Friday, January 15, 2010

Tentang Pasangan Hidup (1)

Saya punya "adik" perempuan yang memimpikan menikah dengan pangeran tampan, tinggi, berkulit putih, tampang oriental, punya bentuk badan yang bagus, ya... seperti aktor-aktor drama Korea gitu. Macam Tao Ming She, Wo Ce Lee, dkk. Dia sangat berharap ingin punya pacar yang seperti itu. Dan kenyataannya, dia sekarang masih jomblo.

Pertanyaannya, salahkah berharap mempunyai suami idaman, yang secara fisik sangat sempurna?

Sebagai pria, saya juga mendambakan istri yang cantik, mempunyai tubuh yang indah, berambut hitam panjang, dan berkulit putih mulus oriental. Tapi kenyataannya, saya juga masih belum pernah berpacaran hingga saat ini.

Pertanyaannya masih sama, salahkah berharap mempunyai istri idaman, yang secara fisik sangat sempurna?

Kemudian, siang tadi saya coba merenung, kenapa beberapa orang bahkan mungkin banyak teman pria dan wanita saya (atau lebih tepatnya para semua jomblowan dan jomblowati di muka bumi ini) belum menemukan seseorang yang bakal menjadi pasangan hidupnya. Padahal menurut keyakinan saya, bagaimanapun minus-nya seorang pria/wanita (kalau ia menganggap dirinya demikian), paling tidak pernah satu kali menyukai seorang wanita atau "ditembak" pria, dengan kalimat ini, "Aku menyukaimu" atau "Bersediakah engkau menjalani hubungan yang lebih serius denganku?".

Dan saya sangat yakin dengan keyakinan saya itu. Mengapa?

Karena sejelek-jeleknya anda, atau seburuk apapun rupa diri anda (kalau anda menganggap diri anda demikian), pastilah ada belahan jiwa anda di luar sana yang sedang mencari dan menunggu anda. Tapi masalahnya, anda suka membuat standar yang terlalu tinggi buat pasangan hidup anda. Sehingga, saat jodoh anda "lewat" di depan hidung anda, anda tidak pernah menyadarinya, karena, pikiran anda mengatakan "bukan tipe saya".

Saya suka dengan mitos, cerita kuno yang mengatakan, dahulu kala manusia diciptakan dengan dua kepala tapi mempunyai satu tubuh, satu hati, tapi mempunyai pikiran yang berbeda. Walaupun mempunyai 2 kepala dan 2 pemikiran, tetapi manusia itu belajar untuk saling menerima pemikiran dari kepala yang berbeda itu, karena mereka mempunyai satu hati. Tapi, manusia itu juga sering bertengkar, dan kemudian protes kepada para dewa. Kemudian, para dewa memisahkan tubuh dan kepala itu, menjadi 2 manusia yang berbeda, tetapi jiwa dan hati mereka dibagi dua, manusia yang satu mempunyai setengah bagian, dan setengah bagian yang lain pada manusia satunya. Jadilah pria dan wanita, dan kemudian para dewa membuat mereka tercerai berai ke seluruh belahan bumi.

Tapi, masing-masing manusia itu, pria dan wanita, selalu merasa dirinya tidak utuh. Mereka bertanya pada para dewa sebabnya. Tentu saja, karena hati dan jiwa mereka hanya setengah, jadi tidak akan mencapai kesempurnaan dalam hidup di bumi. Selanjutnya, tugas manusia-manusia itu adalah mencari bagian hati dan jiwanya yang hilang. Itulah sebabnya, pasangan kita sering disebut "belahan hati dan jiwa".

Dan beberapa fakta dan kisah juga menunjukkan hal itu.

Pernah dengar Maria Beatrix? Gadis yang dijuluki "si buruk rupa" dengan bentuk tangan dan kaki yang sama sekali tidak sempurna, menggunakan kursi roda, namun bisa menemukan "pangeran" yang baik hati berdarah Inggris. Pria ini begitu setia mendampinginya bahkan berhasil mengajari Maria untuk berenang. Dan, mereka menikah, menjadi satu tubuh, hati dan jiwa kembali.

Atau Nick, seorang pria cacat tanpa kaki dan tangan, hidup di kursi roda, tapi bisa menikah dengan wanita cantik seperti pada dongeng-dongeng Walt Disney. Apakah wanita itu buta? Tidak juga. Dia sangat sadar dengan keadaan Nick, dan saya yakin dia merasa "inilah belahan hati dan jiwa saya".

Jadi, kalau mau banding-bandingan dengan Maria atau Nick, bagaimana mungkin anda bisa mengatakan diri anda buruk rupa dan pasti tidak akan ada manusia yang melirik anda untuk dijadikan istri/suami?

Masalahnya...?

No comments:

Post a Comment