Thursday, August 19, 2010

Sawang Sinawang

Suatu malam saya chatting dengan seorang teman. Saya bercerita padanya soal inbox email yang penuh dengan cerita "curhat" dari orang-orang yang tidak saya kenal. Mereka, yang bercerita perihal kehidupannya pada saya, mengenal saya hanya dari tulisan-tulisan yang saya posting di sebuah 'forum wanita', dan menurut mereka "tulisan-tulisan saya adalah analisa pemecahan sebuah masalah," entah maksudnya apa.

Saya pribadi masih sering bingung dengan "aliran" tulisan yang saya tuliskan. Penulis renungan... bukan. Penulis roman... juga bukan. Penulis cerita... bukan juga. Apalagi sebagai penulis karya sastra, jauh dari itu menurut saya. Karena sebenarnya saya hanya menulis apa yang ada di pikiran saya, menulis pendapat pribadi saya tentang berbagai hal atau kejadian yang saya lihat maupun yang saya alami, walaupun sesekali juga menulis sebuah fiksi.

Kembali ke chatting dengan teman saya tadi, dia kemudian berkomentar, "kadang orang yang keliatan ceria di luar, bisa menanggung masalah yang amat berat." Saya meng'amin'inya. "Iya, jadi tau kalo masalah orang lain itu lebih kompleks daripada masalahku." | "ternyata kita masih bisa bersyukur kan Vic? Itulah hidup ... sawang sinawang."
Kata teman saya, sawang sinawang berarti jangan selalu melihat hidup orang lain lebih enak daripada hidup kita.Belum tentu, Vic!
Mungkin seperti istilah "rumput di halaman tetangga selalu terlihat lebih hijau," padahal yang sebenarnya terjadi adalah kita yang lupa menyiram rumput di halaman sendiri.

Saya kemudian teringat sebuah cerita:

Pada suatu malam, seorang bapak berdoa kepada Tuhan. Di dalam doanya, dia melaporkan semua beban hidupnya. Dia bercerita dari masalah kantornya, hingga masalah di dalam keluarganya.
"Tuhan, kenapa Engkau memberikan masalah yang begitu berat padaku? Mengapa Engkau tidak pernah memperhatikan aku? Engkau sepertinya terlalu sibuk memperhatikan pak Adam, dengan memberinya kebahagiaan dan kekayaan, sedangkan hambaMu ini Engkau berikan masalah yang bertubi-tubi tanpa henti."
Pria ini merasa iri melihat kehidupan pak Adam, bos di kantornya, yang mempunyai kekayaan begitu melimpah dan keluarga yang sepertinya bahagia.

Saat dia tidur, dia bermimpi bertemu Tuhan di surga. Tuhan kemudian mengajaknya berjalan-jalan melihat keindahan surga, hingga kemudian pria itu tiba di sebuah sungai, yang airnya jernih sekali. Di pinggir sungai itu ada 2 buah tas yang sama besarnya, dan pada masing-masing tas itu tertulis sebuah nama. Tas pertama bertuliskan 'Adam' dan tas kedua bertuliskan 'Ronny', nama pria itu.

Tuhan kemudian menyuruh pak Ronny mengangkat tas yang pertama. Berat. Sangat berat. Dia tidak bisa mengangkatnya. Tas itu tetap bergeming di tempatnya.
"Apa isinya Tuhan? Berat sekali!"
"Bukalah."
Pria itu membuka isi tas itu, ternyata isinya air.
Tuhan kemudian menumpahkan semua air itu ke dalam sungai, dan terlihatlah kehidupan pak Adam yang terpantul di permukaan sungai yang jernih seperti kaca.
"Lihat anakKu, itulah kehidupan pak Adam yang kamu tidak ketahui. Dia memang kaya, tapi tidak sehari pun dia menikmati kekayaannya. Dia bekerja setiap saat untuk mempertahankan semua perusahaannya. Dia sepertinya bahagia, tapi apakah engkau tahu kalau dia pernah mencoba bunuh diri karena semua masalah yang ditanggungnya?"

Dalam beningnya air sungai, pria ini melihat bosnya yang sering bepergian, bahkan ke luar negeri setiap pekan, untuk mengontrol semua perusahaannya, menandatangani kontrak-kontrak, memeriksa laporan semua anak buahnya, hingga tak punya waktu lagi untuk keluarganya. Karena tidak merasa diperhatikan, anak-anaknya tumbuh menjadi liar. Menghambur-hamburkan kekayaan orang tuanya dengan berjudi, memakai narkoba, hingga hidup dalam pergaulan bebas. Istri bosnya ternyata mempunyai pria-pria lain, untuk mendapatkan kasih sayang yang semu, karena merasa tidak pernah merasa disayangi oleh suaminya. Kemudian dia melihat bosnya berdiri di samping jendela kantornya, hendak bunuh diri dengan melompat keluar jendela, karena semua sudah seperti kiamat baginya. Tapi kemudian pak Adam mengurungkan niatnya karena seorang karyawan masuk ke dalam ruangan, untuk memberikan laporan.

Ya, pria ini ingat sekali kejadian di siang itu. Seperti biasa, dia masuk ke ruangan itu untuk menyerahkan laporan keuangan, tapi yang dia dapatkan malah makian dan cacian, karena laporannya dianggap bosnya kurang lengkap. Dia ingat sekali, ketika keluar dari ruangan bosnya, pria ini mengutuk bosnya agar mati saja. "Udah tua masih bikin susah orang, mending ke neraka aja," begitu kata-kata yang keluar dari mulut pria yang ada dalam bayangan di air sungai.

Tuhan kemudian menepuk bahu pria itu. "AnakKu, pak Adam juga mempunyai masalah sendiri di dalam hidupnya. Aku mengijinkan semua itu terjadi padanya, karena Aku tahu kalau dia pasti mampu melewati semuanya. Dan bukan sebuah kebetulan engkau masuk ke ruangannya saat itu, karena semuanya sudah dalam rencanaKu. Bisa engkau bayangkan apa yang terjadi ketika pak Adam meninggal? Perusahaan tempatmu bekerja akan gulung tikar karena tidak ada satu pun anak-anaknya, sebagai pewaris kekuasaannya, bisa melanjutkan apa yang telah pak Adam lakukan. Jika pak Adam meninggal, engkau akan diPHK dan menjadi pengangguran. Jadi, doakan dia. Doakan untuk kebaikannya, bukan malah mengutukinya. Aku, Tuhan Allahmu, mempunyai rencana sendiri untuknya, dan itu bukan urusanmu. Yang perlu kau lakukan adalah melakukan yang terbaik yang bisa kau lakukan, dan sisanya itu urusanKu."
Pria itu merasa bersalah karena kata-katanya di siang itu. Tapi sekarang dia tahu satu hal, bahwa dia akan tidak pernah menjadi pak Adam, karena dia tidak bisa menanggung semua beban yang diberikan Tuhan kepada pak Adam.

"Sekarang, angkat tas yang satunya," perintah Tuhan. Tas itu berat, tapi dia bisa mengangkatnya.
"Lihatlah isinya." Isinya sama seperti tas yang pertama: air. Sama banyaknya. Lalu Tuhan menumpahkan semua air dalam tas itu ke dalam sungai, dan terlihatlah dengan jelas kehidupan pria ini. Dia sedang terlihat sibuk dengan pekerjaan kantornya ketika anaknya datang menunjukkan hasil prakarya sekolah yang dibuatnya. Pria ini teringat peristiwa itu, dia malah membentak anaknya karena dianggap mengganggu konsentrasinya. Anaknya pergi berlari menangis kepada ibunya. Kemudian dia melihat bagaimana istri dan anak-anaknya mempersiapkan kejutan di hari ulang tahunnya. Tapi yang kemudian terjadi, dia malah memarahi istrinya karena dianggap melakukan pemborosan saja. Dia tidak tahu dan tidak bertanya darimana uang untuk membeli kue ulang tahunnya, yang ternyata berasal dari hadiah anaknya karena memenangkan lomba menggambar antar sekolah se-ibukota. Dia malah tidak menyadari kalau ada piala di ruang tamunya, karena terlalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

Demi melihat itu semua, pria itu menangis sejadi-jadinya. Dia menjadi merasa bersalah pada keluarganya. Dia akhirnya sadar mengapa anak-anaknya seperti menjauhinya, dan sekarang dia tahu kalau ternyata mereka sangat menyayangi ayahnya. Dia menyesal karena sering memarahi istrinya. Padahal tanpa istrinya yang setia, dia pasti tidak dapat mendidik anak-anaknya. Dia juga akhirnya tahu kalau istrinya selalu menghibur anak-anaknya setelah dia membentak mereka, "papa sayang kok sama Tasia, sayang juga sama kak Rasya. Cuma papa sekarang lagi sibuk kerja. Main sama mama aja ya."

Tuhan lalu mengajaknya masuk ke dalam sungai. Airnya dingin. Segar sekali rasanya. Setelah bisa mengendalikan emosinya, Tuhan menyuruh pria itu membasuh mukanya. Ada rasa lega yang dia rasakan. Angin yang membelai mukanya seolah-olah mengangkat semua beban pikirannya. Ada ketenangan yang luar biasa. Setelah itu, Tuhan mengangkatnya keluar dari dalam sungai, dan seperti ada pengering raksasa yang meniupnya, tubuhnya kering seketika itu juga, dan ada rasa hangat menyelimutinya.

"AnakKu, engkau sekarang sudah menjadi manusia baru. Tinggalkanlah kehidupanmu yang lama. Singkirkanlah pikiran dan prasangka buruk kepada orang-orang yang ada di sekitarmu. Aku sudah merencanakan semua, merencanakan setiap detail kehidupan tiap-tiap manusia. Untuk setiap beban yang Aku ijinkan terjadi dalam kehidupanmu, Aku juga memberimu kekuatan untuk itu. Sebab beban itu ringan dan pasti bisa engkau angkat walaupun engkau berkata itu berat. Untuk tiap masalah ada tujuannya. Agar engkau menjadi lebih kuat, juga agar engkau menjadi lebih percaya kepadaKu. Tiap manusia mempunyai masalahnya sendiri, dan itu Aku desain untuk mereka pribadi. Tidak ada kehidupan yang selalu menyenangkan. Tapi tidak ada juga kehidupan yang menyengsarakan. Karena Aku tidak pernah berjanji selalu akan ada hujan atau hanya akan ada panas. Aku hanya berjanji untuk memberi kekuatan saat engkau merasa lelah, dan memberi semangat saat engkau merasa tidak berdaya."


********/*******

Dari setiap cerita ‘curahan hati’ (curhat) orang-orang kepada saya, baik itu melalui email, SMS, atau telepon, saya belajar banyak hal. Salah satunya, saya belajar kalau ternyata masalah tiap-tiap orang itu spesifik, berbeda tiap detailnya. Tidak semua cerita tentang putus cinta itu sama. Tidak semua cerita tentang pertengkaran suami-istri selalu disebabkan hal yang sama. Tidak semua cerita tentang masalah di dalam keluarga akan mempunyai dampak yang sama. Semuanya berbeda. Semuanya mempunyai tingkat kerumitan dan akibat yang berbeda-beda bagi yang mengalaminya. Oleh karenanya, kita tidak bisa menyamaratakan setiap konflik atau masalah yang ada. Bukankah setiap cerita mempunyai keunikan tersendiri? Begitu juga dengan masalah yang dialami masing-masing individu di dunia ini.
"Cuma dipukul suami? Laporin aja ke polisi." Atau, "halah... cuma diputus pacarnya sampai mau bunuh diri. Cari dong wanita lain, kan masih banyak." Bisa juga, "apa sih susahnya kerja gitu? Paling-paling cuma duduk, nungguin pembeli, terima duit, beres kan?" dan tanggapan-tanggapan "yang menggampangkan" masalah orang, karena selalu merasa kalau masalah kita lah yang paling berat.

Padahal karena kita sudah pernah melewatinya, sehingga kita bisa mengatakan kalau hal-hal yang dianggap berat bagi orang lain itu mudah bagi kita. Atau mungkin karena kita belum pernah merasakannya, sehingga kita tidak bisa tahu apa yang benar-benar dirasakan oleh mereka. Tapi alasan utamanya, karena Tuhan sudah tahu jika masalah seberat itu datang kepada kita, kita pasti tidak bisa menanggungnya, sehingga Tuhan tidak mengijinkan hal yang berat itu terjadi dalam kehidupan kita.

Saya juga belajar bahwa masalah saya bukanlah yang terberat, karena saya masih bisa mengangkatnya. Sehingga saya masih bisa bersyukur karenanya. Saya tidak bisa bayangkan jika masalah si A terjadi dalam hidup saya, atau perkara si B dalam keluarganya saya alami di kehidupan secara nyata. Saya akhirnya bisa bersyukur karena tahu, ternyata ada orang-orang yang mempunyai beban yang lebih berat dari beban yang saya pikul.

Ada yang bercerita tiap hari dihajar oleh ayahnya karena dia bukan anak kandungnya, melainkan anak selingkuhan istrinya. Ada juga yang hidupnya "dirusak" oleh pacarnya sendiri, dihamili lalu ditinggal pergi. Ada anak yang selalu merasa dianak tirikan di keluarganya, selalu dinomor duakan oleh orang tuanya. Ada seseorang menelepon ingin bunuh diri, karena merasa wajahnya yang buruk rupa, sehingga tidak ada yang mau menikah dengannya. Ada si sulung yang selalu merasa disisihkan papa-mamanya, karena dia adalah hasil MBA (Married Because Accident). Bahkan ada seorang gadis yang dikawini ayah tirinya sendiri, setelah ditinggal mati ibunya yang bunuh diri!


Mungkin saya sudah menggugat Tuhan, jika kejadian atau hal-hal itu terjadi dalam kehidupan saya. Tapi Tuhan itu baik, karena Dia tidak pernah mengijinkan hal-hal yang Dia tahu tidak akan kuat ditanggung oleh saya, terjadi selama saya hidup di dunia. Dia juga membukakan mata saya tentang hal-hal yang mengerikan, yang terjadi pada kehidupan orang-orang di "sekitar" saya, sehingga saya bisa selalu bersyukur karenanya.

Jika suatu hari nanti kita mulai berpikir kalau Tuhan itu tidak baik kepada kita, cobalah untuk lebih membuka mata terhadap apa yang terjadi di sekitar kita. Sehingga pada akhirnya kita dapat berkata, "terima kasih Tuhan, Engkau ternyata baik padaku, dengan tidak mengijinkan masalah yang tidak dapat kupikul terjadi dalam kehidupanku."

Well, seperti yang teman saya katakan: itulah hidup ... harus selalu sawang sinawang.



"...pikullah kuk yang KUpasang dan belajarlah padaKU, karena AKU lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang KUpasang itu enak dan bebanKU pun ringan."
[Matius 11 : 29-30]



Yogyakarta, 19 Agustus 2010 (5:53 AM)

No comments:

Post a Comment