Thursday, August 12, 2010

Belajar dengan Meniru

Kalau dipikir-pikir kembali, semuanya sudah pernah ditulis. Semuanya sudah pernah diucapkan. Engkau belum pernah membaca atau mendengarnya, karena mereka yang menulis dan mengatakannya belum menjadi orang yang terkenal di dunia.

Jika kamu berniat menulis tentang cinta, sudah ada Shakespeare yang dulu sudah menuliskannya. Atau Kahlil Gibran, Nicholas Sparks, Marga .T, hingga Dewi Lestari yang lebih apik menuliskan cerita cinta.
Jika kamu berniat menulis tentang misteri, sudah ada Agatha Christie dengan kisah "Hercule Poirot"nya. Atau Alfred Hitchcock, Sir Arthur Conan Doyle, hingga Dan Brown yang menulis misteri kode Da Vinci.
Jika kamu berniat menulis tentang petualangan, sudah ada CS. Lewis dengan kisah Narnia yang terkenal dimana-mana. Atau JRR Tolkien, Ted Elliot, hingga Andrea Hirata yang menulis petualangannya hingga Eropa dan Afrika.

Jadi lupakan saja niatmu untuk menulis atau membuat naskah cerita untuk difilmkan. Kecuali kamu mempunyai ide yang benar-benar baru untuk diceritakan, barulah kamu bisa menjadi penulis. Kalau tidak, jadilah pelukis.

Kata-kata yang bodoh, bukan? Tapi kadang, oleh beberapa orang, kata-kata itu sungguh-sungguh mereka yakini, hingga akhirnya beberapa potensi lahirnya penulis baru mulai tereliminasi.

Meniru bukan tindakan yang bersifat plagiat. Berbeda, sangat berbeda. Plagiat berarti mencontek persis dari apa yang ditirunya. Tapi peniru, dia berimprovisasi dan memberikan tambahan inisiatif terhadap hal yang ditiru. Peniru ada banyak di sekitar kita. Hal itu tidak salah, karena dengan adanya peniru, karya-karya baru selalu tercipta setiap harinya.

Film "Avatar", "Surrogates", dan yang terkenal belakangan ini: "Inception", film-film itu meniru dasar pemikiran film Matrix Trilogi.
Ide: pikiran manusia bisa dipindahkan dan menjadi bentuk lain, menjadi pencitraan diri yang berbeda di dunia maya. Apakah salah? Tidak menurut saya. Dari sebuah ide yang baru, kemudian dikembangkan menjadi beberapa bentuk cerita yang memberi inspirasi baru. Atau ide: manusia berperang dengan robot di jaman yang akan datang. Akhirnya banyak diaplikasikan dalam film, misalnya: "I, Robot", "Terminator", dan yang paling terkenal tentu saja "Transformer". Atau adegan di sebuah film yang mirip dengan sebuah adegan di film lainnya. Ada yang salah? Menurut saya sah-sah saja. Pikiran manusia bisa saja sama, atau terilhami dari hal-hal yang memang sudah pernah dilihat sebelumnya.


Bisnis. Dunia perbankan misalnya. Yang pertama kali membuat inovasi internet banking adalah LippoBank. Kemudian bank lainnya meniru apa yang telah dilakukan oleh LippoBank. Hasilnya, layanan internet banking yang terbaik saat ini bukan lagi LippoBank, melainkan BCA, yang biarpun bukan yang pertama, hanya meniru, tapi menjadi yang terbaik.

Musik. Banyak hal yang unik di dunia musik tentang "meniru". Gaya panggung Nidji meniru Coldplay, Sherina meniru Vanessa Carlton, Netral meniru Blink 182, dan masih banyak lagi yang lain. Bahkan dalam nada-nada lagu yang berbeda, ada saja yang terdengar sama, tapi tentu saja memiliki lirik yang berbeda.
Lagu "Twinkle-Twinkle Little Stars" dengan lagu "ABCDEFG", atau lagu "Burung Kakaktua" dengan lagu "Topi Saya Bundar". Bahkan lagu "Kasih Tak Sampai" milik Padi, mempunyai nada yang sama dengan bagian lagu "Mencintaimu" yang dinyanyikan Krisdayanti. Coba nyanyikan: "tetaplah menjadi bintang di langit..." dan "hanya satu yang tak mungkin kembali..." gimana, nadanya sama kan?
Atau yang menggelikan dua lagu yang bisa dimix jadi satu... "Ada Apa Denganmu" milik Peterpan dengan soundtrack film anak-anak, Sinchan. Coba nyanyikan: "kutanya malam, dapatkah kau lihatnya perbedaan, yang tak terungkapkan, tapi mengapa ... hanya aku yang dimarahi? Di musim panas merupakan hari bermain gembira, oh senangnya, aku senang sekali." Bisa kan? hehe.. *ah, semakin ngelantur saja*

Begitu juga dengan tulisan. Tiap penulis mempunyai pandangannya masing-masing tentang cinta, kehidupan glamor di kota, misteri-misteri dan teka-teki di sekitarnya, petualangan hidupnya, dan sebagainya. Memang semua ide-ide itu sudah pernah dituliskan, tapi apakah duniamu sama dengan dunia penulis cerita detektif Conan? Apakah lingkunganmu sama dengan lingkungan di kehidupan Dewi Lestari? Berbeda bukan? Sangat berbeda. Karena hanya ada satu kamu, juga tidak pernah ada satu orang pun sebelum dirimu yang sama persis seperti kamu, yang melihat cinta sama persis dengan caramu melihatnya. Tidak ada. Meski mungkin saja tingkat emosinya sama.

Saya pribadi selalu menyukai dan mengingat kata-kata ini:
Saya sekarang percaya bahwa di dunia ini tak ada foto baru dan hanya ada beberapa cerita baru. Kebanyakan merupakan kombinasi ulang hal-hal yang pernah diceritakan sebelumnya -- kombinasi yang luar biasa. Tapi yang baru, segar, dan asli adalah kacamata yang digunakan sang penulis untuk melihat berbagai situasi ini. Anugerah kita, dan dengan demikian tanggung jawab kita sebagai penulis, adalah untuk memandang berbagai situasi kehidupan dengan cara kita yang unik dan melaporkan kebenaran makna dan nilainya kepada publik pembaca supaya mereka bisa mempunyai wawasan yang segar mengenai kondisi manusia. Masing-masing dari kita unik di alam raya ini, sehingga demikian juga kisah-kisah yang kita tuturkan.
[Elisabeth Engstrom]


Atau sebuah quote dari pak Mario Teguh di salah satu sesi program acaranya,
Bagi yang selama ini jengah meniru, karena direndahkan oleh orang lain kalau meniru, dengarkan ini: saya, Mario Teguh adalah peniru. Seluruh proses belajar saya adalah meniru. Saya meniru luas, dalam, detail, sungguh-sungguh dalam meniru, untuk kemudian menjadi sulit ditiru. Pada saat anda sulit ditiru, anda menjadi original, walaupun anda mencapainya melalui peniruan. Mulai dari sekarang anjurannya kepada kita adalah menirulah orang-orang yang baik. Pilihlah pribadi-pribadi terkemuka dalam industri atau dalam karir anda, tirulah dia, tirulah untuk menyamainya, kemudian tirulah untuk melebihinya. Selalu lihat diri Anda sebagai pribadi yang bisa menjadi lebih. Karena anda bisa akan mencapai lebih dengan menjadi lebih. Selalu upayakan untuk menjadi lebih, lalu perhatikan apa yang terjadi.


Tidak ada yang salah dengan meniru. Meniru hal yang baik akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik. Bukankah sejak bayi kita selalu belajar meniru? Meniru orang tua kita makan, meniru kakak kita bersepeda, meniru kakek kita duduk bersila, dan lain sebagainya. Kita bertumbuh karena kita meniru orang lain yang sudah terlebih dahulu melakukannya.

Jadi, tuliskanlah apa yang ingin kamu tulis. Ceritakan apa yang ingin kamu katakan. Tidak perlu berpikir, "nanti bukuku dibilang niru si A, si B, si C," atau takut kalau nanti dikatakan plagiat. Selama karyamu itu ide baru yang ada di kepalamu, hasil dari kamu belajar meniru orang-orang yang lebih dahulu melakukannya dibanding dirimu, janganlah ragu. Kita belajar dari lingkungan, dan masing-masing orang mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap apa yang dilihatnya.
Laporkanlah itu melalui tulisanmu, sesuai gaya menulis dan sudut pandangmu. Setiap hal baru yang dialami seorang penulis, itu berarti cerita baru untuk ditulis.

Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan meniru.
Yang salah itu namanya keliru *halah, gak penting* :D

Yogyakarta, 12 Agustus 2010 (5:25 PM)

No comments:

Post a Comment