Wednesday, August 11, 2010

"Pole Position Gak Penting..."

Kimi Matias Raikkonen, mantan juara dunia F1 2007, pernah berkata seperti itu saat masih membalap untuk McLaren Mercedes. "Posisi start tidak penting. Sepanjang balapan pasti ada saja kejadian tidak terduga. Anda juga tidak pernah tahu apa yang terjadi di dalam kokpit lawan anda selama race berlangsung." Singkat, padat, dan jelas. Begitulah Iceman, julukan Raikkonen, selalu berbicara. Tidak pernah panjang lebar, tapi "saya lebih suka berbicara di lintasan." Talk less do more istilahnya. Hal ini dia buktikan pada GP Jepang 2005, saat menjadi pemenang, setelah start dari urutan belakang (17). Salah satu kemenangan fenomenal dalam sejarah Formula 1. Sepanjang balapan dia terus mendahului lawannya satu per satu, hingga beberapa tikungan sebelum finish, dia menyalip Fisichella, pembalap Renault yang memimpin jalannya lomba, dan akhirnya Raikkonen menjadi juara. Siapa yang menyangka? Tidak hanya dalam ajang kebut-kebutan mobil F1, semua pertandingan yang melintasi suatu jarak, entah itu balap sepeda, balap motor, hingga lomba lari marathon, peserta yang start paling depan belum tentu akan menjadi juara di garis finish. Begitu juga dalam arena kehidupan. Posisi awal yang buruk, belum tentu akan berakhir dengan hal yang sama. Kita semua "berlari", berpacu dengan waktu untuk melintasi suatu jarak (antara kelahiran dengan kematian), dan diantara rentang waktu itu, banyak hal yang bisa terjadi. Kita terlahir dalam keluarga yang serba kekurangan, penuh pertikaian, dan tidak pernah mendapat apa yang kita inginkan. Start yang buruk, kita lahir dalam keluarga yang tidak sesuai dengan harapan kita. Tapi itu bukan berarti kita akan kalah dalam pertandingan kehidupan. Atau kita terlahir dalam keluarga yang serba berkecukupan, berlebihan malah. Kita berada dalam keluarga yang kelebihan kasih sayang, kelebihan materi, kelebihan makanan, dan kelebihan-kelebihan yang lain, yang tidak semua orang bisa dapatkan dan rasakan. Start yang baik, kita lahir dalam keluarga impian kebanyakan orang. Tapi itu bukan berarti juga kita akan menang dalam pertandingan kehidupan. Takdir manusia hanya kelahiran dan kematian. Kita, manusia, tidak bisa memilih tanggal cantik atau siapa orang tua saat lahir. Kita juga tidak bisa memilih hari baik atau cara yang enak saat mati. Tapi nasib, kita yang menentukan. Nasib itu 100% dalam genggaman kita, dan kita harus bijak dalam menentukan pilihan-pilihan dengan menggunakan hikmat dari Tuhan. Jangan salahkan Tuhan jika hidup kita menjadi hancur berantakan, kemudian hidup pernikahan berakhir dengan perceraian, hingga kita terjebak dalam lumpur kemiskinan. Jodoh di tangan Tuhan? Betul. Tapi bukankah kita yang memilih pasangan dan menjalani kehidupan pernikahan? Rejeki juga di tangan Tuhan. Tapi bukankah kita yang memilih cara mendatangkan rejeki? Bagaimana kita bisa menyalahkan Tuhan? Padahal dalam menentukan pilihan, kita tidak pernah meminta pendapat dan saran dari Tuhan. Hingga kemudian nasib kita salahkan, atau malah keliru mengatakan kalau itu semua adalah takdir ... hidup dalam keluarga broken home, miskin, dan selalu melihat kekerasan setiap hari. Meratapi nasib? Boleh-boleh saja sih. Tapi mau sampai kapan? Tidak ada yang tahu hari esok. Tidak ada yang bisa diubah dari masa lalu. Yang kita miliki adalah hari ini. Sekarang ini. Jadi lakukanlah yang terbaik, apa yang bisa dilakukan saat ini.
Orang kaya tidak selamanya kaya, dan orang miskin tidak selamanya miskin. Ungkapan, "yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin," saya rasa hanya sebuah pemikiran dari orang yang tidak mau berusaha. Roda kehidupan itu memang berputar, tapi itu terjadi karena ada usaha untuk memutarnya. Saat sudah "diatas", sudah kaya dan mapan, tapi kemudian berhenti berusaha untuk menghentikan putaran roda kehidupan, ya dia pasti akan berada di bawah lagi. Begitulah prinsip roda kehidupan yang saya lihat dan rasakan. Tidak ada hal yang pasti di kehidupan ini.
Mungkin saat ini kita sedang berada di titik nadir kehidupan. Merasa disudutkan kenyataan yang tidak sesuai harapan, merasa lemah karena tidak bisa melawan kenyataan. Atau saat ini kita sedang berada di puncak dunia. Merasa menjadi orang paling bahagia sedunia, dan merasa kuat karena dukungan-dukungan orang di sekitar kita. Tapi itu semua tidak berlangsung selamanya kawan. Itu semua hanya sebuah momen, hanya sebuah fase dalam kehidupan. Itu semua hanya berlangsung saat ini, detik ini. Detik berikutnya, itu semua akan berlalu, hanya akan menjadi sebuah kenangan dari masa yang telah lalu. Ada dua jenis tahapan keberhasilan. Satu, jika kita sudah memperoleh apa yang dulu kita inginkan, kita bisa mengatakan bahwa itu sebuah keberhasilan. Dua, untuk yang sedang kita inginkan selanjutnya, yang akan kita capai setelah keberhasilan pertama kita dapatkan. Jadi, jangan pernah berhenti saat merasa berhasil, karena kita akan berhenti berusaha untuk menjadi lebih berhasil lagi. Jadi, sedang berada di titik manakah kita saat ini? Apakah sedang berlari, sedang berhenti, atau malah sedang keluar lintasan karena merasa tidak kuat lagi? Apapun itu, jangan pernah berpikir untuk kalah dan berhenti. Karena apapun yang terjadi sekarang, tidak pernah menentukan hasil akhir "perlombaan" dalam arena kehidupan. "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (I Korintus 9:24) *) Gambar podium GP Jepang 2005 dicomot dari sini. **) Gambar overtake Raikkonen terhadap Fisichella diambil dari sini. ***) Kimi Raikkonen saat ini mengikuti WRC bersama Red Bull Citroen.

No comments:

Post a Comment