Saturday, January 16, 2010

Freedom Writers (3)

Dari film itu saya juga belajar hal lain.
Bahwa kadang untuk mencapai sebuah kesuksesan, ada harga yang harus dibayar.

Erin Gruwell, sukses dalam mengubah anak muridnya menjadi pribadi yang lebih mempunyai kualitas hidup. Tetapi dalam kehidupan pribadinya, dia gagal dalam membina hubungan rumah-tangga. Dia bercerai. Suaminya merasa dia menjadi "istri"nya Erin, dan tidak pernah mendapat perhatian selayaknya istri kepada suaminya. Karena yang terjadi kemudian, Erin lebih bersemangat di kelasnya dan seolah-olah mulai melupakan keluarganya. Karena tidak mendapat dukungan dari sekolah dalam hal finansial, dia kemudian mencari pekerjaan untuk membiayai cita-citanya, untuk menjadikan muridnya lebih berpendidikan. Erin kemudian mempunyai tiga pekerjaan dalam satu waktu. Bekerja untuk membiayai pekerjaannya yang lain. Dan itu membuatnya selalu lelah saat pulang ke rumah dan menjadikan suaminya menjadi tempat menumpahkan semua keluh kesahnya. Sedangkan ia tidak mempunyai waktu lagi untuk mendengar keluh kesah suaminya, karena ia terlalu lelah.

Well, sukses atau gagal bisa dilihat dari sudut pandang yang berbeda, bukan?

Ada hal lain lagi yang saya pelajari dari film itu.

Bukankah pendidikan yang berhasil, adalah seperti yang Erin lakukan?
Pada awalnya semua muridnya adalah anak-anak terbodoh di negara bagian itu. Tapi, dia mengubahnya. Erin mengubah anak muridnya menjadi anak-anak yang lebih bermoral, terpelajar, dan meninggalkan kebiasaan buruknya.

Jujur saja, dari dahulu saya bingung dengan adanya predikat "sekolah favorit". Favorit apanya? Sekolah atau perguruan tinggi yang distempel "favorit" itu, bukankah mempunyai anak murid yang memang pada dasarnya pandai? Sekolah-sekolah itu selalu menetapkan standar tertentu dalam penerimaan siswa baru. Harus mempunyai NEM seginilah, harus mempunyai prestasi itulah, dan sebagainya. Jadi, wajar kan kalo sekolah atau perguruan tinggi itu mempunyai output (baca : lulusan) yang terbaik? Bukankah input (baca : siswa yang diterima) awal juga yang terbaik dari tingkat sebelumnya?

Mengapa predikat "sekolah favorit" tidak ditujukan pada sekolah yang mempunyai input biasa-biasa saja (baca : tidak terlalu pintar) tetapi bisa mempunyai output yang luar biasa? Bukankah itu menunjukkan keberhasilan sebuah institusi pendidikan? Yang berarti ada pengajar-pengajar yang hebat di dalam sekolah itu. Kalau hanya mengajar siswa yang pada dasarnya pintar, rajin, dan berwawasan, dan membuat siswa itu hanya seperti itu-itu saja (baca : hanya menambah pengetahuannya), itukah sebuah keberhasilan seorang pendidik di jaman ini? Apa hebatnya membuat seorang anak yang memang pada dasarnya pintar untuk menjadi sedikit lebih pintar? Bukankah lebih hebat mengubah seorang anak yang tadinya terlihat bodoh dan seorang pembuat masalah, menjadi anak yang pintar dan baik?


Well, bukankah sistem pendidikan macam ini hanya mengkotak-kotakkan siswa bodoh-siswa pintar? Sehingga terdengar ucapan klise, rahasia umum di masyarakat, predikat institusi pendidikan, seperti : "yang sekolah di sekolah X pasti lebih baik daripada yang sekolah di sekolah Y" atau "dari sekolahnya saja sudah jelas orang itu seperti apa".


Masihkah ada peran pendidik (baca : guru) di jaman pendidikan modern ini?

PS.

*) Maaf, bukan bermaksud menghina anda yang berprofesi sebagai guru di "sekolah favorit". Tapi cobalah nonton film Laskar Pelangi atau Freedom Writers, menurut saya, seorang guru ya harusnya seperti yang di film-film itu.

**) Lagunya punya Tere dengan judul "Mengapa Ini Terjadi" (feat Valent)

1 comment:

  1. ada vic :D masih punya peran :D
    jangan sekadar di liat favorit tidaknya.
    iya kalo semua murid lewat seleksi yang bener. kalo gak? kalo emang orang tuanya maksa2 si anak masuk sekolah favorit dengan nyogok sana sini padahal kemampuan si murid errr sangatkurang?

    peran guru di sekolah favorit (menurut versimu yang ini) masih ada kalo anak2 demikian juga masih ada 8-D

    ReplyDelete