalau kita melakukan hal yang sama, apakah kita juga mau membicarakannya kepada media massa? Kalau mereka bilang "bukan saya," bisa saja ditanggapi "terus siapa?" dan beritanya tetap gak ada habisnya. Apalagi kalau mereka bilang "ya itu saya," bisa-bisa malah dirajam massa. Serba salah bukan? Saya kira sikap diam yang mereka lakukan ada baiknya juga.

Menghukum para pelaku filmnya? Rasanya kok gak adil juga. Menghukum penyebar filmnya? Sama saja mengejar hantu yang tak kasat mata. Menghukum para penikmat filmya? Penuh dong penjara :))
Saya rasa semua stake holder dunia perfilman biru seperti ini sudah mendapat hukumannya. Pelakunya sudah mendapat malu dari khalayak banyak, penyebarnya sudah mendapat kutukan dari pelaku filmnya, dan penikmat filmnya sudah mendapat hukuman dari perasaan bersalah di hatinya dan juga dari orang tuanya (kalau ketahuan :p).

Jadi, mengapa harus dibesar-besarkan sih berita seperti ini? Masih banyak berita penting lainnya yang lebih layak untuk diberitakan, daripada sekedar kasus beredarnya video porno yang bisa merusak generasi bangsa ini. Semoga media di negara kita bisa mengambil pelajaran dan lebih bijak lagi dalam menanggapi masalah yang seperti ini.


Untuk Indonesia yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment