Friday, January 15, 2010

Seks dan Pernikahan (dari dr. Boyke sampai Kaka')

Sore tadi, saya nonton sitkom (komedi situasi) -kenapa gak disingkat komsit ya?- di NtarTV. Saya suka acara ini, apalagi dengan karakter-karakter di dalamnya, seperti Nicole (baca : Nicol), Mas UU (baca : uuk), sama Michelle (baca : Misel). Kadang keluguan Nicole yang buat orang berpikir "kok bisa ya cewek cantik tapi tolol banget" atau denger monolog Mas UU dengan khas Indonesia Timur. Lucu lah... dijamin pasti tertawa kalo nonton sitkom ini. Lucunya juga enggak wagu (dibuat-buat/jayus).

Episode hari ini, menceritakan tentang tespek (alat buat ngecek kehamilan) yang ditemukan Mas UU di kamar mandi. Dengan hasil positif. Dan yang terjadi selanjutnya, si Nicole dikira hamil, karena muntah-muntah di kamar mandi. Hal ini tapi dibantah Nicole, dan dia menuduh Mbak Ine yang hamil. Terus David dituduh yang hamilin Mbak Ine... skip.. skip.. skip.. sampai kemudian dokter Boyke (seksolog), yang ban mobilnya kempes datang ke PH itu untuk pinjem dongkrak. Nah, yang jadi perhatian saya disini. Dokter Boyke diminta nasehatnya, tentang free seks. Saya setuju dengan pernyataan beliau, yang kira-kira gini : "kalo belum nikah jangan pernah ML, hati-hati, nanti kena penyakit seks, terutama yang cowok-cowok jangan suka "jajan", ntar bisa kena sipilis, herpes, atau kena AIDS yang belum ada obatnya. Buat cewek juga, jangan mau kalo diajak cowoknya begituan (ML maksudnya). Iya kalo cowoknya bersih, kalo enggak bisa ketularan penyakit juga, kena kanker mulut rahim, di "Miss. V"nya tibul peradangan. Terus juga, resiko terbesar juga di cewek, kalo hamil di luar nikah gimana? Terus aborsi kan biasanya? Padahal aborsi itu tindakan pembunuhan, terus belum resiko rahimnya rusak, gak bisa punya anak lagi." Terus, dokter Boyke melanjutkan -nah, ini yang saya kurang setuju- "makanya kalo udah cukup umurnya, udah gak bisa tahan lagi, ya nikah aja. Kan mau jungkir balik melakukan hubungan seks, gak ada yang ngelarang. Udah sah kan?" Belum selesai, dateng Mas UU yang bilang David mau ke Bangkok (padahal mau beli durian bangkok/durian montong), dan terus semua pada pergi ngejar David, dan dokter Boyke ditinggal sendirian.

Sepintas, omongan dokter Boyke bener juga. "makanya kalo udah cukup umurnya, udah gak bisa tahan lagi, ya nikah aja."
Tapi apa iya, cuma karena faktor seks aja, orang kemudian menikah? Karena pengen ngerasain gimana rasanya ML?

Gak salah, tapi jangan jadikan seks jadi faktor utama keputusan buat menikah. Pernikahan dengan dasar pemikiran gitu, ibaratnya seseorang yang sangat miskin pengen banget bisa makan ayam goreng. Pas orang itu pertama kali bisa makan ayam goreng, pasti rasanya enak banget kan? -Saya inget pas pertama kali (akhirnya) naik pesawat , rasanya seneeeeng banget, tapi pas udah jadi kebiasaan, naik pesawat jadi hal yang wajar saja, biasa banget. Malah terkadang bosen-. Sama juga kayak orang miskin tadi, saat ayam goreng bisa dia nikmatin setiap saat, lama-lama jadi hal yang biasa kan? Jadi bosen malah. Pengen muntah.

Seks juga begitu. Sama seperti keinginan makan ayam goreng atau keinginan saya naik pesawat terbang.

Kalau orang nikah cuma orientasinya cuma pengen ngerasain hubungan seks, paling lama bisa tahan 3 tahun lah. Tahun-tahun berikutnya, hubungan seks jadi dianggap sebagai rutinitas atau siksaan (biasanya pihak perempuan). Toh dalam 24 jam sehari, berapa lama to bisa tahan bercinta? 8 jam aja udah hebat banget, sisanya? 16 jam dalam sehari? Pasti dihabiskan dengan ngobrol, bersih-bersih rumah, kerja untuk keluarga, bermain dengan anak, dan lain-lain (rutinitas rumah tangga). Jadi, masa pacaran kenapa gak dihabiskan dengan belajar menghabiskan waktu 16 jam itu? Melakukan hal-hal rutinitas rumah tangga. Saling mengenal satu sama lain, belajar berkomunikasi dengan baik, melakukan hobi bareng, belajar mengetahui kesenangannya juga mengenalkannya kesenangan kita. Saya tahu, sebagai seorang cowok, orientasi otaknya pasti seks. Tapi, kalo udah tahu kelemahan itu, kan bisa dipelajari bagaimana baiknya? Misal dialihkan dengan berolahraga, atau melakukan hobi bersama dia. Belajar lebih mengenalnya, dan belajar hal-hal rumah tangga 16 jam tadi.

Soal seks, bisa dipelajari kok pas udah nikah. Learning by doing. Saya juga punya alasan sendiri, kenapa lebih baik, pasangan itu (sebaiknya) harus sama-sama perjaka/virgin pas nikah. Salah satunya, karena saya belajar dari teman saya, Kaka'. Ia pernah membuat pengakuan menarik tentang kehidupannya. Kaka' menyatakan bahwa dirinya masih perjaka saat menikah dengan istrinya sekarang, Caroline Celico. Kehidupan asmara mereka sebelum akhirnya menikah cukup lama, yakni 4 tahun. Itupun dengan hubungan jarak jauh, Kaka' di Italia (Milan), Caroline di Brasil. Kaka' tidak mau membawa calon istrinya ke Milan, kemudian tinggal serumah dengannya (seperti yang dilakukan oleh rata-rata pemain asing lainnya). Pada saat Kaka' di Milan, tidak dipungkiri banyak wanita yang mengejarnya. Tapi "itu periode yang penting, ujian untuk cinta kami berdua" ujar pemain yang paling ditakuti oleh kiper-kiper di Eropa itu. Lanjutnya, "banyak godaan pasti, tapi saya mencoba menghindari mereka. Sejak tiba di sini (Milan), saya tak pernah pergi ke klab malam atau diskotek kecuali ada acara klub Milan". Ricky (sapaan Kaka' di AC Milan) juga pernah bercerita tentang malam pertamanya. Ujarnya "malam pertama pernikahan cinta sejati diwarnai oleh darah tanda wanita kehilangan keperawanannya, dan faktanya bagi kami (Kaka' dan istrinya) malam pertama sangat indah. Saya pria normal, dan pasti sempat tergoda sebelum memasuki kehidupan pernikahan. Tapi kami bisa melewatinya."

Alasan lain, soal mengapa pasangan yang akan memasuki masa pernikahan (sebaiknya) harus sama-sama perjaka/virgin, saya akan tulis di lain waktu.

Pernikahan itu hubungan seumur hidup. Jadi, saran saya, pikirkanlah juga faktor yang lebih penting dari hanya sekedar seks. Faktor ekonomi (bisa gak menghidupi keluarga kelak), kesiapan mental (psikologis), hubungan antar keluarga, juga faktor keyakinan, visi-misi ke depannya.

Oleh karena itu, saya tidak suka dengan istilah "perawan tua" atau "pejantan lapuk", yang dialamatkan kepada pria/wanita yang usianya, saat kebanyakan orang sudah menikah, tetapi mereka (memilih) belum menikah. Bisa jadi, mereka lebih memikirkan faktor-faktor yang lebih penting dari yang dipikirkan kebayakan orang itu tentang pernikahan?

Jadi, janganlah suka bertanya pada pasangan yang udah pacaran cukup lama, tapi belum menikah juga, atau seorang yang masih jomblo di usia "matang", dengan pertanyaan retorik, "kapan menikah?"
Pertanyaan basa-basi, tapi terkadang sangat menyakitkan.

2 comments:

  1. yup bener banget....jangan suka menghakimi orang yang belum menikah diusia matang..itu sangat menyakitkan ..

    ReplyDelete
  2. oohh kaka.. :D
    ada yg mesti dibenerin : keluar darah pada saat malam pertama bukan tanda klo dia masih perawan :P
    bisa juga yg ga perawan berdarah, dan yang perawan tidak berdarah..

    ReplyDelete