Monday, August 9, 2010

Kotak Yang Tak Kasat Mata

Maaf, kalau tulisan berikut menyebutkan beberapa "merk".

"Bu, disuruh mama beli Rinso 5 sachet," kata Kevin, anaknya Parah Cin, suatu kali saat disuruh pergi ke warung. Penjaga warung yang sudah hafal dengan merk yang biasa dipake mamanya Kevin, langsung saja memberikan merk deterjen lain seperti biasanya.

Ato suatu saat yang lain.

"Pak, kapan mau beliin Honda buat Dimas? Dia kan udah kuliah sekarang." kata seorang istri kepada suaminya. Bukan merk motor Honda, tapi maksud istrinya suruh beli motor.

"Ma, Odol habis nih. Mau sikat gigi gak bisa," kata seorang suami pada istrinya. Padahal suaminya memegang merk lain, tapi istrinya tahu maksudnya, dia perlu membeli pasta gigi yang baru.

"Pak, Sanyo rusak. Gak bisa masak air." (yang dimaksud adalah pompa air, apapun merknya)
"Mas, beli Nokia. Hape lama saya rusak." (yang diinginkan hanya membeli ponsel baru, apapun merknya)
"Buatin Indomie rebus pake telor." (hanya ingin makan mie instant, apapun merk yang ada di dapur)
"Mbak, Aqua satu botol ya." (yang diberikan adalah sebotol air mineral, apapun merknya)

********/*******

Ya, itulah hal-hal yang sering terjadi di masyarakat kita. Sering memberikan label atau cap tersendiri, sesuai yang mereka inginkan. Mereka gak peduli, apakah orang lain tahu maksudnya atau tidak. Yang ada di benak mereka, Rinso itu berarti deterjen, dan Sanyo adalah pompa air. Titik. Perkara nantinya salah kaprah, salah ngasih barang, itu urusan belakang. Kalau sudah tahu sih gak masalah, cuma kalau orang yang belum mengenal sifat atau kebiasaannya, bisa jadi masalah.

Hal inilah yang kemudian terbawa-bawa sampai ke pergaulan di lingkungannya.

Kemarin malam, saat saya makan di angkringan, seorang bapak nyeletuk pada temannya.

"Wong batak ki nek ra dadi preman utowo pengacara, mesti dadi koruptor." (Orang batak itu kalau gak jadi preman atau pengacara, pasti jadi koruptor).

Saya sendiri yang sebagai orang batak, jelas tidak terima. Nyatanya saya bukan preman, pengacara, apalagi koruptor. Kalau istilah saya, masyarakat kita suka men-generalisasi-kan sesuatu. Ya itu tadi, suka memberi label kepada sekelompok benda atau manusia, berdasarkan "merk" yang paling terkenal diantara kelompok sejenis. Padahal, tiap manusia itu berbeda, mempunyai keunikan tersendiri. Mempunyai ciri khas masing-masing. Kalau ibarat makanan, masing-masing kita mempunyai rasa yang unik. Memang, banyak jenis soto yang dijual di pinggir jalan, tapi apakah semuanya mempunyai rasa yang sama? Soto di Sagan dan di jalan Mangkubumi, jelas berbeda rasanya, meskipun mempunyai jenis yang sama, yaitu soto kudus.

Terkait kasus makelar pajak, yang kebetulan, nama yang paling tenar disebut media adalah Gayus Tambunan, seorang batak. Apakah itu berarti semua marga (klan) Tambunan itu koruptor? Apakah itu berarti semua orang batak pada umumnya, juga seorang koruptor? Bagaimana jika yang tertangkap adalah orang Jawa? Apakah itu berarti semua orang Jawa itu juga koruptor? Pikiran yang sangat picik, bukan?

Sebuah adegan di film Cin(T)a, saat Annisa mengetahui kalau Cina bekerja part time untuk menghidupi dirinya. Kemudian Cina bilang, "gak semua orang Cina itu kaya". Cina tahu, kalau Annisa punya mindset demikian, bahwa semua orang Cina itu kaya. Nyatanya, tidak demikian. Lihat saja orang Cina yang hidup di luar pulau Jawa pada umumnya. Bahkan orang Cina yang hidup di Sintawang, banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Inilah mindset yang salah, yang harus masyarakat bangsa ini ubah. Cara berpikir yang sempit, yang bisa merusak persatuan bangsa ini. Cara berpikir yang picik, yang bisa membuat perpecahan.

Apakah karena pelaku bom di negeri ini semuanya muslim, lalu kita bilang, muslim itu teroris? Hingga kita selalu waspada saat melihat perempuan bercadar dan lelaki berjenggot. Nyatanya, banyak kan muslim yang baik? Yang bisa hidup bermasyarakat dengan damai. Mengapa harus memberi label demikian terhadap semua orang muslim?

Apakah karena negara Amerika Serikat dan sekutunya menyerang Irak, sehingga kita anti terhadap semua warga negara Amerika Serikat? Menyebut mereka semua adalah penjahat perang atau orang kafir? Hingga beberapa orang selalu antipati saat melihat turis asing yang sedang berjalan-jalan di pusat keramaian, sambil berpikir bahwa mereka adalah agen CIA atau sejenisnya. Belum tentu turis itu juga seorang agen CIA atau orang Amerika. Bisa saja turis itu berkewarga negaraan Australia atau Eropa.

Apakah karena kebanyakan motor yang masuk bengkel adalah merk Honda, hingga kita bilang bahwa Honda itu jelek? Pernahkah kita berpikir, mengapa di pulau ini, kebanyakan pasien yang dirawat di rumah sakit adalah orang Jawa? Bukankah itu karena populasi orang Jawa lah yang terbanyak di pulau ini? Hal ini juga sama dengan kasus merk motor yang banyak masuk bengkel tadi.

Apakah karena kita melihat, segelintir orang Papua sering berbuat onar dan mabuk-mabukan, hingga kita berkata kalau orang Papua hidupnya gak ada yang beres? Atau kita melihat orang Sunda yang suka kawin-cerai, hingga kita berpikir kalau semua orang Sunda hidup perkawinannya gak ada yang benar. Dan seterusnya.. dan sebagainya..


********/*******

Ayolah, coba kita ubah cara berpikir sempit seperti itu. Hal ini, disadari atau tidak, membuat kita hidup dalam kotak-kotak yang tak kasat mata, yang lama kelamaan, bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.

Saat kita melihat Gayus Tambunan korupsi, ya lihatlah personalnya, jangan lihat dia orang suku apa.
Saat kita tahu Dulmatin seorang teroris, ya lihatlah personalnya, bukan apa agamanya.
Saat kita dikhianati seorang Makassar, ditipu seorang di Jakarta, dianiaya seorang bonek Surabaya, dan lain sebagainya. Cobalah untuk lebih melihat personalnya, jangan lihat dia darimana, orang mana, suku apa, agamanya apa, siapa orang tuanya, siapa keluarganya, dan lain-lainnya.

Toh, dia yang berbuat, bukan orang-orang dari sukunya atau orang-orang yang seagama dengannya.

Bukankah isu SARA adalah isu yang paling sensitif untuk memprovokasi massa? Hal inilah yang harusnya kita bisa lihat, agar kita bisa lebih bijaksana, saat akan bertindak dan berbuat, untuk sebuah kemajuan bangsa dan negara.

Pada akhirnya, hal itu juga untuk kebaikan kita bersama.

"Aku menyukai semua manusia... hanya saja, aku membenci iblis yang ada di dalam diri mereka."
(Italian Job The Movie)




*) Untuk Indonesia yang lebih baik.

Yogyakarta, 6 April 2010 (11:27 AM)

No comments:

Post a Comment